Susi Ajak Pengusaha Jepang Agresif Berinvestasi di 6 Pulau Terluar RI

31 Mei 2018 14:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Susi meeting dengan pengusaha Jepang. (Foto: Arifin Asydhad/ kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Susi meeting dengan pengusaha Jepang. (Foto: Arifin Asydhad/ kumparan)
ADVERTISEMENT
Sekitar 60 pengusaha Jepang mengikuti breakfast meeting bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Di depan mereka, Susi meyakinkan para pengusaha untuk mau berinvestasi membangun bisnis kelautan dan perikanan di 6 pulau terluar Indonesia. Susi minta mereka untuk agresif dan gerak cepat. Bila tidak, akan keduluan pengusaha-pengusaha dari negara lain.
ADVERTISEMENT
Di Ruang Kiku, Hotel Imperial, Tokyo, Kamis (31/5), Susi memaparkan perkembangan terkini industri kelautan dan perikanan, serta rencana jangka panjang pemerintah Indonesia selama satu jam. Para pengusaha yang hadir merupakan pengusaha bonafid, yang di antaranya sudah pernah berinvestasi di Indonesia dan ingin menambah investasinya. Antara lain Marubeni Corporation, Itochu, FTI Japan Co Ltd, Nakatani Co Ltd dan Kesennuma Seijyo Reitougyo Cooperative.
Utusan khusus pemerintah Indonesia untuk Jepang Rachmat Gobel mengapresiasi acara ini. Banyaknya pengusaha yang hadir, kata Rachmat Gobel, karena Susi termasuk salah satu menteri yang disegani oleh pengusaha Jepang. “Jadi, wajar kalau mereka hadir ingin mendengarkan pemaparan Bu Susi,” kata Rachmat yang ikut hadir mendampingi Susi.
Breakfast meeting ini bertemakan ‘Country Update: Current Indonesia’s Fisheries Industry-Business and Invesment Opportunities in the 6 Outer Islands of Indonesia’. Acara dibuka oleh Dubes RI untuk Tokyo Arifin Tasrif. Program ini terselenggara berkat kerja sama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), KBRI Tokyo, dan JETRO (Japan External Trade Organization).
ADVERTISEMENT
Dalam sambutannya, Arifin menyampaikan, acara ini digelar bersamaan dengan 60 Tahun Kerja sama Indonesia dan Jepang. Para pengusaha Jepang perlu mendapatkan informasi perkembangan industri kelautan dan perikanan, serta peluang bisnis di Indonesia, terutama di 6 pulau terluar. Enam pulau terluar itu adalah Sabang (Aceh), Natuna (Kepulauan Riau), Morotai (Maluku Utara), Saumlaki (Maluku), Moa (Maluku), dan Biak Numfor (Papua).
Menteri Susi, Dubes RI di Jepang dan Rachmat Gobel (Foto: Arifin Asydhad/ kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Susi, Dubes RI di Jepang dan Rachmat Gobel (Foto: Arifin Asydhad/ kumparan)
“Saya nanti akan ajak Anda untuk datang ke 6 pulau terluar itu untuk melihat bagaimana keindahan dan besarnya potensi laut dan keramahan masyarakatnya di sana,” kata Arifin.
Potensi bisnis di 6 pulau terluar itu sangat besar. “Tapi nanti Ibu Susi yang akan menyampaikan lebih detil. Bu Susi ini lembut dan sangat cinta laut. Jadi, jangan ragu untuk bertanya,” pinta Arifin.
ADVERTISEMENT
Executive Vice President JETRO Yuri Sato juga mendorong agar para pengusaha Jepang untuk segera berinvestasi di Indonesia, karena Indonesia sedang melakukan akselerasi ekonomi, termasuk di bidang kelautan dan perikanan. Banyak sekali peluang bisnis, antara lain membangun pelabuhan, konstruksi, pembangunan kapal, coaching, dan sebagainya. “JETRO siap menjembatani Anda untuk berinvestasi di Indonesia,” ujar Yuri.
Susi mengawali paparannya dengan memperlihatkan peta Indonesia lengkap dengan gambaran ZEE (zona ekonomi eksklusif). Susi memperlihatkan betapa luasnya Indonesia dan besarnya potensi bisnis kelautan dan perikanan. Susi kemudian mengisahkan dirinya yang tinggal di sebuah kecamatan kecil di pinggir Samudera Hindia: Pangandaran, Jawa Barat. Jauh sebelum menjadi menteri, Susi berbisnis produk laut dan perikanan dari tempat tinggalnya. Bekerja sama dengan para nelayan setempat dengan melibatkan 1.200 kapal kecil, Susi bisa bisa mengeskpor produk laut dan perikanan ke negara lain.
ADVERTISEMENT
Namun, sekitar tahun 2000-an, penangkapan ikan mulai dilakukan secara serampangan. Sekitar 1.300 kapal eks asing diberi izin oleh pemerintah untuk menangkap ikan. Namun, kenyataannya kapal eks asing yang beredar di perairan Indonesia 40 kali lipatnya. Alat tangkap yang digunakan juga tidak ramah lingkungan. Akibatnya, praktik illegal fishing ini mengakibatkan stok ikan di laut Indonesia menipis, kerusakan lingkungan dan ekosistem terjadi, dan jumlah nelayan berkurang dari 1,3 juta menjadi hanya 800 ribu.
Menteri Susi beri penjelasan ke pengusaha Jepang (Foto: Arifin Asydhad/ kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Susi beri penjelasan ke pengusaha Jepang (Foto: Arifin Asydhad/ kumparan)
Begitu menjadi menteri, Susi langsung bergerak cepat memberantas illegal fishing. Kapal-kapal eks asing yang melanggar UU ditindak tegas dan ditenggelamkan setelah ada vonis bersalah. Susi juga melakukan deregulasi untuk memperketat penangkapan ikan di laut, termasuk melarang penggunaan cantrang dan alat-alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Setelah pemerintah konsisten membuat aturan baru dan melakukan penegakan hukum, lambat laun stok ikan pun meningkat. Pada tahun 2013, stok ikan Indonesia tercatat 7,3 juta ton. Namun saat ini stok ikan sekitar 13 juta ton. Kini, nelayan semakin mudah menangkap ikan. Bahkan, di Pulau Natuna, nelayan sangat mudah memperoleh ikan tuna seberat 70-90 kg hanya dengan melaut sekitar 5 mil dari bibir pantai. Kesejahteraan nelayan pun meningkat. Neraca perdagangan ikan juga surplus. Bahkan saat ini Indonesia nomor satu di ASEAN, menggeser Thailand.
Kini, Susi melanjutkan programnya dengan memperkuat industri kelautan dan perikanan. Salah satu yang dikembangkan adalah membangun industri di 6 pulau terluar, yaitu Sabang (Aceh), Natuna (Kepulauan Riau), Morotai (Maluku Utara), Saumlaki (Maluku), Moa (Maluku), dan Biak Numfor (Papua). “Pengembangan industri kelautan dan perikanan di 6 pulau terluar sebagai upaya melakukan food security, juga defense security,” kata Susi.
ADVERTISEMENT
Susi dengan tegas ingin memprioritaskan para pengusaha Jepang untuk berinvestasi membangun 6 pulau terluar tersebut. “Silakan berkoordinasi. Di sini juga hadir Dirut PT Perindo (Perikanan Indonesia) dan Dirut PT Perinus (Perikanan Nusantara), dua perusahaan BUMN, yang bisa bapak dan ibu untuk ajak kerja sama,” kata Susi. Dirut Perindo Risyanto Suanda dan Dirut Perinus Dendi Anggi Gumilang hadir ke Tokyo khusus mengikuti acara ini dan melakukan pertemuan dengan para pengusaha Jepang.
Banyak sekali yang bisa dikembangkan di 6 pulau terluar. Antara lain membangun pelabuhan, membangun logistik, membangun cold storage, membangun kapal, mengembangkan teknologi penangkapan dan pengolahan, melakukan pelatihan-pelatihan, membangun mesin-mesin es dan juga pemasaran.
“Di Morotai misalnya. Selama ini distribusi ikan tuna yang ditangkap nelayan harus dibawa dari Morotai melalui Bitung yang menghabiskan waktu 8 jam. Setelah itu dibawa ke Makassar, kemudian baru diterbangkan ke negara tujuan. Ini sangat tidak efisien. Bapak-bapak bisa membangun sistem transportasi yang lebih cepat. Dari Morotai bisa dibawa langsung ke Davos maupun Palau lewat udara, misalnya,” kata Susi.
Menteri Susi dan Chairman Jetro Horoyuki  (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Susi dan Chairman Jetro Horoyuki (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
Pemerintah memang sudah menetapkan investor asing tidak bisa berinvestasi dalam proses penangkapan ikan. “Tapi selain penangkapan, kami buka seluas-luasnya. Kami buka seratus persen,” ujar Susi. Pemerintah tentu akan memberikan bantuan dan insentif dalam upaya pembukaan investasi di bidang ini.
ADVERTISEMENT
Susi berharap para pengusaha Jepang untuk agresif membuka investasi di 6 pulau terluar ini. “Silakan membuat konsorsium. Saya memberikan prioritas kepada Anda semua. Tapi harus cepat. Kalau tidak cepat, nanti pengusaha dari negara lain yang akan ambil,” pinta Susi.
Untuk memperjelas peluang investasi, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi, mendetailkan peluang bisa di masing-masing 6 pulau terluar. Seusai breakfast meeting, Susi melanjutkan pertemuan one on one dengan sejumlah pengusaha Jepang. Hingga pukul 15.00 waktu Tokyo, pertemuan masih berlangsung.