Usai Caplok Saham Freeport, Inalum Harus Lapor ke KPPU

28 Desember 2018 15:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana tambang emas Freeport (Foto: REUTERS/Muhammad Adimaja/Antara Foto)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana tambang emas Freeport (Foto: REUTERS/Muhammad Adimaja/Antara Foto)
ADVERTISEMENT
PT Inalum (Persero) pada 21 Desember 2018 telah membayar lunas pembelian 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) senilai USD 3,85 miliar. Dengan demikian, Inalum resmi menjadi pemegang saham mayoritas PTFI. Divestasi saham Freeport tuntas.
ADVERTISEMENT
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kurnia Toha, menyampaikan bahwa perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PTFI saat ini setelah diakuisisi Inalum sedang diproses di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM).
Setelah perubahan AD/ART itu selesai dan Kemenkumham menerbitkan surat yang menyebut akuisisi 51 persen saham telah berlaku, maka Inalum harus melaporkan akuisisi itu ke KPPU. Jika dalam batas waktu 30 hari tak dilaporkan, Inalum diberi sanksi.
"Setelah diproses Kemenkum HAM selesai, mereka wajib lapor paling lambat 30 hari. Kalau tidak melapor akan dikenakan denda Rp 1 miliar per hari, maksimal Rp 25 miliar," ujarnya saat ditemui di kantor KPPU, Jakarta, Kamis (28/12).
Presiden Jokowi umumkan Indonesia sah miliki 51 persen saham Freeport di Istana Merdeka, Jakarta. (Foto: Jihad Akbar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi umumkan Indonesia sah miliki 51 persen saham Freeport di Istana Merdeka, Jakarta. (Foto: Jihad Akbar/kumparan)
Sebelumnya dalam proses akuisisi saham PTFI itu, Inalum harus meminta persetujuan dari Lembaga Antitrust China dan sejumlah negara lain yang merupakan merupakan konsumen tembaga terbesar.
ADVERTISEMENT
Beberapa negara itu sangat berkepentingan untuk menjaga persaingan usaha di antara produsen tembaga. Oleh karenanya, semua produsen tembaga diwajibkan meminta izin saat melakukan merger, akuisisi, dan perubahan kepemilikan.
"Jadi peristiwa akuisisi Freeport ini, Inalum izin ke beberapa negara. Termasuk (China), ke kami tidak. Lapor ke KPPU nanti setelah proses akuisisi selesai," papar Kurnia.
Dia menjelaskan, sejumlah negara itu menganut sistem notifikasi pre merger, atau pemberitahuan sebelum aksi korporasi dilakukan. Berbeda dengan Indonesia yang menganut sistem post merger, atau pemberitahuan dilakukan seusai aksi korporasi.
"Satu-satunya ya cuma Indonesia yang post merger akuisisi. Karena UU persaingan usaha kita masih menganut ke UU Nomor 5/1999, itu yang lama," tegas Kurnia.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kurnia Toha. (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kurnia Toha. (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
Dia pun mengungkapkan, sebenarnya memakai sistem pre merger memiliki beberapa keuntungan, salah satu di antaranya ialah jika merger atau akuisisi seusai dianalisa tercium bau monopoli, maka pihaknya bisa memberi masukan.
ADVERTISEMENT
"Kalau pre merger ini kalau dia melanggar, kami bisa carikan solusinya. Masih tetap merger dengan syarat begini-begini. Kalau post merger, kalau ditemukan pelanggaran ya kami minta untuk dibubarkan," katanya.
Saat ini, menurut Kurnia, revisi UU Nomor 5/1999 tengah dibahas, salah satunya perubahan mengenai sistem pelaporan dari pre merger menjadi post merger. Ditargetkan, revisi UU tersebut dapat selesai pada awal tahun 2019.