Uni Eropa Diskriminatif ke Produk Perikanan RI, Susi Ajukan Protes

14 Oktober 2019 13:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pekerja membongkar muatan ikan dari kapal nelayan. Foto: ANTARA FOTO/Yogi Rachman
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pekerja membongkar muatan ikan dari kapal nelayan. Foto: ANTARA FOTO/Yogi Rachman
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data ‎Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat ekspor ikan Indonesia kalah dengan Vietnam.
ADVERTISEMENT
Pada tahun lalu, nilai ekonomi ekspor ikan Vietnam telah mencapai USD 8,9 miliar. Sementara Indonesia baru diproyeksikan melakukan ekspor ikan senilai USD 5,9 miliar pada tahun 2020.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, salah satu penyebab nilai ekspor Vietnam lebih unggul dari Indonesia yakni karena tarif impor Vietnam ke Uni Eropa sudah 0 persen. Vietnam mendapatkan fasilitas sistem preferensi umum atau Generalized System of Preferences (GSP).
"Kalau Eropa persoalan kita (ekspornya) harus lewat Vietnam, mereka punya GSP, punya 0 persen impor tarif," jelas Susi Pudjiastuti saat ditemui di kantornya, ‎Jakarta, Senin (14/10).
Sementara untuk Indonesia, menurut dia, dikenakan tarif impor sebesar 20 persen oleh Uni Eropa. Jika dipaksakan ekspor langsung, harga ikan Indonesia akan menjadi tak bersaing lantaran ‎terlalu mahal dibandingkan ikan negara lain.
ADVERTISEMENT
"Produk kita sekarang ini tidak bisa masuk Eropa karena terlalu mahal jadinya, produk kita plus 20 persen, Vietnam 0 persen," tegasnya.
Susi Pudjiastuti pun mengaku tak terima dengan perlakuan diskriminatif Uni Eropa ini. Menengok ikan yang diekspor Vietnam berasal dari Indonesia. ‎Dia mengaku telah menyampaikan keberatan itu ke pejabat Uni Eropa saat bertemu.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyampaikan konferensi pers sekaligus menyerahkan Penghargaan Penegakan Hukum Bidang Kelautan dan Perikanan di Gedung Mina Bahari, Jakarta, Rabu, (9/10/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
"Ya waktu kemarin saya ketemu sama Karmenu Vella, Komisioner Uni Eropa‎, kita protes karena tidak mau kasih kita 0 persen. Masa negara yang curi ikan dapat 0 persen, Indonesia yang dicuri bayar 20 persen," ucap Susi.
Dia menjelaskan, Uni Eropa memberlakukan tarif ekspor sebesar 20 persen lantaran memandang Indonesia merupakan negara besar dengan perekonomian yang baik. Hal itu tercermin dari Indonesia yang kini menjadi anggota G20.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut Susi Pudjiastuti, hal itu tak bisa diterimanya. Dia menambahkan pada 2015, Amerika Serikat telah membebaskan tarif ekspor ikan karena Indonesia‎ telah melakukan upaya illegal fishing, dan diketahui pula ikan yang diekspor Vietnam berasal dari Indonesia.
"AS sejak tahun 2015 sudah bebaskan impor tarif karena kita terangin illegal fishing, mereka mau membebaskan tanpa perundingan bertele-tele. Untuk Uni Eropa ini memang harus ada perundingan, itu Mendag (Menteri Perdagangan) sama Menlu (Menteri Luar Negeri) karena enggak bisa, bukan kewenangan saya," papar Susi.