Tiket Pesawat Masih Mahal, Ada Cara Mudah KPPU Buktikan Dugaan Kartel

4 Maret 2019 6:09 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deretan pesawat di Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang. Foto: AFP PHOTO / Adek Berry
zoom-in-whitePerbesar
Deretan pesawat di Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang. Foto: AFP PHOTO / Adek Berry
ADVERTISEMENT
Ada cara mudah bagi Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU, untuk membuktikan dugaan kartel dalam penentuan harga tiket pesawat, yang hingga kini dirasakan masih mahal oleh masyarakat. Dari diskusi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) yang membahas soal harga tiket pesawat ini, dugaan kartel sangat kuat.
ADVERTISEMENT
Menurut mantan Ketua KPPU, Nawir Messi, masyarakat mempertanyakan tarif penerbangan domestik yang justru lebih mahal dari penerbangan internasional, yang secara jarak dan lama penerbangan tidak jauh berbeda.
“Pengamatan sepintas, ini menunjukkan tiket LCC (Low Cost Carrier) termurah di domestik, kurang lebih dua kali lipat dari harga kelas yang sama dengan jarak dan lama terbang yang sama di rute-rute internasional,” katanya dalam diskusi online, Minggu (3/3).
Nawir mengaku telah menguji pandangannya tersebut, dengan membandingkan harga tiket pesawat yang dijual di online travel agent (OTA), untuk jadwal perjalanan dua pekan ke depan. Fokus perbandingkan, dilakukan pada LCC.
Menurutnya, untuk perjalanan luar negeri didapati rute Jakarta-Singapura USD 32 (Rp 448.000); Jakarta-Kualalumpur USD 27 (Rp 378.000); Jakarta-Bangkok USD 35 (Rp 490.000).
ADVERTISEMENT
“Bandingkan dengan harga tiket LCC pada hari yang sama di rute domestik yang dari sisi jarak dan lama terbang tidak jauh berbeda dengan rute international. Seperti Jakarta-Medan Rp 818.000; Jakarta-Padang Rp 775.000; Jakarta-Denpasar Rp 972.000. Harga-harga ini belum termasuk tax,” paparnya.
Gedung KPPU RI Foto: Abdul Latif/kumparan
Senada dengan Nawir, Ekonom Senior INDEF Didik J. Rachbini mengungkapkan, melonjaknya harga tiket penerbangan domestik dan terus bertahan mahal bahkan dibandingkan dengan penerbangan internasional, menjadi indikasi kuat praktik kartel.
“Ada persaingan tidak sehat, yang membuat industri penerbangan bersaing secara tak sehat. Kalau semakin bersaing, harusnya menjadi lebih efisien. Low cost carrier bermunculan dan masyarakat banyak menikmati harga tiket murah,” ujarnya.
“Sekarang sejak akhir tahun 2018, harga tiket pesawat meningkat pesat dan tidak turun kembali sebagai tanda ada indikasi praktek persaingan tidak sehat,” imbuh Didik.
ADVERTISEMENT
Nawir menegaskan, kalaupun mahalnya harga avtur dan pajak (PPN) di Indonesia dituding sebagai penyebab tiket pesawat penerbangan domestik jadi lebih mahal, seharusnya perbedaan harga dengan penerbangan internasional tak sampai dua kali lipat.
Aplikasi Check In penumpang pesawat Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Menurutnya, kalau pajak avtur dituding menjadi biang persoalan, seharusnya perbedaan harga dengan rute-rute internasional yang setara hanya sekitar 10 persen. Ditambah dengan beban pajak lain 10-15 persen, maka maksimum selisih antara tiket internasional dan domestik hanya sekitar 20-25 persen.
"Dugaan faktor harga avtur jelas tidak dapat dipertanggung jawabkan," tandasnya.
Bahkan, harga tiket terus merangkak naik ketika harga avtur turun.  Dan kenaikan harga itu, menurut Nawir, dilakukan secara bersamaan oleh semua maskapai tanpa kecuali.
"Argumen bahwa ini tidak dikoordinasikan menjadi sangat tidak masuk akal ketika harga tidak pernah beranjak turun, meskipun masa-masa puncak (peak season) telah terlewati," pungkas dia.
Infografik persaingan sengit Lion Air vs Garuda Indonesia Foto: Nunki Lasmaria Pangaribuan
ADVERTISEMENT