Wall Street Menguat Seiring Optimisme Perang Dagang AS-China

25 Februari 2019 8:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Wall Street Foto: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Wall Street Foto: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street mampu menguat di akhir pekan lalu. Indeks saham S&P 500 mencetak kenaikan tertinggi sejak 8 November 2018.
ADVERTISEMENT
Penguatan Wall Street didorong sentimen investor melihat tanda-tanda kemajuan dalam pembicaraan yang sedang berlangsung antara AS dan China.
Indeks saham Dow Jones (DJIA) naik 181,18 poin atau 0,7 persen ke posisi 26.031,81. Indeks saham S&P 500 (SPX) bertambah 17,79 poin atau 0,64 persen ke posisi 2.792,67. Indeks saham Nasdaq (IXIC) menguat 67,84 poin atau 0,91 persen ke posisi 7.527,55.
Dalam sepakan, tiga indeks saham acuan berhasil mencetak penguatan dengan indeks saham Dow Jones dan Nasdaq menguat selama 9 pekan.
Investor menilai perundingan perdagangan dengan para negosiator kedua negara mulai menemui titik temu di pekan lalu. Negosiator berdiskusi tentang beberapa masalah paling sulit dalam perang dagang.
Namun jika kedua pihak gagal mencapai kesepakatan pada 1 Maret mendatang, ketegangan perang dagang yang sudah berjalan tujuh bulan tersebut dapat kembali meningkat.
ADVERTISEMENT
"Orang-orang mengharapkan berita positif tentang perdagangan dan tarif dengan China dalam waktu dekat. Kita tidak akan tahu sampai akhir pekan depan," ujar President Chase Investment Counsel, Peter Tuz dilansri Reuters, Senin (25/2).
Optimisme perdagangan dan sinyal dovish dari Bank Sentral AS atau Federal Reserve telah mendorong kenaikan Wall Street. Indeks saham S&P 500 pun naik sekitar 19 persen sejak level terendah pada akhir Desember. Indeks saham teknologi S&P 500 naik 1,3 persen, dan memimpin kenaikan dari antara 11 sektor saham di indeks S&P 500. Sementara itu, indeks saham industri perdagangan menguat 0,6 persen.
Ilustrasi Wall Street Foto: Wikimedia Commons
Presiden AS Donald Trump juga mengatakan, ada peluang bagi AS untuk mencapai kesepakatan dengan China dan mengakhiri perang dagang. Ia pun memperpanjang batas waktu hingga 1 Maret untuk mencapai kesepakatan.
ADVERTISEMENT
“Saat ini risiko penurunannya tidak setinggi sebelumnya, tapi selalu ada kekhawatiran sesuatu terjadi pada menit-menit terakhir. Ekonomi China stabil adalah konstruktif untuk pasar global. Itulah yang menjadi kunci dan pasar akan melihat hasilnya,” ujar Quincy Krosby, Chiet Market Strategist Prudential Financial.
Saham Kraft Heinz turun 27,5 persen dan merupakan penghambat terbesar dalam S&P 500. Hal ini lantaran laporan kinerja keuangan Kraft Heinz yang mengecewakan dan perusahaan yang memangkas dividen.
Perusahaan Berkshire Hathaway milik Warrren Buffet tersebut mengalami kerugian sebesar USD 4,3 miliar atau setara dengan Rp 60,2 triliun (kurs Rp14.000 per dolar AS) hanya dalam kurun waktu satu hari.
Para pakar menilai, munculnya tren hidup sehat memiliki dampak signifikan terhadap perusahaan. Hal inilah yang membuat kedua perusahaan tersebut merugi.
ADVERTISEMENT
Volume perdagangan saham tercatat 6,9 miliar saham. Angka ini lebih rendah dari rata-rata harian 7,3 miliar saham selama 20 hari perdagangan.