Sri Mulyani Pertahankan Kurs Rp 14.400 per Dolar AS Tahun Depan

13 September 2018 15:54 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan, Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (04/09/2018). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan, Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (04/09/2018). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah menyatakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam RAPBN 2019 tetap dipertahankan di level Rp 14.400. Angka ini juga masuk dalam range yang diproyeksikan Bank Indonesia (BI) senilai Rp 14.300-14.700 per dolar AS.
ADVERTISEMENT
Dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI, Senin (10/9), beberapa anggota komisi keuangan dan perbankan tersebut meminta pemerintah dan BI mengubah asumsi makro nilai tukar rupiah dalam RAPBN 2019.
Menurut mereka, hingga saat ini kurs rupiah sudah berada di level Rp 14.800 per dolar AS, melebihi target dalam RAPBN 2019 yang dipatok Rp 14.400 per dolar AS.
"Angka Rp 14.400. Dan BI sampaikan range kemarin, tahun depan dinamika dan fluktuasi lebih kecil dari tahun ini," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Kamis (13/9).
Lembaran mata uang rupiah dan dollar AS diperlihatkan di salah satu jasa penukaran valuta asing di Jakarta. (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
zoom-in-whitePerbesar
Lembaran mata uang rupiah dan dollar AS diperlihatkan di salah satu jasa penukaran valuta asing di Jakarta. (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Sri Mulyani menjelaskan, kurs rupiah sebesar Rp 14.400 per dolar AS tersebut dinilai sudah realistis dengan mempertimbangkan sejumlah dampak dan risiko. Menurutnya, perang dagang antara AS dan mitra dagangnya tak terlalu besar mempengaruhi perekonomian Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Dari sisi dampak, meskipun dampak secara langsung trade war tidak terlalu besar, dampak tidak langsung dari sisi psikologi maupun fund manager ke negara berkembang tetap harus diantisipasi," jelasnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan, kenaikan suku bunga The Fed, ketatnya likuiditas dolar AS, perang dagang, serta krisis mata uang di negara berkembang akan berdampak pada psikologis aliran modal di Indonesia.
"Pengaruh psikologis arus modal ke dalam negeri, utamanya portofolio. Ini komponen penting ke SBN (Surat Berharga Negara). Karena sampai saat ini kepemilikan SBN asing ada sekitar 39 persen," tambahnya.