Sistem Kelistrikan Jawa-Bali dan Sumatera Tetap Kompetitif dengan EBT

21 Februari 2019 20:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Energi Baru Terbarukan di Pantai Baru, Bantul Foto: Resya Firmansyah/ kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Energi Baru Terbarukan di Pantai Baru, Bantul Foto: Resya Firmansyah/ kumparan
ADVERTISEMENT
Institute for Essential Services Reform (IESR) melakukan kajian mengenai peta jalan sektor ketenagalistrikan Indonesia. Dalam kajian itu, IESR meneliti bagaimana energi terbarukan dapat melistriki Jawa-Bali dan Sumatera.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, hasil kajian tersebut menyatakan, sistem kelistrikan di Jawa-Bali dan Sumatera dapat dipenuhi kebutuhan listriknya secara andal dengan pasokan listrik dari pembangkit energi terbarukan yang lebih tinggi kapasitasnya daripada yang direncanakan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027.
Selain itu, kata Fabby, kajian ini juga menemukan bahwa penetrasi listrik energi terbarukan sebesar 43 persen dalam bauran energi primer tidak mengurangi keandalan pasokan listrik.
Dari sisi biaya, dengan mengakomodasi pembangkit energi terbarukan sebesar 43 persen, yang lebih tinggi dari proyeksi 23 persen pada 2025 sesuai skenario RUPTL, simulasi biaya sistem yang dihasilkan tidak terlalu berbeda.
Ini artinya, kata dia, walaupun porsi energi terbarukan lebih besar, biaya produksi tenaga listrik di sistem Jawa-Bali dan Sumatera tidak lebih mahal jika dibandingkan dengan sistem dengan porsi PLTU batu bara lebih besar.
Energi Baru Terbarukan di Pantai Baru, Bantul Foto: Resya Firmansyah/ kumparan
"Kajian ini mematahkan mitos yang selama ini dipercayai perencana kelistrikan di pemerintah dan PLN bahwa apabila pembangkit energi terbarukan porsinya lebih banyak akan membuat biaya produksi listrik lebih mahal dan sistem menjadi kurang andal,” kata dia dalam diskusi di Hotel Ashley, Jakarta, Kamis (21/2).
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, kata Fabby, hasil simulasi dalam kajian ini menunjukkan bahwa dengan perhitungan laju pertumbuhan permintaan yang lebih rasional berdasarkan tren sebelumnya, maka kapasitas pembangkit energi terbarukan yang diintegrasikan dapat lebih besar dengan biaya produksi listrik yang masih kompetitif.
Pun dengan memasukkan parameter biaya investasi pembangkit energi terbarukan yang sesuai dengan kondisi saat ini. Selain itu, risiko stranded assets (aset terdampar) juga lebih rendah dibanding dengan sistem yang didominasi oleh PLTU Batu bara.
Bahkan, lanjutnya, hasil dari salah satu skenario porsi energi terbarukan yang lebih tinggi dan penghematan energi yang realistis mengindikasikan adanya penghematan biaya modal (capital expenditure) sebesar 20 persen. Nilai ini setara dengan USD 10 miliar (Rp 140 triliun) dari skenario RUPTL 2018-2027.
ADVERTISEMENT
"Selain itu, dengan adanya penetrasi energi terbarukan yang lebih tinggi, maka didapatkan manfaat-manfaat sosial, kesehatan, penurunan emisi CO2 serta penurunan risiko aset terdampar (stranded asset) PLN di kemudian hari,” paparnya.
Energi Baru Terbarukan di Pantai Baru, Bantul Foto: Resya Firmansyah/ kumparan
Kajian Peta Jalan Sektor Ketenagalistrikan Indonesia ini dilakukan oleh IESR dari Indonesia dan Monash Grid Innovation Hub dari Monash University dari Australia dengan dukungan teknis dari Agora Energiewende di Jerman. Kajian ini dilakukan selama lebih dari 10 bulan dengan berbasis pada RUPTL 2018-2027.
Tim riset Monash University, Agora Energiewende, dan IESR membangun model sistem kelistrikan Jawa-Bali dan Sumatera dan kemudian membuat skenario-skenario alternatif dari RUPTL dan data-data pembangkitan serta jaringan di kedua sistem tersebut.
Kepala Tim Riset dan Pemodel Utama dalam kajian ini yang berasal dari Monash University Ariel Liebman mengatakan, dalam kajian, yang mengintegrasikan investasi untuk pembangkitan dan pengembangan transmisi, merupakan yang pertama kalinya dilakukan untuk Indonesia. Kajian ini menggunakan PLEXOS dari Energy Exemplar, salah satu perangkat lunak tercanggih dan terbaik di dunia untuk perencanaan sistem energi.
ADVERTISEMENT
“Dengan mengintegrasikan perangkat lunak perencanaan kelistrikan yang paling mutakhir saat ini, dan mempertimbangkan kebutuhan listrik di masa depan yang lebih rasional serta memperhitungkan biaya investasi pembangkit energi terbarukan dan energi fosil yang terbaru ke dalam sebuah model tunggal. Karena itu sesungguhnya kita bisa memperoleh solusi energi terbarukan yang tidak saja layak tapi juga dengan biaya yang terjangkau untuk sistem Jawa-Bali dan Sumatera,” imbuhnya.
Energi Baru Terbarukan di Pantai Baru, Bantul Foto: Resya Firmansyah/ kumparan
IESR berharap kajian ini dapat menjadi referensi pembahasan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang dilakukan oleh KESDM dan penysunan RUPTL 2019-2028 dan seterusnya. IESR juga mengimbau Menteri ESDM dan PLN untuk mengkaji asumsi-asumsi yang dipakai selama ini dalam menyusun RUKN dan meninggalkan paradigma lama dalam perencanaan ketenagalistrikan yang masih mengedepankan pembangunan PLTU dengan alasan batu bara merupakan energi murah dan lebih andal.
ADVERTISEMENT
IESR juga mendesak Kementerian ESDM dan PLN untuk meninjau ulang rencana pembangunan PLTU batu bara yang ada saat ini dengan memperhitungkan tren pertumbuhan permintaan listrik dan biaya teknologi pembangkit energi terbarukan terkini untuk mengembangkan skenario penyediaan listrik jangka panjang yang rendah karbon. Hasil RUKN dan RUPTL harus mengakomodasi kepentingan publik melalui proses penyusunan yang transparan dan partisipatif, melibatkan universitas, para ahli, lembaga think-tank, dan masyarakat.
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Air Foto: Shutter Stock
Kasubdit Investasi dan Pendanaan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hanat Hamdi mengatakan, pemerintah mengapresiasi kajian ini. Kata dia, masukan yang diberikan akan menjadi pertimbangan internal di Kementerian ESDM.
Kementerian ESDM, kata dia, juga sudah mengesahkan RUPTL 2019-2028 kemarin. Dalam dokumen itu, porsi bauran energi batu bara sebesar 54,6 persen, energi baru terbarukan 23 persen, gas, 22 persen, dan BBM 0,4 persen.
ADVERTISEMENT
"Kami pada prinsipnya mengapresiasi ini sebagai salah satu masukan buat kami bisa jadi kami pertimbangkan. Jadi terkait dengan dokumen RUPTL itu terkait dengan kebutuhan listrik ke depan. Kami concern pembangkit EBT harus ditingkatkan sesuai dengan porsi EBT 23 persen di 2025," kata dia.