Strategi Jonan Bantu Penguatan Rupiah dari Sektor ESDM

5 September 2018 7:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wilayah kerja Blok Mahakam (Foto: AFP/John Macdougall)
zoom-in-whitePerbesar
Wilayah kerja Blok Mahakam (Foto: AFP/John Macdougall)
ADVERTISEMENT
Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk memperkuat nilai tukar rupiah, termasuk dengan mengendalikan barang impor di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, hal itu pada sisi lain juga memberi peluang industri nasional mengambil peran dalam setiap proyek sektor ini.
ADVERTISEMENT
“Memang (pengurangan impor juga) untuk menghidupkan industri dalam negeri. Kalau memakai produk dalam negeri memang otomatis impor terpangkas. Kurangnya impor itu juga akibatnya saja, karena kita pakai produk dalam negeri,” katanya di Kantor Kementerian ESDM di Jakarta, Selasa (4/9) malam.
Di sektor ESDM, setidaknya ada tiga strategi untuk mendukung upaya-upaya penguatan rupiah. Yakni implementasi perluasan mandatori B20, penjadwalan ulang beberapa proyek kelistrikan dan migas sehingga bisa mengurangi, serta memastikan devisa hasil ekspor bidang sumber daya alam, seperti minerba dan migas kembali ke Tanah Air.
Menteri ESDM juga menampik anggapan bahwa sektor sektor migas menjadi penyebab lebarnya defisit neraca perdagangan nasional. “Secara volume tidak naik terus, kalau nilai memang iya, karena menyesuaikan harga dunia,” kata Jonan.
Menteri ESDM Ignasius Jonan (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri ESDM Ignasius Jonan (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
Dalam melihat neraca perdagangan migas, menurutnya juga harus diperhitungkan penerimaan negara dari lifting migas. Penerimaan negara yang dimaksud, adalah nilai lifting migas yang memberi kontribusi senilai USD 3,57 miliar pada kuartal II 2018.
ADVERTISEMENT
Jika ditambah dengan ekspor migas bagian kontraktor senilai USD 2,97 miliar pada periode yang sama, maka neraca sektor migas masih surplus USD 0,25 miliar. Angka itu berasal dari pencatatan total ekspor yang sebesar USD 6,54 miliar, dikurangi impor sektor migas yang terdiri dari minyak mentah, produk dan LPG sepanjang kuartal II 2018 senilai USD 6,29 miliar.
Sementara jika ditotal sepanjang semester I 2018, defisitnya sekitar USD 280 juta atau sekitar Rp 40 miliar per hari. “Selalu orang membandingkan neraca perdagangan migas, ekspor nya berapa impormnya berapa, Akan tetapi bukan itu, penerimaan juga dilihat. Cuma sedikit selisihnya,” tambahnya.
Kapal tanker LNG  (Foto:  AFP PHOTO / ROSLAN RAHMAN)
zoom-in-whitePerbesar
Kapal tanker LNG (Foto: AFP PHOTO / ROSLAN RAHMAN)
Menurut dia, dengan gambaran seperti itu, meningkatnya harga minyak dunia tidak menjadi pertimbangan untuk menaikkan harga BBM. Jonan menjelaskan kalau harga BBM dinaikkan, tidak langsung berpengaruh menekan konsumsi.
ADVERTISEMENT
“Coba bayangkan defisit Rp 40 miliar per hari, kalau setahun Rp 15 triliun. Bandingkan dengan total GDP per tahun sebesar Rp 12.000 triliun, berarti defisit sebesar 1,25 per mil. Jika dibandingkan per jumlah penduduk 265 juta maka defisit per penduduk untuk BBM sebesar Rp 56.600 per orang per tahun. Jadi apa perlu BBM naik?” pungkas Jonan.