Sri Mulyani Sebut Pelemahan Rupiah Masih Berlanjut hingga 2019

10 September 2018 16:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi uang Dolar Amerika Serikat dan rupiah. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi uang Dolar Amerika Serikat dan rupiah. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah melihat tekanan terhadap nilai tukar rupiah masih akan berlanjut hingga tahun 2019. Hal ini tak terlepas dari pengaruh normalisasi kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS), perang dagang AS dan China, serta aliran modal asing di negara berkembang yang menurun.
ADVERTISEMENT
Adapun berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), nilai tukar rupiah pada 7 September 2018 mencapai Rp 14.884 per dolar AS. Angka ini justru melebihi target kurs rupiah dalam APBN 2018 yang sebesar Rp 13.400 per dolar AS maupun target dalam RAPBN 2019 yang sebesar Rp 14.400.
"Kondisi global, dari sisi trade maupun normalisasi kebijakan AS, capital flow di negara emerging karena adanya sentimen negatif dari war trade, capital inflow menurun, Indonesia tak terkecuali," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (10/9).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (4/9/2018). (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (4/9/2018). (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Namun demikian, menurut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, pemerintah akan tetap mengantisipasi dampak pelemahan kurs rupiah terhadap APBN, termasuk menghitung postur penerimaan maupun belanja negara akibat tekanan rupiah.
ADVERTISEMENT
"Dalam hal ini kurs domain Bank Indonesia, namun kita semua perlu menghitung konsekuensi postur ke APBN, baik dari sisi penerimaan maupun belanja negara," jelasnya.
Sri Mulyani sebelumnya juga menjelaskan, setiap pelemahan rupiah terhadap dolar AS sebrsar Rp 100 di tahun ini, penerimaan negara akan bertambah sebesar Rp 4,7 triliun, sementara belanja negara juga akan bertambah Rp 3,1 triliun. Sehingga pelemahan kurs tersebut positif ke APBN sebesar Rp 1,6 triliun.
"Setiap rupiah depresiasi Rp 100, penerimaan negara nambah Rp 4,7 triliun, tapi belanja negara juga naik Rp 3,1 triliun, jadi positifnya Rp 1,6 triliun," tambahnya.