Sulitnya Meraih Berkah Ekspor dari Pelemahan Rupiah

9 Mei 2018 10:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi mata uang Dolar. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mata uang Dolar. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)
ADVERTISEMENT
Pelemahan rupiah seharusnya bisa membawa berkah berupa kenaikan nilai ekspor bagi Indonesia. Karena untuk volume barang yang sama, eksportir akan menerima pembayaran dolar AS (USD) yang lebih besar.
ADVERTISEMENT
Sayangnya berkah itu belum bisa diraih, akibat bahan baku dan mesin produksi untuk menghasilkan barang ekspor, masih banyak diimpor dari luar negeri. Pengamat perdagangan internasional dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengungkapkan, saat ini 90% bahan baku produksi merupakan barang impor. Sehingga ketika rupiah melemah, kegiatan produksi juga otomatis akan terpukul.
Itulah yang membuat neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit, dalam beberapa waktu terakhir. Selama kuartal I 2018, laju eskpor hanya sebesar 6,17% (yoy), lebih rendah dibandingkan impor yang tumbuh 12,75% (yoy).
Menurut Fithra, yang terpenting bagi pengusaha bukan rupiah menguat atau melemah untuk mendorong neraca perdagangan. Yang dibutuhkan pebisnis, ujarnya, adalah nilai kurs yang stabil dan terus terjaga.
ADVERTISEMENT
"Sekarang ini yang paling penting bukan depresiasi atau apresiasi, tapi bagaimana menjaga nilai rupiah ini tetap stabil. Kalau pun rupiah tiba-tiba terapresiasi (menguat), (akan jadi) masalah juga bagi ekspor," ujar Fithra kepada kumparan (kumparan.com), Rabu (9/5).
Ekspor Mobil Toyota (Foto: TMMIN)
zoom-in-whitePerbesar
Ekspor Mobil Toyota (Foto: TMMIN)
Untuk jangka pendek mengatasi persoalan perdagangan ini, lanjut Fithra, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) seharusnya bisa melalukan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas rupiah. Sementara jangka menengah, pemerintah dapat mencari pasar nontradisional sebagai tujuan ekspor.
Untuk jangka panjang, pemerintah perlu meningkatkan sumber daya ekonomi regional. Dan BI perlu memperbanyak pertukaran mata uang dengan negara lain untuk mendukung sektor perdagangan (bilateral currency swap agreement/BCSA).
"Menjaga kurs itu penting saat ini. Untuk jangka menengahnya, industri ini harus menguat dan mencari partner dagang yang sifatnya nontradisional. BCSA juga bisa menjadi salah satu jalan selain intervensi rupiah di cadangan devisa," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sepanjang 2018, nilai rupiah terhadap dolar AS (USD) telah melemah 3,6% (year to date/ytd). Nilai tukar mata uang Garuda telah melampaui Rp 14.000/USD sejak Senin (7/5), nilai terendahnya sejak Desember 2015. Mengutip data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), pada Rabu (9/5) pagi ini, kurs rupiah mencapai Rp 14.074/USD.