Simpan Bukti Bayar Zakat Anda, Bisa Jadi Pengurang Pajak

12 Juni 2018 13:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Zakat (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Zakat (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Membayar zakat ternyata bisa menjadi pengurang penghasilan kena pajak. Hal ini juga telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dan dipertegas dalam UU UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
ADVERTISEMENT
Kewajiban membayar zakat penghasilan yakni sebesar 2,5% dari penghasilan hanya diperuntukkan bagi umat Islam yang total penghasilan setahunnya mencapai nisab (85 gram emas). Namun, bagi umat Islam yang penghasilannya jika ditotal selama satu tahun tidak mencapai nisab, maka tidak diwajibkan untuk membayar zakat penghasilan.
Deputi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Arifin Purwakananta menjelaskan, mekanisme zakat sebagai pengurang pajak adalah dengan mencantumkan jumlah zakat dalam kolom di bawah penghasilan bruto saat pengisian Surat Pemberitahuan (SPT). Selanjutnya masyarakat dapat melampirkan bukti setor zakat dari Baznas dalam SPT tersebut.
"Zakat yang telah dibayarkan oleh pembayar zakat (muzakki) baik itu melalui Baznas atau LAZ (lembaga amil zakat) akan dikurangi pada penghasilan kena pajak. Hal ini akan menjadikan semangat dalam berzakat sebagai wujud taat beragama serta kepedulian terhadap sesama," ujar Arifin kepada kumparan, Selasa (12/6).
ADVERTISEMENT
Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengatakan, ketentuan zakat yang menjadi pengurang penghasilan kena pajak ini tidak hanya berlaku bagi wajib pajak pemeluk agama Islam. Menurutnya, ada sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Hal tersebut tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) PP No. 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.
Pada Pasal 1 beleid tersebut tertulis: Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi wajib pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam dan/atau oleh wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam, yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
"Jadi bagaimana mengolah, me-manage dana ini, karena ini sama seperti pajak, anda membayar dan tidak mengharapkan ini kembali. Ini tujuannya melakukan pembangunan, ini harus dikelola transparan, dan ini juga menciptakan keyakinan umat," kata Sri Mulyani.