Solusi Faisal Basri Perbaiki Neraca Dagang: Ekspor Perawat ke Jepang

27 Maret 2019 19:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Faisal Basri Foto: Ema Fitriyani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Faisal Basri Foto: Ema Fitriyani/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah dinilai perlu mengubah orientasi ekspor, dari ekspor barang menjadi jasa. Sebab saat ini, ekspor jasa lebih besar dibandingkan barang.
ADVERTISEMENT
Adapun selama 2018, defisit neraca perdagangan memang jauh lebih besar dibandingkan neraca jasa. Selama tahun lalu, neraca dagang defisit USD 8,57 miliar, sedangkan neraca jasa defisit USD 7,1 miliar.
Defisit neraca jasa menurun 4,3 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD 7,4 miliar. Sementara neraca dagang selama tahun lalu anjlok dibandingkan 2017 yang mencatatkan surplus USD 11,84 miliar.
"Ekonomi kita bukan penghasil barang lagi tapi penghasil jasa," ujar Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri di Hotel Milenium, Jakarta, Rabu (27/3).
Selain itu, dilihat dari sisi penyumbang devisa terbesar saat ini juga berasal dari sektor jasa.
Adapun surplus pada neraca jasa perjalanan disebabkan oleh meningkatnya kunjungan wisata mancanegara (wisman) ke Indonesia sebesar 7,7 persen (yoy), dari 12,2 juta kunjungan menjadi 13,1 juta kunjungan selama 2018.
Perawat Foto: pixabay
"Penyumbang devisa itu kan jasa, turis sumbang USD 14 miliar, tenaga kerja USD 11 miliar. Jadi kalau dua ini sudah USD 25 miliar. Kita ekspor perawat saja untuk orang-orang tua di Jepang. Barang sudah ke Vietnam semua, Bangladesh, Laos," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Namun dia mengakui, industri ekspor seperti makanan dan minuman hingga komoditas karet memang masih menjadi primadona ekspor Indonesia. Namun, pemerintah perlu membuka mata bahwa keuntungan yang lebih tinggi saat ini berasal dari ekspor jasa.
"Perekonomian kita ditandai oleh sektor-sektor penghasil barang tumbuh 3 persenan, sementara jasa tumbuh 6 persenan," katanya.
Faisal juga menilai, ekspor barang tidak digenjot pun sebenarnya tak masalah. Hal ini menandakan barang-barang yang diproduksi dalam negeri justru diserap oleh kebutuhan dan permintaan domestik.
"Konsumsi naik 5 persenan jadi buat apa ekspor? Tidak berarti ekspor turun jelek, itu penyerapan dalam negeri naik lebih cepat dari pasokannya, jadi ikhlaskan saja," tambahnya.