Wawancara Khusus: Akuisisi Freeport Bukan Pencitraan dan Gagah-gagahan

17 Agustus 2018 19:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wawancara Ignasius Jonan (Foto: kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wawancara Ignasius Jonan (Foto: kumparan)
ADVERTISEMENT
Head of Agreement (HoA) alias perjanjian awal pembelian 51% saham PT Freeport Indonesia telah ditandatangani oleh PT Inalum (Persero) dan Freeport McMoRan Inc (FCX) pada 12 Juli 2018 lalu.
ADVERTISEMENT
Perjanjian ini merupakan langkah penting untuk mewujudkan mimpi mengembalikan penguasaan atas kekayaan Tambang Grasberg ke tangan negara.
Meski demikian, transaksi jual beli saham belum terjadi. HoA baru menyepakati langkah-langkah untuk divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia.
Pro dan kontra menyelimuti upaya pemerintah mengakuisisi 51 persen saham PT Freeport Indonesia. Banyak yang mengapresiasi capaian sejauh ini, tapi ada juga yang menuding pemerintah hanya pencitraan. Ada juga yang khawatir langkah pemerintah ini membuat takut investor asing, khususnya di sektor pertambangan.
Ditemui kumparan di Kantor Kementerian ESDM pada Selasa (14/8) lalu, Menteri ESDM Ignasius Jonan menjawab persoalan-persoalan seputar Freeport.
Berikut wawancara khusus kumparan dengan Jonan:
Mengapa sumber-sumber daya alam yang tadinya dikelola perusahaan asing, kini diserahkan pemerintah ke BUMN? Apakah semuanya harus dikuasai negara?
ADVERTISEMENT
Sebenarnya tentang ketahanan energi itu tidak ada kaitan langsung dengan apa yang disebut corporate action. Saya kasih contoh misalnya Freeport. Freeport sudah Head of Agreement, sudah tanda tangan, mungkin akhir September selesai transaksinya.
Sebenarnya ini transaksi yang fair, kita beli apa yang sudah diinvestasikan Freeport McMoRan di Grasberg sesuai dengan harga pasar, itu saja. Jadi Pak Presiden selalu bilang, ini komersial saja, hanya kita ingin punya 51 persen. Sehingga ke depan, setelah 2 kali 10 tahun, harapannya anak-anak bangsa juga mampu mengelola tambang yang sebesar ini.
Mahakam, sudah habis 50 tahun kontraknya, kita kasih ke Pertamina. Pertamina bayar ke kita, ini komersial saja. Sebenarnya dulu kita maunya berdua, Pertamina dan juga Total. Tapi akhirnya Total mengajukan penawaran yang menurut kami tidak reasonable, secara komersial kita tinggal saja, ya sudah.
ADVERTISEMENT
Sama dengan Rokan, Chevron prioritas kok. Di Peraturan Menteri saya yang dikritik oleh banyak pengamat, kenapa kok prioritasnya bukan Pertamina atau badan usaha dalam negeri? Kita prioritas tetap kepada operator eksisting. Chevron kasih penawaran, kita enggak happy. Kita tanya ke Pertamina, you minat enggak? Terserah lho dia minat atau enggak, ini komersial.
Pak Presiden arahannya selalu tidak boleh ada semangat nasionalisasi. Ini komersial aja. Kebetulan Pertamina menawarkan kompensasi yang lebih besar, ya kita ambil itu. Kan sama-sama badan usaha. Kalau waktu itu Pertamina enggak mau ikut, ya sudah ke Chevron lagi.
Meski demikian, ada kesan nasionalisasi. Apakah ini tidak akan berdampak negatif pada iklim investasi di sektor energi?
ADVERTISEMENT
Enggak juga. Kalau misalnya begini, Pertamina sudah kita wajibkan cari partner. Lalu Pertamina akhirnya bilang boleh enggak patungan lagi dengan Chevron di Blok Rokan? Silakan saja, bicara saja secara business to business. Yang ditekankan Bapak Presiden, transaksi ini komersial.
Kalau orang tanya kok dikasih ke Pertamina? Pertamina memberi penawaran lebih bagus untuk negara. Apa berani saya? Misalkan Pertamina menawarkan dua kali lipat (dibanding Chevron) lebih bagus kompensasinya kepada pemerintah, terus saya tanda tangan untuk Chevron, saya masuk penjara suatu saat nanti kalau sudah enggak jadi menteri. Itu disuruh siapa pun pasti saya enggak berani kalau posisinya kayak begitu.
Soal upaya pemerintah menguasai 51 persen saham Freeport, ada pihak-pihak yang menuding itu hanya pencitraan, hanya gagah-gagahan. Bagaimana pemerintah menjawab kritik tersebut?
ADVERTISEMENT
Secara singkat, ya nanti dilihat saja hasilnya. Karena komitmen untuk membangun smelter sudah tertulis dari Freeport. Dari Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK OP itu juga sudah tertulis, sudah oke. Stabilitas investasi sudah oke. Penerimaan negara lebih besar secara persentase juga sudah oke. Ini tinggal penyelesaian akuisisi sahamnya. Kalau gagah-gagahan ya dilihat saja, nanti September atau Oktober ini selesai atau enggak. Kalau selesai, ya sudah.
Ada juga pihak-pihak yang mendesak pemerintah untuk menutup Freeport. Bagaimana pemerintah menjelaskan keputusan untuk tetap menggandeng Freeport pasca 2021?
Kalau sekarang ada yang ngomong kenapa 2021 tidak diambil lagi? Kita bilang, kalau ini dikelola oleh anak-anak bangsa kita sendiri, secara teori bisa. Tapi tidak ada bukti kita itu pernah mengelola tambang sekompleks ini. Secara teori bisa.
ADVERTISEMENT
Bisa diceritakan bagaimana alotnya negosiasi 3,5 tahun dengan Freeport?
Saya hanya mengalami susahnya itu sekitar 20 bulan sampai hari ini. Saya bertugas di sini dari pertengahan Oktober 2016. Alotnya begini, pertama, banyak keputusan-keputusan pemerintah sebelumnya yang membuat Freeport bisa bertahan untuk minta perpanjangan. Walaupun tidak otomatis, disebutkan bahwa perpanjangan itu diberikan dalam pertimbangan-pertimbangan yang wajar.
Nah wajarnya bagaimana ini pasti debat. Sudah bayar pajak atau tidak, sudah bayar royalti atau tidak, masalah lingkungan hidup bagaimana. Ini kan pasti debat panjang.
Kedua, Freeport sendiri itu tahu semua materi yang harus dinegosiasikan mulai dari kepemilikan saham sampai ke proses pengolahan, sampai detail pengelolaan manajemen, itu mereka hafal. Nah kita mesti siap juga. Pasti setengah mati, mereka tahu detail.
Ignasius Jonan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral saat ditemui di kantornya, Rabu (15/8/18). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ignasius Jonan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral saat ditemui di kantornya, Rabu (15/8/18). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Freeport sempat mau menggugat pemerintah ke arbitrase, apa yang membuat mereka melunak dan akhirnya mau kembali berunding?
ADVERTISEMENT
Ini sebenarnya akuisisi secara komersial saja, pertimbangannya adalah commercial business judgement. Kalau kita mau gagah-gagahan, tidak kita perpanjang 2021, pasti masuk arbitrase. Yakin saya.
Kalau masuk arbitrase, yang paling dirugikan adalah masyarakat Papua, Pemkab Mimika. Kalau penerimaan negara, ya sekitar USD 800 juta setahun, enggak besar. Tapi impact terhadap perekonomian di Papua itu besar.
Yang kedua, tambangnya bisa bermasalah, bisa ambruk. Ini tambang bawah tanah, terowongannya 500 km. Kalau dispute dan dibiarkan berhenti bekerja, menyelesaikan arbitrase 2 tahun saja, ambruk tambangnya. Kalau ambruk, mau dibuka lagi biayanya berapa miliar dolar?
Apa yang membuat pemerintah yakin divestasi saham Freeport bisa selesai dalam 2 bulan setelah HoA?
Ini kan tinggal urusan administrasi saja. Administrasi 2 bulan boleh lah.
Penandatanganan pokok pokok kesepakatan Divestasi saham PT Freeport Indonesia (Foto: Helmi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penandatanganan pokok pokok kesepakatan Divestasi saham PT Freeport Indonesia (Foto: Helmi/kumparan)
Setelah Inalum menguasai 51 persen saham Freeport, apakah kendali manajemen ada di Inalum atau tetap dipegang Freeport?
ADVERTISEMENT
Sama-sama lah. Detailnya kita serahkan ke Inalum, terserah Inalum yang reasonable bagaimana.
Bagaimana agar suatu saat Tambang Grasberg bisa dikelola sendiri oleh bangsa Indonesia tanpa kehadiran Freeport dan tenaga kerja asing?
Makanya manajemennya sama-sama. Enggak ada cara lain. Coba, siapa yang punya blue print site di Grasberg itu? Baik blue print deposit, blue print program kerja, blue print operasi, dan blue print safety. Freeport McMoRan yang punya. Nah kalau (dikelola) sama-sama, mestinya persiapan 2 kali 10 tahun itu facing out supaya kita bisa mengelola. Ini untuk generasi selanjutnya, bukan zaman saya, kan 20 tahun lagi saya enggak di sini.
Di tengah hingar bingar soal divestasi 51 persen saham Freeport, ada ribuan pekerja yang di-PHK Freeport dan belum jelas nasibnya sejak 2016 lalu. Bagaimana pemerintah menyikapi masalah ini?
ADVERTISEMENT
Itu saya kira domain-nya lebih ke Kementerian Ketenagakerjaan karena ini hubungan industrial. Mestinya mengikuti aturan saja.