Temuan BPK: Markup Perjalanan Dinas Kemendes hingga Pemborosan PLN

18 September 2019 9:40 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi uang rupiah Foto: Maciej Matlak/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi uang rupiah Foto: Maciej Matlak/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru saja menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2019 ke DPR.
ADVERTISEMENT
Dalam pemeriksaan itu, BPK menemukan sebanyak 14.965 permasalahan senilai Rp 10,35 triliun. Jumlah tersebut meliputi 7.236 permasalahan kelemahan sistem pengendalian internal lembaga, 7.636 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp 9,68 triliun serta 93 permasalahan ketidakhematan dan ketidakefektifan senilai Rp 676,81 miliar.
Salah satu temuan BPK yang menjadi sorotan adalah adanya penggelembungan kebutuhan dana untuk perjalanan dinas di sejumlah Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp 25,43 miliar.
Adapun pembayaran perjalanan dinas ganda/melebihi ketentuan ini ada di Kementerian Desa, Pembangunan, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. BPK mencatat adanya belanja perjalanan dinas yang dibayarkan ganda kepada pegawai sebesar Rp 4,91 miliar, belanja perjalanan dinas berindikasi tidak riil sebesar Rp 993,56 juta, belanja perjalanan dinas luar negeri tidak sesuai SBM sebesar Rp 184,03 juta.
Ilustrasi BPK RI (Badan Pemeriksaan keuangan). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Ada juga kelebihan pembayaran biaya perjalanan dinas pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mencakup pembayaran belanja perjalanan dinas dalam negeri tidak sesuai dengan SBM sebesar Rp 3,06 miliar, kemudian pembayaran belanja perjalanan dinas luar negeri di mana terdapat selisih harga tiket dibandingkan harga konfirmasi ke maskapai penerbangan, kesalahan perhitungan jumlah hari perjalanan, dan ketidaksesuaian dengan SBM sebesar Rp 1,28 miliar.
ADVERTISEMENT
Lalu, BPK juga menemukan adanya kelebihan pembayaran atas biaya perjalanan dinas sebesar Rp 2,17 miliar pada Kementerian Pertahanan, antara lain bukti tiket perjalanan tidak sesuai dengan bukti yang dikeluarkan oleh penyedia jasa, selisih harga tiket yang dipertanggungjawabkan dengan yang dikeluarkan oleh pihak penyedia jasa, serta pembayaran biaya perjalanan tidak berdasarkan perincian pengeluaran riil.
Kemudian, permasalahan biaya perjalanan dinas ganda dan/atau melebihi ketentuan juga terjadi pada 38 K/L lainnya sebesar Rp 11,37 miliar.
Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Foto: Akbar Ramadhan/kumparan
Selain itu, BPK juga menemukan adanya pemborosan yang terjadi di PLN sebesar Rp 275,19 miliar. Pemborosan ini terjadi pada specific fuel consumption (SFC) Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) mobile power plant (MPP) Batam. Itu dioperasikan dengan bahan bakar high speed diesel (HSD), lebih tinggi dibandingkan batas SFC Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berbahan bakar minyak sebesar Rp 198,69 miliar.
ADVERTISEMENT
“Lalu, PT Indonesia Power/PT IP (anak perusahaan PT PLN) menanggung dampak take or pay (ToP) sebesar Rp 36,97 miliar, atas jasa sewa compressed natural gas (CNG) pada Pembangkit Listrik Tambak Lorok. Permasalahan pemborosan lainnya sebesar Rp 39,53 miliar," demikian dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2019.
Sebagai informasi, BPK melakukan pemeriksaan keuangan atas 1 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), 85 LK Kementerian Lembaga (LKKL), 1 LK Bendahara Umum Negara (LKBUN), 18 LK Pinjaman dan Hibah Luar Negeri, 542 LK Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2018 serta 4 LK Badan Lainnya.