news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Soal Freeport, Terlalu Prematur Sebut Pemerintah Sudah Menang

13 Juli 2018 16:09 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto J. (Foto: Ricad Saka/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto J. (Foto: Ricad Saka/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah menandatangani Head of Agreement (HoA) dengan Freeport McMoRan Inc pada Kamis (12/7), sebagai sebuah langkah untuk mengambil alih 51% saham PT Freeport Indonesia. Menanggapi hal ini, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan kesepakatan tersebut perlu disambut dengan baik. Tapi tidak perlu dianggap suatu kemenangan bagi Indonesia, terlebih lagi untuk memunculkan euforia di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Hikmahanto mengungkapkan sejumlah alasan. Pertama, HoA bukanlah perjanjian jual beli saham. HoA merupakan perjanjian payung sehingga mengatur hal-hal prinsip saja. HoA akan ditindak-lanjuti dengan sejumlah perjanjian.
Perjanjian yang harus dilakukan untuk benar-benar pemerintah memiliki 51% adalah Perjanjian Jual Beli Participating Interest Rio Rinto oleh Pemerintah yang nantinya dikonversi menjadi saham sebesar 40% di PT FI. Lalu perjanjian jual beli saham antara Pemerintah dengan Freeport McMoran sejumlah 5,4%.
Perjanjian-perjanjian di atas harus benar-benar dicermati karena bagi lawyer ada adagium yang mengatakan, "the devil is on the detail" (setannya ada dimasalah detail). Kerap bagi negosiator Indonesia, mereka akan cukup puas dengan hal-hal yang umum saja.
Kedua, menjadi pertanyaan berapa harga yang disepakati untuk membeli Participating Interest di Rio Tinto dan saham yang dimiliki oleh Freeport McMoRan. Ini muncul karena bila konsesi tidak diperpanjang hingga 2021 tentu harga akan lebih murah dibanding bila konsesi mendapat perpanjangan hingga tahun 2041.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini belum jelas apakah pemerintah akan memperpanjang konsesi PT FI atau tidak. Untuk hal ini menjadi pertanyaan apakah pemerintah pasca 2019 (bila ada perubahan) akan merasa terikat dengan HoA yang ditandatangani atau tidak.
Lokasi tambang Freeport (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Lokasi tambang Freeport (Foto: Reuters)
Ketiga hal yang perlu diperhatikan adalah pengaturan pengambil keputusan di RUPS. Apakah ada ketentuan untuk sahnya kehadiran dan pengambilan keputusan harus dilakukan minimal 51%+1, bahkan lebih. Bila demikian meski pemerintah mayoritas namun pengendalian perusahaan masih ada ditangan Freeport McMoRan.
Terlebih lagi bila saham yang dimiliki oleh Freeport McMoRan adalah saham istimewa yang tanpa kehadirannya maka RUPS tidak akan kuorum. Juga bila penunjukan Direksi dan Komisaris harus tanpa keberatan dari Freeport McMoran.
Keempat, bila pemerintah telah menjadi pemegang saham di PT FI dan ada keputusan RUPS untuk meningkatkan modal dan karena satu dan lain hal pemerintah tidak dapat melakukan penyetoran, apakah kepemilikan saham pemerintah akan terdelusi? Sehingga besaran 51% akan turun.
Penandatanganan pokok pokok kesepakatan Divestasi saham PT Freeport Indonesia (Foto: Helmi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penandatanganan pokok pokok kesepakatan Divestasi saham PT Freeport Indonesia (Foto: Helmi/kumparan)
Tentu masih banyak hal-hal detail yang akan menjadi pembahasan antara pemerintah dengan berbagai pihak. Karenanya menyatakan pemerintah menang tentu merupakan suatu pernyataan yang prematur.
ADVERTISEMENT
Bila pemerintah transparan dan akuntabel maka apa yang disepakati dalam HoA sebaiknya dibuka ke publik. Ini untuk mencegah publik merasa dikhianati oleh pemerintahnya sendiri. Toh HoA sudah ditandatangani bukan dalam tahap negosiasi.