UGM: Dari 100 Bungkus Rokok di Warung, 7 di Antaranya Ilegal

20 September 2018 18:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers Ditjen Bea Cukai Kemenkeu soal Rokok Ilegal, Jakarta, Kamis (20/9/2018). (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers Ditjen Bea Cukai Kemenkeu soal Rokok Ilegal, Jakarta, Kamis (20/9/2018). (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil riset Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Universitas Gadjah Mada (UGM), dari 100 bungkus rokok di warung yang berada di sekitar masyarakat, terdapat 7,04 bungkus rokok ilegal atau tak bercukai.
ADVERTISEMENT
Menurut Peneliti P2EB UGM Arti Adji, riset dilakukan di 66 kabupaten/kota dengan tingkat konsumsi rokok yang tinggi, 149 kabupaten/kota dengan tingkat konsumsi menengah dan 69 kabupaten/kota dengan tingkat konsumsi rendah.
“Kabupaten/kota yang kami sampling ini tersebar di 16 provinsi. Dari 100 bungkus rokok di warung-warung, ada 7,04 bungkus rokok tidak bercukai,” katanya di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (20/9).
Dia membeberkan, penelitian ini sebenarnya sudah dilakukan selama 5 kali. Di tahun 2010, rokok yang beredar sekitar 6,24 persen, tahun 2012 sebesar 8,24 persen, tahun 2014 sebesar 11,73 persen dan tahun 2016 sebanyak 12,14 persen.
Dadang Mulya, pria yang mengaku ada di bungkus rokok. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan dan Dok.tobaccolabels.ca)
zoom-in-whitePerbesar
Dadang Mulya, pria yang mengaku ada di bungkus rokok. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan dan Dok.tobaccolabels.ca)
“Di tahun 2018 ini menurun. Tampaknya memang sekarang ini pemerintah lebih menggiatkan law enforcement (penegakkan hukum),” ucap Arti.
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan dengan asumsi perputaran stok adalah 52 kali dalam setahun, maka diestimasi nilai pelanggaran industri rokok tak bercukai yang berpotensi menurunkan penerimaan negara dalam setahun berkisar antara Rp 909-980 miliar.
Menurut Arti dalam melakukan riset di 2018, pihaknya melakukan pembelian 16 ribu bungkus rokok di warung-warung untuk mengestimasi magnitude rokok ilegal. Dia menyebut, sistem survei ini merupakan pendekatan baru dalam penelitian rokok ilegal.
“Kami harapkan penelitian ini bisa dipakai sebagai strategi penurunan rokok ilegal, optimisasi penerimaan cukai dalam menurunkan rokok ilegal dan feedback untuk struktur tarif cukai,” ujarnya.