Sri Mulyani: Pendapatan dan Belanja Negara Naik di RAPBN 2020

6 September 2019 12:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat Kerja Banggar DPR RI dengan Pemerintah membahas APBN 2020. Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rapat Kerja Banggar DPR RI dengan Pemerintah membahas APBN 2020. Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah mengusulkan postur pendapatan dan belanja negara sementara dalam RUU APBN 2020. Ada beberapa perubahan yang disepakati dari usulan awal Presiden Jokowi dalam Nota Keuangan.
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perubahan asumsi makro menjadi landasan perubahan pendapatan dan belanja negara tersebut. Pendapatan dan belanja negara masing-masing menjadi naik Rp 11,6 triliun dari usulan sebelumnya.
Perubahan tersebut karena asumsi minyak mentah Indonesia atau ICP turun menjadi USD 63 per barel, dari sebelumnya USD 65 per barel. Selain itu, lifting minyak juga dilakukan perubahan dari 734 ribu barel per hari (bph) menjadi 755 ribu bph. Sementara asumsi makroekonomi lainnya tetap seperti usulan di Nota Keuangan.
"Perubahan dari asumsi dasar makro maupun indikator minyak, maka terjadi perubahan di dalam postur RAPBN 2020," ujar Sri Mulyani di Ruang Rapat Banggar DPR RI, Jakarta, Jumat (6/9).
Secara rinci, pendapatan negara diproyeksikan naik Rp 11,6 triliun menjadi Rp 2.233,2 triliun, dari sebelumnya Rp 2.221,5 triliun. Kenaikan pendapatan negara ini naik karena penerimaan perpajakan ditargetkan meningkat Rp 3,9 triliun menjadi Rp 2.232,7 triliun.
ADVERTISEMENT
"Kenaikan perpajakan ini akibat penurunan harga minyak mentah (ICP), lalu kenaikan lifting dan penurunan cost recovery yang menyebabkan nett effect-nya tambahan PPh migas Rp 2,4 triliun," jelasnya.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani (tengah) mengikuti rapat kerja membahas RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2020 di ruang Badan Anggaran DPR RI, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Selain itu, pendapatan negara yang diproyeksikan naik tersebut karena Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ditargetkan menjadi Rp 300 miliar dan cukai hasil tembakau atau rokok menjadi Rp 1,2 triliun
Sedangkan dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga mengalami kenaikan Rp 7,7 triliun menjadi Rp 367 triliun. Ini terdiri dari pendapatan SDA Migas yang diproyeksi naik Rp 6,7 menjadi Rp 127,3 triliun dan kekayaan negara yang dipisahkan naik Rp 1 triliun menjadi Rp 49 triliun.
Belanja negara juga mengalami kenaikan Rp 11,6 triliun dari Rp 2.528,8 triliun menjadi Rp 2.540,4 triliun. Belanja terdiri dari belanja pemerintah pusat yang diproyeksi naik Rp 13,5 triliun menjadi Rp 1.683,5 triliun.
ADVERTISEMENT
Adapun belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp 884,6 triliun dan belanja non-K/L yang mengalami kenaikan Rp 13,5 triliun menjadi Rp 798,9 triliun.
Selanjutnya, transfer ke daerah naik Rp 1,8 triliun menjadi Rp 784,9 triliun dan dana desa tetap menjadi Rp 72 triliun.
"Karena subsidi energi turun Rp 12,6 triliun, maka belanja negara juga turun Rp 11,2 triliun. Tapi kita ada penambahan di belanja non K/L untuk kebutuhan mendesak Rp 21,7 triliun dan ada kenaikan Dana Bagi Hasil (DBH) Rp 1,4 triliun. Maka jika dihitung lagi belanja negara tetap naik Rp 11,6 triliun," kata Sri Mulyani.
Namun demikian, defisit anggaran dalam RAPBN 2020 ditargetkan tetap sebesar Rp 307,2 triliun atau 1,76 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
ADVERTISEMENT
"Defisit ini akan kami pertahankan sesuai dalam RUU Nota keuangan APBN 2020 yaitu 1,76 persen dari PDB," tambahnya.