news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Teguran Jokowi dan Fakta Soal Defisit Neraca Migas

11 Juli 2019 8:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers di Bandara Halim, Jakarta, Kamis (27/6). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers di Bandara Halim, Jakarta, Kamis (27/6). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur kinerja Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri ESDM Ignasius Jonan karena tingginya angka impor minyak dan gas (migas) yang memicu defisit neraca perdagangan.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Jokowi dalam rapat bersama sejumlah menteri kabinet kerja untuk membahas perkembangan ekonomi Indonesia di Istana Bogor, Senin (8/7). Dalam kesempatan tersebut, Jokowi didampingi Wapres Jusuf Kalla.
"Neraca perdagangan kita, Januari-Mei ada defisit USD 2,14 miliar. Coba dicermati angka ini dari mana, kenapa impor sangat tinggi? Migas juga naiknya gede sekali. Hati-hati di migas pak menteri ESDM, bu menteri BUMN, karena paling banyak ada di situ," kata Jokowi.
Berikut soal kinerja neraca perdagangan:
1. Kinerja Migas Defisit USD 3,74 Miliar
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Mei 2019, neraca dagang Indonesia surplus USD 210 juta. Namun secara total sepanjang Januari-Mei 2019, neraca dagang mengalami defisit USD 2,14 miliar.
ADVERTISEMENT
Sementara jika ditelisik lebih jauh, total nilai ekspor migas Indonesia pada periode itu USD 5,34 miliar, sementara nilai impor sebesar USD 9,08 miliar. Artinya secara kumulatif kinerja migas Indonesia defisit USD 3,74 miliar.
Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno di MoU EPC RDMP Kilang Balikpapan di Gedung Utama Pertamina, Jakarta, Senin (10/12). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
2. Jokowi Ingin Kinerja Migas Surplus
Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, Jokowi menegur 2 menterinya bertujuan positif agar kinerja migas Indonesia bisa surplus. Jokowi menginginkan anak buahnya tersebut bekerja lebih keras dalam menekan angka impor migas.
"Harus positif, bukan defisit, harus surplus. Surplus itu artinya ekspor harus lebih tinggi daripada impor itu. Tapi kalau kita lihat, kenapa lebih banyak impornya daripada ekspornya karena konsumsi (BBM) makin naik, penduduk makin naik, mobil makin naik. Kemudian juga bukan hanya defisit, subsidinya makin banyak," katanya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Rabu (10/7).
ADVERTISEMENT
JK menjelaskan, perlu ada langkah untuk mengurangi konsumsi BBM masyarakat, salah satunya dengan mengurangi subsidi. Diharapkan dengan subsidi berkurang sehingga harga BBM lebih mahal, masyarakat tak akan bepergian jika tak perlu.
"Kalau mengimpor banyak, konsumsinya makin banyak. Jadi konsumsinya harus dikurangin. Salah satunya mengurangi subsidi itu. Supaya orang jangan ada yang seenak keliling-keliling kota tanpa urusan, begitu kan contohnya seperti itu," jelas Jusuf Kalla.