Selama Jadi Komut Jasa Marga, Sikap Refly Harun Tetap Kritis

5 September 2018 15:36 WIB
Sebagian Jajaran Direksi dan Komisaris JSMR yang baru setelah RUPSLB, Rabu (5/9). (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sebagian Jajaran Direksi dan Komisaris JSMR yang baru setelah RUPSLB, Rabu (5/9). (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Refly Harun terpental dari posisinya sebagai Komisaris Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk, setelah digantikan oleh Sapto Amal Damandari, melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang berlangsung Rabu (5/9). Pakar Hukum Tata Negara itu, menduduki jabatan tersebut sejak Maret 2015.
ADVERTISEMENT
Selain Refly, RUPSLB juga mencopot Teguh Boediarso dari posisi komisaris. Direktur Utama Jasa Marga, Desi Arryani, mengatakan pencopotan Refly dan Teguh bukan wewenang direksi. Itu sudah ditetapkan oleh pemegang saham dwi warna atau Kementerian BUMN.
“Ini wewanang saham dwi warna sehingga ada keputusan ini. Jadi bukan wewenang kami,” kata Dessi dalam konferensi pers seusai RUPSLB di Hotel Bidakara, Jakarta.
Sebelum menduduki posisi itu, Refly yang merupakan lulusan Fakultas Hukum UGM Jogja, pernah menjadi staf khusus Menteri Sekretaris Negara, Pratikno. Meski ada di lingkungan istana dan kemudian jadi komisaris di BUMN, sikap politik Refly tetap netral.
Hal itu tercermin antara lain dari pernyataan-pernyataannya di berbagai forum dan media sosial. Salah satu cuitan terakhirnya sebelum dicopot dari jabatan Komut Jasa Marga menyatakan, “Menjadi netral itu tidak mesti selalu di tengah. Yang lebih penting, membenarkan yang dianggap benar dan mengkritik yang dianggap salah. Tentu sebatas pengetahuan yang kita punya.”
ADVERTISEMENT
Tak sekedar netral, peraih gelar master dari i Universitas Indonesia dan gelar LL.M dari University of Notre Dame, AS, ini bahkan dalam beberapa polemik tetap bersikap kritis. Terkait syarat ambang batas (presidential treshold) pencalonan presiden dan wakil presiden, dia mendukung gugatan atas syarat tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Refly Harun. (Foto: Instagram/@reflyharun)
zoom-in-whitePerbesar
Refly Harun. (Foto: Instagram/@reflyharun)
Bahkan dia menilai, MK seharusnya mengabulkan gugatan tersebut. “Meski tidak ada pengaruh untuk Pilpres 2019, MK sebaiknya tetap mengabulkan permohonan penghapusan ambang batas. Kalau tidak, bibit pemimpin bangsa (Anies, Bima Arya, Ganjar, Ridwan Kamil, Risma dll.) tak akan bisa masuk arena karena slot pencalonan milik oligarki elite parpol!” tulis dia di akun twitter pribadinya @ReflyHZ.
Secara terbuka, Refly bahkan mengkritik Presiden Joko Widodo yang tak lagi melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam pergantian menteri (reshuffle) di kabinet.
ADVERTISEMENT
“Calon menteri hrsnya di-screening dengan bantuan KPK utk meliat potensi korupsinya. Di awal, Jokowi melakukan ini, tapi sayang tidak pernah lagi kettka reshuffle dilakukan. Ayo, kerja-kerja dan bersih-bersih diduetkan!,” tulis Refly.
Apakah sikap kritis itu yang membuat Refly diganti? Tak ada yang dapat memastikan. Apa pun alasannya, pergantian memang menjadi wewenang pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN. Refly pun melepas jabatannya dengan penuh haru.