Sri Mulyani dan BI 'Pede' Dana Asing Tak Akan Hengkang dari RI

6 September 2019 13:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat kerja membahas RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2020 di ruang Badan Anggaran DPR RI, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rapat kerja membahas RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2020 di ruang Badan Anggaran DPR RI, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menanggapi materi Bank Dunia mengenai potensi dana asing keluar (capital outflow) yang lebih besar di Indonesia akibat melambatnya perekonomian global.
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, seluruh negara saat ini juga menghadapi hal yang sama, yakni pertumbuhan ekonomi global yang melambat.
Dia pun optimistis dana asing tak akan keluar dari Indonesia. Menurutnya, pemerintah terus melakukan upaya maupun kebijakan agar investasi tetap menarik di Tanah Air.
"Kita akan perbaiki policy-policy ini untuk menyampaikan bahwa kondisi perekonomian Indonesia yang masih tumbuh di atas 5 persen, dengan inflasinya yang tetap terjaga rendah, dengan perbaikan dari sektor pembangunan, kemiskinan, growing middle class, infrastruktur yang sudah mulai terbangun, ini tetap jadi tempat destinasi yang baik dari investasi," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (6/9).
Namun Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut mengakui, pemerintah perlu bersikap lebih aktif untuk melihat kebutuhan para investor. Tujuannya agar investor tak hanya menyatakan komitmen atau minat berinvestasi, tapi sudah harus direalisasikan.
ADVERTISEMENT
"Kita harus lebih aktif melihat kebutuhan para investor supaya mereka bisa betul-betul menerjemahkan minat investasi jadi aktivitas investasi, tidak hanya sekadar berhenti diminati," jelasnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah), Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menghadiri rapat kerja pembahasan RUU APBN 2020 di Ruang Badan Anggaran RI. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sementara itu, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan, investor masih akan tetap betah menaruh dananya di Indonesia. Apalagi, saat ini gap antara imbal hasil (yield) obligasi Indonesia dengan US Treasury dinilai masih menarik bagi investor.
"Kalau saya lihat, kan apa yang terjadi di Indonesia marketnya masih oke. Spread masih di atas 5,5 persen ya. Dan juga kita lihat fiskal sangat prudent, jadi masih sangat confident lah," kata Destry.
Dia pun menegaskan, potensi outflow saat ini terjadi di seluruh negara. Hal ini pun hanya bersifat sementara.
ADVERTISEMENT
"Itu semua kan tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Kemarin kan kita lihat Trump sama China, tiba-tiba sekarang positif lagi gara-gara 'oh nanti bulan depan ada tradetalk,' marketnya langsung bergerak positif lagi," tambahnya.
Dalam materi presentasi Bank Dunia ke pemerintah yang diterima kumparan, Jumat (6/9), pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus menurun akibat lemahnya produktivitas dan melambatnya pertumbuhan tenaga kerja. Tak hanya itu, melemahnya harga komoditas juga terus menekan perekonomian domestik.
Indonesia juga dinilai akan semakin terpuruk karena masih adanya defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD). Adapun di kuartal II 2019, CAD Indonesia mencapai USD 8,4 miliar atau 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), naik dari kuartal sebelumnya yang hanya 2,6 persen dari PDB.
ADVERTISEMENT
Bank Dunia memproyeksi, CAD Indonesia di akhir 2019 sebesar USD 33 miliar, naik dari tahun sebelumnya yang sebesar USD 31 miliar. Selain itu, investasi asing atau Foreign Direct Investment (FDI) Indonesia hanya USD 22 miliar hingga akhir tahun ini.
Dengan kondisi itu, Bank Dunia menilai, Indonesia membutuhkan dana asing masuk (inflow) minimal USD 16 miliar per tahun untuk menutup gap defisit tersebut.
“Pembiayaan eksternal yang dibutuhkan bisa lebih banyak jika capital outflow yang diprediksi benar-benar terjadi,” tulisnya.