Strategi SKK Migas Genjot Produksi di Lapangan-lapangan Tua

5 Januari 2018 19:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja beraktivitas di Lapangan Senipah (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja beraktivitas di Lapangan Senipah (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Jumlah lapangan tua atau mature field di blok migas di Indonesia saat ini semakin bertambah. Ketika lapangan migas sudah uzur, biaya untuk mengangkat minyak mentah ke permukaan semakin mahal. Menjelang berakhirnya kontrak, produksi semakin menurun.
ADVERTISEMENT
"Dari review yang dilakukan SKK Migas, produksi blok yang akan habis masa kontraknya atau terminasi biasanya produksinya turun di tahun terakhir," kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Amien Sunaryadi, dalam konferensi pers di Kantor SKK Migas, Jakarta, Jumat (5/1).
Dia pun mencontohkan Total E&P Indonesie yang mengelola Blok Mahakam. Di akhir masa kontrak, produksi migas di blok tersebut hanya sekitar 96,7% dari target. Pun blok lain yang kontraknya akan habis, menurut Amien produksinya tak sesuai target.
"Karena mereka tidak mau investasi besar-besaran di akhir masa kontrak, makanya produksinya pasti turun," jelasnya.
Oleh karena itu, SKK Migas telah meminta Kementerian ESDM untuk menunjuk operator blok migas jauh-jauh hari sebelum masa kontrak habis. Misalnya kontrak habis di 2023, operator baru ditunjuk sejak 2018.
ADVERTISEMENT
"Jadi tidak perlu menunggu kontraknya habis. Kalau ditentukan jauh-jauh hari, di tahun terakhir operator baru bisa melakukan pengeboran melalui operator eksisting seperti yang dilakukan Pertamina di Blok Mahakam," katanya.
Tak hanya itu, untuk menjaga produksi migas di lapangan tua, terdapat dua teknologi yang dapat dimanfaatkan. Kedua teknologi itu ialah Enhanced Oil Recovery (EOR), dan Electrical Submersible Pump (ESP).
Amien membeberkan, EOR adalah metode yang digunakan untuk memperoleh lebih banyak minyak setelah menurunnya proses produksi primer (secara alami), yaitu menggunakan energi alami yang berasal dari reservoir itu sendiri.
Sementara ESP merupakan sebuah alat berupa pompa yang dibenamkan dalam fluida minyak yang mempunyai kedalaman yang sangat jauh dari permukaan tanah dan diameter lubang yang sangat kecil untuk mengalirkan minyak bumi dari dalam perut bumi.
ADVERTISEMENT
"ESP bisa mulai dilakukan di 2018, untuk EOR mungkin baru bisa di 2019-2020," paparnya.