Siasat Pemerintah Hadapi Lifting Minyak yang Terus Turun

11 Januari 2019 19:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Lifting minyak dalam negeri terus menunjukkan penurunannya. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM mencatat realisasi lifting 2018 sebesar 778 ribu barel per hari (bph), meleset dari target yang dipatok dalam APBN sebesar 800 ribu bph.
ADVERTISEMENT
Dalam proyeksi kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tahun lalu bahkan sudah menurunkan target lifting 2018 dari yang sudah ditetapkan pemerintah. Pada Oktober tahun lalu, SKK Migas merilis outlook lifting minyak sampai akhir 2018 hanya bisa mencapai 766 ribu bph atau 97 persen dari target.
Jika ditilik lebih jauh lagi, pada 2017 realisasi lifting juga tidak tercapai yakni hanya 803 ribu bph atau 98,6 persen dari target APBN-P 2017. Tercatat dalam tiga tahun terakhir (2016-2018), hanya pada 2016 lifting minyak melampaui target dari 820 ribu bph menjadi 822 ribu bph.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengakui penurunan ini terjadi karena banyak lapangan yang sudah tua. Secara alamiah, jika umur sumur sudah uzur, produksi pun akan berkurang.
ADVERTISEMENT
"Secara alamiah memang turun. Minyak diambil ya habis," kata dia dalam pemaparan kinerja sektor migas 2018 di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (10/1).
Pemerintah pun mencari siasat untuk menutupi lifting minyak yang terus turun ini. Djoko menjelaskan, dalam jangka pendek, pihaknya mencari cara untuk mempertahankan laju produksi dan lifting minyak agar tidak semakin anjlok dengan menerapkan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) di sumur-sumur yang sudah tua.
Pengeboran minyak lapangan Jatiasri-9 (Foto: Antara/Dedhez Anggara)
zoom-in-whitePerbesar
Pengeboran minyak lapangan Jatiasri-9 (Foto: Antara/Dedhez Anggara)
Cara lain, adalah dengan memasang cooler atau pendingin pada mesin-mesin penggenjot minyak seperti yang dilakukan di Blok Cepu. Dengan cooler, diharapkan, produksi bisa terjadi. Apalagi, pemerintah terus menaikkan target produksi di Cepu.
"Di Cepu itu kan awal POD (plan of development) sebanyak 165 ribu bph loh. Lalu kita upayakan 185 ribu bph, terus ke 220 ribu bph dengan memasang cooler," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Djoko berharap produksi minyak di Blok Cepu bisa terjaga kestabilannya hingga tahun depan. Setelah itu, lapangan Kedung Keris di Blok Cepu yang sudah berproduksi tahun ini bisa diandalkan pada saat produksi Cepu turun pada 2021.
Pada 2021, pemerintah juga berharap produksi dari Blok Rokan bisa meningkat seiring dengan bakal ditandatanganinya kontrak Pertamina di sana yang sudah memiliki 100 persen sahamnya.
Kata Djoko, setelah ditandatangani dalam waktu dekat, Pertamina bakal melakukan pengeboran bersama Chevron dalam masa transisi ini. Ini dilakukan agar produksi di Rokan tidak anjlok.
"Lalu EOR pada 2022 sudah mulai produksi yang di Tajum dan Medco, bisa 10 ribu barel per hari. Karena di Medco itu, kita tinggal cari, teknologi. Minyak dangkal, luas, kita cari caranya bagaimana teknik produksinya, tidak masalah secara lingkungan. Itu kita komunikasi internal. Itu andalan tiga kita, syukur bisa naik, paling enggak decline-nya bisa ditekan," jelasnya.
ADVERTISEMENT