Uni Eropa yang Tak Lagi Menjadi Pasar Utama Produk Sawit Indonesia

17 April 2018 12:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perkenalan Produk Asian Agri oleh Kelvin Tio. (Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Perkenalan Produk Asian Agri oleh Kelvin Tio. (Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan)
ADVERTISEMENT
Permasalahan kampanye negatif kelapa sawit Indonesia di Uni Eropa terus bergulir. Padahal, jika diamati, Indonesia dan Uni Eropa seharusnya bisa menjalin hubungan simbiosis mutualisme layaknya pedagang dan pembeli.‬
ADVERTISEMENT
‪Menanggapi permasalahan ini, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri, Siswo Pramono, mengungkapkan jika melihat data, Uni Eropa memang pernah menjadi pasar terbesar bagi produk kelapa sawit Indonesia. Tetapi sekarang tidak.‬
‪"Kalau kita berbicara tahun 1990, itu oke, mereka (Uni Eropa) pasar utama Indonesia. Karena 74% minyak kelapa sawit waktu itu dijualnya ke Eropa," ujarnya di sela acara 'Executive Oil Palm Program’ di perkebunan sawit milik Asian Agri, di Tungkal Ulu, Jambi, Selasa (17/4).‬
‪Namun, jika melihat data terbaru, Uni Eropa bukan lagi pasar terbesar bagi produk sawit Indonesia. Namun Indonesia tak khawatir kehilangan Uni Eropa sebagai pasar utama karena posisinya kini digantikan oleh China, Pakistan dan negara-negara di Afrika.
ADVERTISEMENT
‪"Saat ini hanya 18% (ekspor sawit ke Uni Eropa). Saat ini pasar terbesar adalah India, kemudian baru China dan juga Pakistan," imbuhnya.‬
‪Menyoal penurunan tersebut, salah satu penyebab adalah jumlah volume ekspor yang turun drastis karena Uni Eropa seperti menutup diri demi melindungi petani lokal mereka.‬
‪"Mereka (Uni Eropa) mau melindungi petaninya. Contohnya Jerman dan Prancis, kedua negara itu petani Rapeseed Oil (RSO) meningkat," ujarnya.‬
Perkenalan Produk Asian Agri oleh Kelvin Tio. (Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Perkenalan Produk Asian Agri oleh Kelvin Tio. (Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan)
‪Diketahui, Uni Eropa sendiri memang terus dorong pertumbuhan minyak nabati domestik, khususnya rapeseed, minyak bunga matahari dan minyak kedelai. Parlemen Uni Eropa juga sedang berupaya menjadikan rapeseed dan minyak bunga matahari menjadi komoditas dominan di Uni Eropa.‬
Siswo menambahkan, Uni Eropa menggunakan beberapa kebijakan sebagai salah satu upaya mengurangi masuknya kelapa sawit di nasional. Namun, sama seperti nasib apakah kelapa sawit merusak lingkungan, kebijakan ini juga memiliki perdebatan terkait tenggat waktu penerapannya.
ADVERTISEMENT
"Itu ada beberapa pendapat juga. Ada yang 2021, ada yang 2030. Artinya mereka juga lagi berunding itu mau yang mana yang dipakai," tambahnya.
Saat dikonfirmasi bagaimana pendekatan yang sudah dilakukan oleh pemerintah, ia menjelaskan bahwa selama ini pemerintah melihat peta pendapat soal kelapa sawit di Eropa sangat fleksibel dan dinamis.
"Pendekatannya perusahaan ke perusahaan, karena masih ada yang membutuhkan palm oil indonesia. Nah kemudian parlemen ke parlemen, kita ingatkan mereka bahwa mereka bukan pasar besar,” sebutnya.
Ia juga memberikan penjelasan soal langkah kongkrit yang sedang dilakukan oleh pemerintah. Misalnya dengan mencari pasar ekspor baru yang sangat potensial. Selain itu, langkah tersebut, Indonesia juga telah membentuk sebuah organisasi yang menaungi negara-negara penghasil kelapa sawit. Menurutnya, harapannya, organisasi ini mampu membuat posisi tawar lebih untuk para produsen kelapa sawit.
Pekerja membawa kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / Chaideer Mahyuddin)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja membawa kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / Chaideer Mahyuddin)
“Kemarin semua duta besar sudah kita panggil, semua duta besar yang ada di luar negeri. Kita panggil ke Jakarta dan mereka diinstruksikan untuk cari pasar baru. Council of Palm Oil Producers Countries (CPOCP), untuk memanage yang memiliki kepentingan sama dengan Indonesia. Ini seperti organisasi OPEC-nya palm oil,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
‪Sebagai gambaran, data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menunjukkan, total ekspor Indonesia atas produk CPO ke Uni Eropa hingga Oktober 2017 mencapai 4,37 juta ton atau hanya sekitar 20% dari total ekspor produk kelapa sawit.‬ Indonesia merupakan salah satu pemasok sawit terbesar ke Uni Eropa.
‪Mengangkat dari sudut pandang berbeda, menurut riset Europe Economics yang berjudul Economic Impact of Palm Oil Import in the EU pada 2014 lalu, mengungkapkan bahwa setiap tahun Uni Eropa mengimpor 6,4 juta ton minyak sawit dari Indonesia dan Malaysia. ‬Sekitar 40% yang diimpor tersebut digunakan untuk biodiesel dan juga pembangkit listrik. Sedangkan sisanya, digunakan untuk bahan pangan dan bahan kosmetik.‬
‪Banyaknya kelapa sawit yang masuk ke Uni Eropa ini juga sedikit banyak berdampak pada masyarakat Uni Eropa sendiri. Dengan diimpornya kelapa sawit ke Uni Eropa ini, hal tersebut tercatat mampu membuka lapangan pekerjaan untu 177 ribu orang.‬ Selain itu penggunaan minyak sawit di 16 negara anggota Uni Eropa menciptakan pendapatan sekitar 5,8 miliar Euro setiap tahun dalam Gross Domestic Producy.‬
ADVERTISEMENT
‪Jika diambil dari dua contoh itu saja, dapat dilihat bahwa Uni Eropa merupakan pasar bagi industri kelapa sawit Indnesia, dan jika mereka melakukan boikot, maka akan merugikan mereka sendiri, yakni hilangnya sekitar 117 ribu lapangan pekerjaan dan melenyapkan begitu saja pemasukan negara.