Siasat Peruri Antisipasi Kelesuan Bisnis Pencetakan Uang

23 Agustus 2018 19:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Uang Rupiah Tanpa Garuda (Foto: Instagram/@muhamadhafidu)
zoom-in-whitePerbesar
Uang Rupiah Tanpa Garuda (Foto: Instagram/@muhamadhafidu)
ADVERTISEMENT
Sejak dicanangkan Bank Indonesia pada 14 Agustus 2014 melalui Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT), transaksi tanpa uang secara fisik (kartal) terus meningkat. Peningkatan terbesar terjadi pada penggunaan uang elektronik, sejalan dengan transaksi jalan tol yang tak lagi menerima penggunaan uang tunai.
ADVERTISEMENT
Mengutip data Bank Indonesia, pertumbuhan volume transaksi uang elektronik dalam lima tahun terakhir, rata-rata mencapai 65,6 persen per tahun. Selain pada sisi volume, peningkatan pesat juga terjadi pada nominal transaksinya.
Perlahan tapi pasti, penggunaan uang fisik (kartal) atau tunai, akan terus berkurang. Perkembangan teknologi membuat transaksi non-tunai jadi keniscayaan, didukung oleh kenyataan bahwa cara bertransaksi tanpa uang tunai seperti itu lebih efisien (hemat), mudah, dan aman.
Perum Peruri sebagai satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang diberi mandat untuk mencetak uang rupiah baik kertas maupun logam, bukannya tak menyadari hal itu. Walaupun memang hingga saat ini, bisnis pencetakan uang masih menyumbang porsi terbesar ke pendapatan perusahaan.
Head of Corporate Secretary Peruri, Eddy Kurnia, menjelaskan pencetakan uang rupiah berkontribusi terbesar bagi pendapatan perusahaan. Di 2017 dari total pendapatan sebesar Rp 3,48 triliun, sebanyak 71 persen dari pencetakan rupiah.
Ilustrasi foto produk Peruri selain uang: Materai (Foto: Instagram @rarefactorymaterai)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi foto produk Peruri selain uang: Materai (Foto: Instagram @rarefactorymaterai)
“Di 2017, Kontribusi terbesar pendapatan Peruri sebesar 71 persen masih dari pencetakan uang rupiah, dan 29 persen dari pencetakan paspor, pita cukai, materai, dan buku pertanahan,” katanya kepada kumparan, Rabu (8/8).
ADVERTISEMENT
Namun ke depan, Eddy memprediksi, pendapatan terbesar Peruri tak lagi berasal dari pencetakan uang rupiah. Menengok beberapa waktu terakhir, Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) terus digalakkan, yang teranyar soal pembayaran tol.
“Mungkin lebih dari dua dasawarsa ke depan, bisnis Peruri akan bertumbu kepada lini bisnis kami yang lain, digital security. Karena penggunaan pencetakan uang akan menurun, meski tidak hilang sama sekali,” ucap Eddy.
Berdasarkan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2017-2021, pendapatan Peruri diproyeksikan mencapai Rp 7,4 triliun di 2021. Dengan komposisi 59 persen dari pencetakan uang, paspor, pita cukai, materai, dan buku pertanahan.
Sementara 32 persen pendapatan ditopang oleh lini bisnis digital security yang saat ini dikembangkan anak usaha, PT Peruri Digital Security (PDS). Sedang 9 persen sisanya diproyeksikan dari pencetakan mata uang asing dan bisnis internasional lain.
Petugas sedang menata uang di Bank Indonesia (Foto: Aditya Noviansyah)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas sedang menata uang di Bank Indonesia (Foto: Aditya Noviansyah)
PDS telah beroperasi sejak 2011 dengan produk keamanan sistem informasi. Adapun salah satu produk dari PDS, yakni New Pelni Ticketing System yang diorder oleh BUMN Pelni dan telah digunakan sejak 2015 lalu.
ADVERTISEMENT
Menurut Eddy, digitalisasi alat pembayaran yang terjadi akhir-akhir ini membuat Peruri mempertimbangkan ekspansi pasar ke produk yang berbasis teknologi informasi, baik mengembangkan produk yang sudah ada, atau membuat produk baru.
“Beberapa peluang bisnis digital sekuriti yang berpotensi dikembangkan Peruri seperti track and trase, government solution, personalisasi paspor, dan smart card,” ujar Eddy yang juga Komisaris PDS.
Menurutnya, jalan tercepat Peruri untuk bisa memasuki pasar baru adalah dengan membangun kerja sama dengan perusahaan lain yang punya kapabilitas dalam digital sekuriti.
Saat disinggung terkait kemungkinan memproduksi kartu uang elektronik, Eddy mengaku hal itu sulit untuk dilakukan karena PDS berfokus pada digital security. Namun jika hanya diminta memproduksi kartu untuk e-money, ke depan bisa dilakukan.
Uang elektronik (Flazz, e money, Tapcash, Brizzi) (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan, Instagram @bankbri_id & @bnipnk46)
zoom-in-whitePerbesar
Uang elektronik (Flazz, e money, Tapcash, Brizzi) (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan, Instagram @bankbri_id & @bnipnk46)
Dia menambahkan, baru-baru ini, PDS juga membeli 55 persen saham PT Cardsindo Tiga Perkasa dengan nilai Rp 35,3 miliar. Dikutip dari laman resmi perushaan, Cardsindo yang berkantor di Tangerang, Banten, merupakan produsen smart card yang memiliki beberapa fitur sekuriti digital, seperti RFID card hingga PVC cards.
ADVERTISEMENT
Perusahaan ini mampu memproduksi kartu uang (finance card) seperti kartu ATM dan debit, juga kartu kredit. Selain itu juga kartu transaksi (transaction card) termasuk uang elektronik dan kartu prabayar.
Sebagai pemilik mayoritas saham di PT Cardsindo Tiga Perkasa, tentu kini bukan persoalan pelik bagi Peruri, untuk mengecap manisnya dampak transaksi non-tunai yang berkembang pesat.