Sri Mulyani Masih Sulit Proyeksi Neraca Perdagangan Indonesia di 2019

16 Januari 2019 20:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah), Menteri BPN/BAPPENAS Bambang Brodjonegoro (kanan), dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjio (kiri) melaksanakan raker Pembahasan Perekonomian 2019 bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (16/1). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah), Menteri BPN/BAPPENAS Bambang Brodjonegoro (kanan), dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjio (kiri) melaksanakan raker Pembahasan Perekonomian 2019 bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (16/1). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah belum bisa memproyeksikan neraca perdagangan selama tahun ini apakah akan kembali mencatatkan defisit atau telah mengalami surplus.
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya masih melihat segala kemungkinan dan perkembangan global serta dampaknya terhadap kegiatan ekspor dan impor sepanjang 2019.
"Neraca dagang nanti kita lihat," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (16/1).
Namun menurut dia, pemerintah saat ini telah berhasil menurunkan impor pada 1.147 komoditas sebagai dampak diberlakukannya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor pada komoditas tersebut. Adapun tarif yang dikenakan bervariasi, mulai dari 2,5-10 persen.
"Dari data kami, impor barang jadi sudah menurun 12,9 persen barang mewah turun 15,4 persen, dan barang konsumsi ada kenaikan 0,5 persen, stagnan saja hampir 0 persen," katanya.
Sementara untuk impor migas, pihaknya belum memegang data terakhir terkait implementasi kebijakan biodiesel 20 persen (B20). Namun dia berharap, kebijakan tersebut sudah mulai berdampak pada impor migas saat ini.
ADVERTISEMENT
"Implementasi B20 diharapkan bisa menekan dari sisi kebutuhan impor minyak kalau sudah gunakan biodiesel," sebutnya.
Pekerja mengecek mobil di IPC Car Terminal, Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (9/1). (Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja mengecek mobil di IPC Car Terminal, Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (9/1). (Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Untuk faktor global, Sri Mulyani menilai masih ada ketidakpastian. Mulai dari perlambatan ekonomi global hingga kenaikan suku bunga acuan The Fed yang bisa lebih rendah dari proyeksi awal dua kali sepanjang tahun ini.
"Yang tidak pasti ekspor dan impor. Karena ekonomi global, tapi kurang lebih tumbuh 6,3 persen ekspor dan impor 7,1 persen. The Fed akan lebih sabar, tapi kami tetap waspadai, dan bukan berarti mereka tidak naikkan suku bunga," kata dia.
Berbeda dengan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sebelumnya mengatakan, neraca perdagangan selama tahun ini masih akan mencatatkan defisit. Hal ini karena impor migas yang masih sulit ditekan dalam waktu singkat.
ADVERTISEMENT
"Belum surplus. Urusan migas nih gimana menyelesaikannya? Setahun kah?" tambahnya.
Selama 2018, neraca perdagangan tercatat defisit USD 8,57 miliar. Angka ini jauh lebih buruk dibandingkan 2017 yang mencatatkan surplus USD 11,84 miliar. Neraca perdagangan ini merupakan yang terparah sepanjang sejarah.
Secara rinci, ekspor migas selama tahun lalu hanya USD 17,4 miliar, sementara impor migas sebesar USD 29,8 miliar. Sehingga neraca migas sepanjang 2018 tercatat defisit USD 12,4 miliar, jauh melebar dibandingkan 2017 yang mencatatkan defisit USD 8,57 miliar.
Neraca minyak mentah selama 2018 masih defisit USD 4 miliar, hasil minyak defisit USD 15,9 miliar, dan gas mencatatkan surplus USD 7,5 miliar.
Sementara itu, ekspor nonmigas selama tahun lalu sebesar USD 162,6 miliar, sementara impor hanya USD 158,8 miliar. Sehingga neraca nonmigas masih mencatatkan surplus USD 3,83 miliar, namun melambat dibandingkan tahun 2017 yang mencatatkan surplus USD 20,4 miliar.
ADVERTISEMENT