Saran Asosiasi Fintech untuk Cegah Jebakan Pinjaman Online

13 Agustus 2019 16:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
OJK Tunjuk Aftech jadi Asosiasi Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) di Wisma Mulia 2 OJK, Jakarta, Jumat (9/8). Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
OJK Tunjuk Aftech jadi Asosiasi Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) di Wisma Mulia 2 OJK, Jakarta, Jumat (9/8). Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
ADVERTISEMENT
Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) memberikan saran kepada pemerintah selaku regulator produk keuangan digital untuk bisa menekan korban pinjaman online (pinjol). Sebab, korban pinjol akhir-akhir ini semakin marak terjadi.
ADVERTISEMENT
Head of Financial Identity and Privacy Working Group Aftech, Ajisatria Suleiman mengatakan salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan memberikan relaksasi kepada fintech legal.
"Solusinya itu harus ada relaksasi kepada fintech legal untuk penggunaan data alternatif yang digunakan lembaga keuangan yang masuk ke pasar fintech ilegal. Otomatis harga bersaing," katanya kepada awak media saat ditemui di Satrio Tower, Jakarta Selatan, Selasa (13/8).
Pria yang akrab dipanggil Aji ini mengakui akses untuk penggunaan data alternatif bagi fintech legal masih terbatas. Adapun data alternatif ini sebagai penunjang credit scoring calon peminjam.
"Misalnya saat ini masih dibatasi data di tingkat legal baru 3 yaitu microphone, GPS dan kamera. Nah sebenarnya harusnya bisa mengakses kontak sepanjang tidak digunakan untuk collection ya," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Dengan keterbatasan data alternatif ini membuat fintech yang menyediakan pinjaman online legal tidak bisa masuk pada pasar fintech tak terdaftar (ilegal).
"Selama ini masih dibatasi ya. Memang geraknya tidak bisa seleluasa itu," imbuhnya.
Ia pun menceritakan bahwa selama ini penyedia pinjaman online ilegal memanfaatkan data seperti kontak peminjam untuk kejahatan. Salah satunya dengan menteror konsumen pinjol untuk menagih.
Ragam aplikasi pinjaman online. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Selain itu, salah satu pasar yang diserbu oleh fintech ilegal yaitu orang-orang yang tidak terakses oleh perbankan maupun oleh fintech ilegal.
"Sebenarnya masalah penagihan penyalahgunaan data ada di hilirnya. Di hulunya ada bank atau lembaga formal yang enggak bisa akses sektor itu (pasar) karena tidak ada data yang cukup untuk analisa risiko," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Kriteria Profil Target Intaian Pinjol Ilegal
Sebagian besar korban pinjol adalah masyarakat perkotaan dibanding pedesaan. Korban pinjol ilegal umumnya buruh dengan gaji Upah Minimum Regional (UMR). Sebab, pekerja dengan gaji di atas UMR cenderung tidak membutuhkan pinjaman uang dengan nominal kecil.
Sebab dalam berbagai kasus korban meminjam hanya sekitar Rp 500 ribu - Rp 1 juta. Sementara bunga pinjaman mencapai 3-5 persen per hari jika terlambat membayar.
"Pinjaman kecil. Kalau UMR ke atas enggak gitu sekepepet-kepepetnya. Itu yang kepepet," imbuhnya.
Ia pun menyimpulkan persoalan korban pinjol ini memang kompleks. Di sisi lain calon peminjam membutuhkan uang secara cepat, sehingga tidak berpikir panjang risiko ke depannya.
"Jadi mereka itu bisa pinjam sampai 20 pinjol dalam sebulan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT