Sengkarut Lahan Depo LRT Jabodebek di Bekasi

21 Februari 2019 9:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di Kampung Jati Terbit, Kelurahan Jati Mulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, RT/01 RW/07. Foto: Abdul Latif/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di Kampung Jati Terbit, Kelurahan Jati Mulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, RT/01 RW/07. Foto: Abdul Latif/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Progres proyek kereta ringan Light Rail Trasit (LRT) Jabodebek masih buntu pada persoalan pembebasan tanah di Kabupaten Bekasi. Tanah seluas 10,5 hektare (ha) rencananya akan dimanfaatkan sebagai depo LRT Bekasi.
ADVERTISEMENT
Persoalan pembebasan lahan ini membuat target penyelesaian proyek molor. Awalnya, PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) selaku kontraktor menjanjikan proyek LRT Jabodebek bisa selesai paling lambat Maret 2020. Namun karena ada masalah terhambatnya pembangunan depo, proyek LRT Jabodebek diperkirakan baru bisa rampung April 2021.
Hambatan yang terjadi sebenarnya bukan persoalan penolakan dari warga. Bahkan bisa dibilang seluruh warga sepakat untuk mendukung proyek infrastruktur pemerintah. Hanya saja mereka meminta adanya diskusi yang terbuka dan win-win solution.
Suasana di Kampung Jati Terbit, Kelurahan Jati Mulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, RT/01 RW/07. Foto: Abdul Latif/kumparan
“Karena akibat proses pembebasan lahan seolah-olah (warga) menolak. Tapi berikanlah informasi yang jelas. Dijelaskan aja ini kan era keterbukaan,” ujar Ketua Forum Komunikasi Kampung Jati Terbit (FKKJT), Sondi Irwanto Silalahi, kepada kumparan, Kamis (21/2).
ADVERTISEMENT
Adapun lahan yang menjadi sengketa ada di RT/01 RW/07 Kampung Jati Terbit, Kelurahan Jati Mulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Secara umum kawasan yang akan digunakan sebagai depo LRT Jabodebek dimiliki 500 Kepala Keluarga (KK). Jumlah tersebut terbagi masing-masing 150 warga memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), sementara 350 sisanya tidak memiliki SHM. Selain itu, hingga kini baru sekitar 42 KK yang telah mendapatkan kompensasi berupa uang.
Hanya saja Sondi menekankan 350 warga yang tidak memiliki sertifikat setiap tahunnya masih membayar administrasi. Salah satunya seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
“Kita punya daftar administrasi lo di sini. Kita bayar PBB juga. Berarti kita masyarakat resmi dong. Iya kan? Kita punya RT/RW, kita punya KK di sini, KTP di sini, akte lahir anak di sini, kan gitu,” sambungnya.
Suasana di Kampung Jati Terbit, Kelurahan Jati Mulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, RT/01 RW/07. Foto: Abdul Latif/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai gantinya, Sondi meminta kompensasi kepada pemangku kepentingan dalam hal ini Adhi Karya maupun pemerintah setempat bahwa sebagian warga atau sekitar 300 KK meminta ganti rugi Rp 6 juta per meter persegi (m2) untuk tanah dan bangunan. Sementara sekitar 108 KK meminta ganti rugi hingga Rp 30 juta meter persegi.
“Itu di kampung sebelah untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Padahal masih satu kelurahan sama kita. Tapi mereka bisa dapat harga Rp 7-11 juta per meter persegi. Itu termasuk tanah dan bangunan ya,” sambungnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Arie Yuriwin, bilang bahwa pemerintah akan menggunakan sistem konsinyasi jika memang hal tersebut dibutuhkan. Cara ini dipakai agar persoalan lahan tidak berlarut-larut yang bikin proyek LRT Jabodebek bergerak di tempat.
ADVERTISEMENT
Arie menegaskan tanah sengketa merupakan tanah milik pemerintah. Dia mengatakan bahwa warga hanya diberikan hak untuk menggarap bukan memiliki sepenuhnya.
"Nah itu para sebagian besar (warga) menolak untuk diinventarisasi, identifikasi dan juga membuat surat penolakan. Nah tentunya yang seperti itu kalau mereka tidak setuju dan sebagainya itu potensi untuk kita konsinyasi," ujar Arie.
PT Jasa Marga akan melakukan penutupan tiga lajur Tol Jakarta-Cikampek arah Cikampek dan Jakarta dari Bekasi Barat hingga Tambun mulai Selasa (17/17) malam pada pukul 21.00 hingga Rabu (18/7) pukul 05.00. Foto: Antara/Risky Andrianto
Konsinyasi merupakan penitipan uang atau barang pada pengadilan guna pembayaran utang/ganti rugi. Konsinyasi pembebasan lahan ini merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dengan konsinyasi, waktu pembebasan lahan menjadi lebih pasti.
Arie pun berharap pembebasan lahan ini dapat rampung pada Maret-April 2019. Sebab, pihaknya masih harus negosiasi kepada warga yang ngotot meminta nilai kompensasi sekitar Rp 6 juta per meter persegi (m2) untuk luas tanah dan bangunan.
ADVERTISEMENT
"Enggak bisa minta nilainya sendiri karena nilai itu ditentukan oleh penilai KJPP," tuturnya.