Serikat Karyawan dan Asosiasi Pilot Garuda Tolak Hasil RUPS

20 April 2018 9:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
CEO PT Garuda Indonesia Pahala N Mansury. (Foto: Reuters/Beawiharta)
zoom-in-whitePerbesar
CEO PT Garuda Indonesia Pahala N Mansury. (Foto: Reuters/Beawiharta)
ADVERTISEMENT
Maskapai nasional Garuda Indonesia merombak jajaran direksi dan komisaris, serta menetapkan rencana penerbitan obligasi senilai Rp 10 triliun. Keputusan itu diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, yang berlangsung Kamis (19/4).
ADVERTISEMENT
Menanggapi keputusan itu, Sekretariat Bersama Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menyatakan menolak hasil RUPSLB tersebut. Dalam pernyataan tertulis yang diterima kumparan (kumparan.com), Jumat (20/4), Serikat Karyawan dan Asosiasi Pilot Garuda (APG) menilai keputusan RUPSLB tidak memberikan harapan perbaikan bagi kondisi maskapai tersebut.
“Untuk itu kami meminta pemerintah dan pemegang saham, melakukan evaluasi terhadap hasil RUPS tersebut,” demikian dinyatakan dalam surat pernyataan yang ditandatangani Ketua Umum Sekarga, Ahmad Irfan, dan Presiden APG, Capt. Bintang Hardiono.
Dalam RUPSLB, Kamis (19/4), Garuda mencopot Puji Nur Handayani sebagai Direktur Produksi. Kemudian RUPSLB menambahkan dua posisi direksi yakni Direktur Operasi yang dijabat Triyanto Moeharsono dan Direktur Niaga Domestik yang dijabat Nina Sulistyowati. Nina sebelumnya menjabat Direktur Marketing dan Teknologi Informasi.
ADVERTISEMENT
Di jajaran komisaris, juga ada dua nama baru yakni Herbert Timbo Parluhutan Siahaan dan Luky Alfirman. Timbo sebelumnya anggota komisaris di Citilink, sedangkan Luky adalah Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, menggantikan posisi yang sebelumnya diisi Isa Rachmatarwata.
Pesawat Garuda (Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat Garuda (Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)
Sedangkan global bond yang disetujui RUPSLB akan diterbitkan, yakni sebesar USD 750 juta atau lebih dari Rp 10 triliun, diproyeksikan untuk membayar utang Garuda yang akan jatuh tempo pada Juli tahun ini dan tahun 2020 nanti.
Sementara itu penolakan Sekarga sebelumnya sudah diungkapkan, atas keputusan RUPS pada 12 April 2017 lalu. Sekarga menilai, hasil RUPS saat itu tidak mencerminkan semangat efisiensi, serta sosok di manajemen dianggap tidak dapat memperbaiki kinerja dan kondisi Garuda.
ADVERTISEMENT