news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Tiba-tiba Ditagih Pajak Rp 32 Miliar

10 Agustus 2019 9:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pajak Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pajak Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Seorang wajib pajak di Jawa Timur bernama Adi (bukan nama sebenarnya), mengaku kaget saat didatangi petugas pajak di kediamannya dan diminta melunasi tunggakan sebesar Rp 32 miliar.
ADVERTISEMENT
Seperti dilansir ABC, Sabtu (10/8), pajak tersebut terkait dengan transaksi bisnis enam perusahaan yang menggunakan namanya. Sementara Adi mengaku tidak pernah mendirikan perusahaan atau bahkan meminjam uang hingga Rp 32 miliar.
"Transaksi tersebut melibatkan enam bisnis yang berbeda, mulai dari pertanian hingga tekstil, semuanya. Saya bingung, kenapa bisa pakai identitas saya?" ujar Adi kepada ABC.
Ditjen Pajak Duga Ada Penyalahgunaan NIK
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menduga ada penyalahgunaan data kependudukan terkait tagihan penunggakan pajak terhadap seorang warga Jawa Timur bernama Adi (bukan nama sebenarnya) senilai Rp 32 miliar.
"Saya belum terinfo secara detail tentang kasus itu. Tapi dari artikel itu sepertinya masalah penyalahgunaan data identitas kependudukan," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama kepada kumparan.
Direktur P2 Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
Hestu memastikan, petugas pajak di Kantor Perwakilan Pajak (KPP) Jawa Timur akan menangani kasus tersebut sesuai fakta-fakta yang ada. Sehingga nantinya diketahui siapa sebenarnya yang harus bertanggungjawab atas kewajiban pajak.
ADVERTISEMENT
"Temen-temen di KPP akan menangani secara proper, termasuk mencari pihak yang sebenarnya bertanggung jawab atas kewajiban pajak tersebut. Akan ditangani sesuai fakta-fakta di lapangan oleh teman-teman di KPP," jelasnya.
Lemahnya Basis Data Indonesia
Dengan adanya kasus tagihan pajak kepada Adi tersebut, ABC menulis adanya kelemahan pada penyimpanan data elektronik di Indonesia.
Sebagai contoh, Indonesia memiliki satu basis data yang menyimpan sejumlah informasi sensitif, seperti nama, alamat, Nomor Identitas Kependudukan (NIK), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), biometrik, jenis kelamin, dan agama.
Informasi ini tak hanya dibagikan ke berbagai lembaga pemerintah, tapi juga swasta. Hal ini juga dinilai tidak adil lantaran pemerintah hanya mempublikasikan perusahaan mana yang bekerja sama untuk mendapatkan informasi tersebut, sementara jenis data apa saja yang dibagikan tidak pernah dipublikasikan.
Ilustrasi e-KTP. Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Adapun dalam surat tagihan pajak yang salinannya juga dilihat oleh ABC, Adi ditagih pajak juga termasuk NPWP. Namun ABC tidak dapat secara independen memverifikasi klaimnya tentang identitas yang dicuri.
ADVERTISEMENT
Keenam perusahaan yang tagihan pajaknya di kirim ke Adi diduga sudah bangkrut. Dengan bantuan kantor pajak Indonesia dan teman-temannya, Adi mengatakan salah satu pelakunya telah ditemukan.
"Pelakunya mengatakan dia diberi sejumlah informasi pribadi yang berbeda [dari internet], dan dia memilih NIK saya," katanya.
"Orang itu mengaku telah menggunakan nomor arsip pajaknya sehubungan dengan satu perusahaan, tetapi tidak pada lima perusahaan yang lain. Jadi pasti masih ada [pelakunya] yang lain," kata Adi seperti dilansir ABC.