Untungnya Menggiurkan, Tapi Investasi Ini Terlarang di Indonesia

24 Juni 2019 11:54 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Minuman herbal berbahan baku ganja, produksi perusahaan farmasi yang sudah listing di bursa Wall Street, Canopy Growth. Foto: REUTERS/Ralph Orlowski
zoom-in-whitePerbesar
Minuman herbal berbahan baku ganja, produksi perusahaan farmasi yang sudah listing di bursa Wall Street, Canopy Growth. Foto: REUTERS/Ralph Orlowski
ADVERTISEMENT
Siapa tak ingin investasi dengan untung menggiurkan? Para investor pernah dihebohkan oleh Bitcoin, uang kripto itu harganya pernah melambung hingga USD 20.000 pada akhir 2017. Padahal sebelumnya, tak ada yang mengenal Bitcoin.
ADVERTISEMENT
Tapi setelah itu harganya terus turun hingga di bawah USD 3.500. Kini, uang yang pertama kali diperkenalkan pada 2009 itu, harganya kembali bangkit hingga USD 10.000. Mengutip Coindesk per Senin (24/6), harganya mencapai USD 10.600 atau lebih dari Rp 141 juta.
Buat sebagian investor, Bitcoin dengan harga yang naik turun bak roller coaster, terlalu menguras emosi. Kadang memicu euforia, tapi tak jarang bikin jantung deg-degan saat harganya jatuh.
Penasihat investasi dari Pepper International, Carol Pepper, menyodorkan instrumen investasi yang menurutnya lebih memberi kepastian ketimbang Bitcoin. Ganja, menurutnya memiliki prospek untuk memberikan imbal hasil besar dalam investasi.
Meskipun di banyak negara termasuk Indonesia melarang ganja, namun menurutnya prospek investasi di komoditas itu tak akan bergejolak seperti Bitcoin. Dia menyatakan, ganja adalah produk fisik dengan manfaat pasti, sama sekali berbeda dengan Bitcoin.
ADVERTISEMENT
"Saya pikir itu adalah tanaman fenomenal yang akan banyak bermanfaat bagi planet ini dan saya senang akhirnya (ganja) dilegalkan," katanya seperti dikutip dari CNBC.
Kanada adalah salah satu negara yang melegalkan ganja, untuk keperluan rekreasi dan medis. Untuk pengobatan, ganja sudah diolah industri farmasi menjadi obat. Perusahaan farmasinya bahkan sudah menjual saham di bursa, dan sejauh ini harga sahamnya terus naik.
Perkebunan ganja yang dikembangkan oleh perusahaan Kanada yang sudah listing di bursa, Cronos Group. Foto: Chris Wattie/Reuters
Canopy Growth dan Cronos Group, adalah dua produsen obat-obatan dari ganja, yang sahamnya diperdagangkan di bursa. Canopy menjual sahamnya di Toronto Stock Exchange (TSE), Kanada. Sedangkan Cronos di Bursa Saham New York (Wall Street) di indeks Nasdaq.
Sepanjang 2019 ini, harga saham Canopy telah naik 35,6 persen. Sementara Cronos bahkan kenaikan harga sahamnya mencapai 41 persen.
ADVERTISEMENT
"Jika Anda ingin investasi yang sangat berkembang, dan sebenarnya sah karena dilegalkan dan dikendalikan dengan benar, saya pikir ini (perusahaan ganja) adalah tempat yang tepat," imbuhnya.
Prospek di Indonesia
Di Indonesia ganja masuk kategori zat psikotropika, sehingga terlarang untuk dikembangkan dan dijualbelikan. Sedangkan riset untuk pemanfaatannya hampir belum ada. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, Rafli, mengusulkan agar ada proyek penelitian ganja untuk kebutuhan medis.
Polres Aceh Besar bersama personel TNI sedang mencabut pohon ganja di ladang ganja seluas 10 hektare, di kawasan perbukitan Kecamatan Montasik, Aceh Besar. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
“Ganja, bila tidak disalahgunakan, sangat berguna di dunia medis, saya rasa ini bisa jadi pilot project di Aceh untuk dipergunakan khusus oleh medis dan menjadi pusat kajian ilmiah seperti yang sudah dilakukan oleh beberapa negara maju,” kata Rafli, dalam keterangannya, Selasa (19/6).
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikannya, saat mengunjungi Kantor Gubernur Aceh, untuk mencari saran terkait rencana revisi Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Perbaikan regulasi ini diharapkannya dapat menguatkan upaya perlawanan terhadap peredaran gelap barang haram itu.