Vale Bicara Kemungkinan Jual 20 Persen ke Inalum
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014, divestasi 40 persen saham harus dilakukan Vale selambat-lambatnya pada Oktober 2019. Vale hanya wajib mendivestasikan 40 persen saham, bukan 51 persen seperti halnya PT Freeport Indonesia, karena perusahaan tambang yang berkantor pusat di Brasil itu sudah membangun smelter.
Meski sudah melakukan pembicaraan informal dengan Inalum, Nico masih belum mau menjelaskan lebih lanjut terkait skema penjualan saham ini. Kata dia, awalnya perusahaan menginginkan penjualan saham ini dilakukan business to business (B to B). Tapi, sebagai perusahaan yang sudah lama ada di Indonesia, Vale masih menunggu jawaban dan arahan dari pemerintah.
Hingga saat ini, surat penawaran yang diberikan Vale ke Kementerian ESDM pun belum mendapat jawaban. Jatuh tempo jawaban dari pemerintah memang masih Oktober 2019, tapi Vale mengatakan jika kejelasan divestasi saham ini akan lebih baik jika diputuskan lebih awal. Tapi, dia menegaskan, apapun keputusan yang diambil Vale nanti akan tetap mempertimbangkan keuntungan bagi negara.
"Pemerintah sih belum (membicarakan skema B2B) ya. Tapi kita mau niat baik, kita itu disambut baik. Ini saya mau bujuk Wamen (Arcandra Tahar) juga sih. Patokan memang (Oktober), tapi kan intepretasi beda-beda. Kita sih awal lebih baik dong. B to B ya B to B. Tapi kan kita semua patuhi aturan," jelas Nico.
Masih Mencari Skema Divestasi
Sementara itu, Direktur Keuangan Vale Febriani Eddy belum mau mengungkapkan skema divestasi saham tersebut. Kata dia, sebagai perusahaan publik, banyak cara yang bisa ditempuh.
Right issue atau pelepasan saham di pasar bursa, kata Febriani, memang bisa menjadi cara untuk menjual 20 persen saham Vale. Apalagi, dengan right issue di sini, uangnya tetap berada di Indonesia. Tapi, Febriani menegaskan cara itu belum tentu diambil perusahaan. Secara prinsip, perusahaan masih mencari skema yang pas dengan mempertimbangan imbal balik ke pemegang saham.
"Kalau waktunya pas, saat itu butuh pendanaan dan kebetulan mekanisme pendanaannya bisa dibicarakan dengan cepat, ya bisa jadi (right issue) tapi itu bukan satu-satunya cara. Kan enggak mungkin kita fund rising activity tapi uangnya nganggur, enggak diapa-apain. Right issue kan uangnya ada di Indonesia, lebih enak dong," ucapnya.
Febriani juga belum mau mengungkapkan berapa valuasi yang bakal dipatok perusahaan. Kata dia, hitung-hitungannya baru bisa disebutkan setelah Kementerian ESDM sudah memberikan kejelasan atau arahan saham Vale bakal dibeli oleh pemerintah atau perusahaan negara yang dalam hal ini Inalum.
Hitung-hitungan dari market value (harga pasar) yang dipatok perusahaan bakal berbeda kepada pemerintah dan Inalum. Tapi lebih dari itu, dia mengaku, yang terpenting Vale menunggu balasan surat dari Kementerian ESDM terlebih dahulu, baru memutuskan mengambil langkah selanjutnya.
"Kalau di KK (Kontrak Karya) itu diatur floor price-nya itu minimum impelemented replacement cost. Itu floor-nya kalau seandainya yang ambil pemerintah. Tapi kalau yang ambil BUMN, itu ya profit oriented, B2B lah market value-nya," ucapnya.
ADVERTISEMENT