Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya
Starbucks Tutup 8.000 Gerai untuk Beri Edukasi Antirasis Pegawainya
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Hal ini dilakukan menyusul kasus penangkapan dua konsumen ‘kulit hitam’ di salah satu gerai Starbucks di Philadelphia pada April lalu, setelah manajer Starbucks melapor ke polisi karena melihat dua orang 'berkulit hitam' tersebut hanya duduk tanpa memesan.
Para analis keuangan memperkirakan Starbucks harus merelakan sekitar USD 5 juta atau Rp 70 miliar hingga USD 7 juta atau sekitar Rp 98 miliar keuntungan dalam bisnisnya hilang. Meskipun, sekitar 6 ribu gerai Starbucks berlisensi akan tetap buka di beberapa lokasi, seperti bandara.
Penangkapan dua konsumen Starbucks ‘kulit hitam’ pada bulan April lalu itu memang memicu protes dan tuduhan diskriminasi ras pada gerai kopinya. Padahal, selama ini Starbucks dikenal karena sikap liberalnya terhadap isu-isu sosial, salah satunya adalah pernikahan sesama jenis.
ADVERTISEMENT
“Kami masih bercita-cita untuk menjadi tempat di mana semua orang merasa disambut,” kata Ketua Eksekutif Starbucks Howard Schultz dikutip dari AP News, Rabu (30/5).
Pelatihan bekerja sama dengan Pertahanan Hukum dan Dana Pendidikan NAACP, Institut Persepsi, dan kelompok advokasi. Kegiatan selama empat jam ini memberikan pekerja Starbucks pengetahuan sejarah hak masyarakat sipil dari tahun 1960 hingga saat ini. Salah satunya dengan pemutaran film pendek dokumenter.
Saat ditanya tentang biaya penyelenggaraan pelatihan tersebut, Starbuck menolak untuk berkomentar. Dia hanya mengatakan jika biayanya cukup besar, termasuk kerugian yang harus ditanggung perusahaan.
"Kami tidak melihat kegiatan tersebut sebagai biaya. Kami melihatnya sebagai investasi pada para pekerja kami dan juga terhadap nilai-nilai budaya jangka panjang Starbucks,” kata Howard lagi.
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan jika para pekerja Starbucks yang mengikuti pelatihan tersebut akan dibayar penuh. Pelatihan seperti yang dilakukan Starbucks ini juga biasa digunakan perusahaan lainnya, seperti departemen kepolisian. Kegiatan ini dibuat dengan tujuan membuka pikiran pekerja tentang prasangka dan stereotip.
“Penangkapan itu seharusnya tidak pernah terjadi. Sejak insiden tersebut, kami mengumumkan bahwa siapa pun dapat menggunakan toiletnya, bahkan kalau dia tidak membeli apapun,” tutup Howard.