Sejarah MRT Jakarta: Digagas Tahun 1986, Dieksekusi Era Jokowi-Ahok

24 Maret 2019 8:14 WIB
comment
59
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kereta MRT Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kereta MRT Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Setelah diwacanakan selama lebih dari 25 tahun, dan dibangun lebih dari 5 tahun, Mass Rapid Transit (MRT) atau 'Moda Raya Terpadu', akhirnya akan resmi beroperasi. Jakarta akan segera kedatangan keluarga baru. Transportasi modern ini digadang-gadang akan bisa memecah kemacetan lalu lintas dan meningkatkan mobilitas warga Jakarta dan sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo akan meresmikan pengoperasian perdana fase I MRT yang terbentang sejauh 15,7 kilometer dari Lebak Bulus, Jakarta Selatan, ke Bundaran HI, Jakarta Pusat. Peresmian dilakukan pagi ini, Minggu (24/3) pada car free day (CFD) di Bundaran HI.
Lalu bagaimana sejarah MRT sebelum akhirnya resmi beroperasi hari ini? Berikut kumparan merangkum sejarah panjang perjalanan MRT.
Ide awal transportasi massal ini dicetuskan oleh Bacharuddin Jusuf Habibie pada 1986. Saat itu Habibie menjabat sebagai Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Pada medio 1986 itu, Habibie mengkaji empat studi untuk mewujudkan MRT.
Keempat studi tersebut yaitu Jakarta Urban Transport Program (1986-1987), Integrated Transport System Improvement by Railway and Feeder Service (1988-1989), Transport Network Planning and Regulation (1989-1992), dan Jakarta Mass Transit System Study (1989-1992). Meski demikian, pembangunan MRT tak kunjung dimulai. Beberapa sumber menyebutkan, rencana pembangunan MRT juga sempat terkendala krisis moneter pada 1998.
Pembangunan proyek MRT di Kebayoran Baru Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Lolos dari krisis moneter, toh MRT pun tak lantas digarap. Ada yang mengatakan proyek tersebut tak tersentuh lantaran tidak masuk dalam daftar proyek nasional. Mengutip dari jakartamrt.co.id, pada 2005, barulah era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memasukkan proyek MRT Jakarta sebagai proyek nasional.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari kejelasan tersebut, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun mulai bergerak, salah satunya upaya mencari pendanaan. Pencarian dana tersebut disambut oleh Pemerintah Jepang yang menyatakan bersedia memberikan pinjaman. Pada 28 November 2006 penandatanganan persetujuan pembiayaan Proyek MRT Jakarta dilakukan oleh Gubernur Japan Bank for International Cooperation (JBIC) Kyosuke Shinozawa dan Duta Besar Indonesia untuk Jepang Yusuf Anwar. JBIC pun mendesain dan memberikan rekomendasi studi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Saat itu disetujui pula kesepakatan antara JBIC dan Pemerintah Indonesia, untuk menunjuk satu badan menjadi satu pintu pengorganisasian penyelesaian proyek MRT ini. JBIC kemudian melakukan merger dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). JICA bertindak sebagai tim penilai dari JBIC selaku pemberi pinjaman.
Petugas berada di Stasiun Bundaran HI saat uji coba pengoperasian MRT (Mass Rapid Transit) fase I koridor Lebak Bulus - Bundaran HI di Jakarta, Kamis (28/2). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Pembentukan PT MRT Jakarta sebagai salah satu BUMD Pemerintah Provinsi DKI, disetujui DPRD DKI saat Jakarta dipimpin Gubernur Fauzi Bowo pada 10 Juni 2008. Secara administratif, PT MRT Jakarta resmi berdiri pada 17 Juni 2008. Sebesar 99,98 persen saham PT MRT Jakarta dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI. Sisanya, 0,02 persen, dimiliki BUMD lain, PD Pasar Jaya. Dasar hukum pembentukan PT MRT Jakarta adalah Perda DKI Nomor 3/2008 (diubah Perda DKI Nomor 7/2013), serta Perda DKI Nomor 4/2008 (diubah Perda DKI Nomor 8/2013). Ruang lingkup PT MRT Jakarta adalah pengusahaan dan pembangunan prasarana dan sarana MRT, pengoperasian dan perawatan prasarana dan sarana MRT, serta pengembangan dan pengelolaan properti/bisnis di stasiun, depo, dan kawasan sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Namun, di era Jokowi-lah proyek ini benar-benar terealisasi. Jokowi yang saat itu menjadi Gubernur DKI terpilih 2012, kembali menyuarakan soal proyek MRT. Pun demikian, usaha Jokowi tak langsung mulus. Butuh waktu setahun bagi Jokowi memutuskan pembangunan proyek MRT tetap dikerjakan. Bahkan pembangunan proyek ini sempat mendapat penolakan dari warga Fatmawati yang terkena imbas proyek ini.
Meski menghadapi tarik ulur yang cukup alot akhirnya pada 10 Oktober 2013, proyek ini resmi digarap ditandai dengan peletakan batu pertama di atas lahan Stasiun MRT Dukuh Atas. Kemudian pada 21 September 2015, pertama kali dimulai pengeboran untuk jalur bawah tanah dengan kedalaman rata-rata 20 meter.
Presiden Joko Widodo berbincang dengan penumpang difabel ketika mencoba MRT dengan rute stasiun Bundaran HI-Lebak Bulus-Istora di Jakarta. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Lima tahun berselang sejak peletakan batu pertama, akhirnya pada rentang waktu April-November 2018, satu per satu rolling stock atau kereta MRT tiba di Jakarta. Ada 16 rangkaian yang didatangkan, terdiri dari 14 rangkaian utama, dan dua rangkaian cadangan yang menempuh perjalanan jauh dari pabrik Nippon Sharyo di Toyokawa, Jepang. Sembari menunggu kedatangan kereta, pembangunan fasilitas MRT terus disempurnakan.
ADVERTISEMENT
Memasuki 2019, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga turut membubuhkan nama pada rangkaian kereta MRT Jakarta. Anies menamainya Ratangga. Nama itu diambil dari kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular. Ratangga memiliki makna kereta kuda yang kuat dan dinamis.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat menjajal kereta MRT. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Selanjutnya, tahap yang tak kalah penting adalah uji coba publik pada 12 hingga 24 Maret 2019. PT MRT Jakarta membuka kuota bagi 285.600 orang yang ingin menjajal MRT Jakarta. Antusiasme warga Jakarta begitu terlihat pada periode uji publik ini. Masyarakat mulai berkenalan sekaligus mensosialisasikan moda transportasi baru.
Jokowi Mengenang Pembangunan MRT
Tiga hari sebelum MRT diresmikan, Jokowi sempat mengenang masa-masa sebelum akhirnya MRT benar-benar dibangun. Di Istora Senayan, dihadapan puluhan ribu pengusaha, Jokowi terang-terangan menyebutkan bahwa keputusan membangun MRT murni sebuah keputusan politik. Alih-alih mencari keuntungan dari sebuah investasi besar, menurut Jokowi, pembangunan MRT semata-mata untuk menjadikan Jakarta sebagai kota yang lebih baik.
Suasana di Depo kereta MRT (Ratangga) di Lebak Bulus, Jakarta. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
“Negara sebesar Indonesia, masa baru punya MRT sekarang? Itupun putusan politik. Kita putuskan saat saya jadi gubernur dengan Pak Ahok. Kenapa 30 tahun enggak diputuskan dibangun? Karena setiap dipaparkan ke gubernur yang dibahas selalu untung dan rugi. Transportasi massal itu rugi!” ungkap Jokowi di Istora Senayan, Kamis (21/3).
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, investasi yang dikeluarkan pemerintah tidak akan sebanding dengan pemasukan dari pengoperasian MRT. Dari perhitungan inilah Jokowi mengklaim bahwa pembangunan MRT didasari pada keputusan politik, bukan hitungan dagang untung-rugi. Meski demikian Jokowi optimistis bahwa kehadiran MRT akan berdampak positif bagi kehidupan Jakarta selanjutnya.
MRT Siap Layani Warga di Jakarta
Setelah butuh waktu puluhan tahun, persiapan yang alot hingga putusan politik yang rumit, Jakarta akan segera punya moda transportasi baru. Didesain dengan begitu ciamik, pemerintah berharap, masyarakat kepincut dan berpaling ke MRT. Seperti yang pernah Jokowi ungkapkan, MRT bukan sekadar menghadirkan moda transportasi tapi juga mengajarkan kebudayaan baru bagi masyarakat.
Selamat datang, Ratangga. Selamat melaju di Jakarta.