YLKI Kritisi Keputusan Pemerintah yang Batalkan Kenaikan Cukai Rokok

11 Januari 2019 17:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua harian YLKI, Tulus Abadi.
 (Foto: Dok. Nesia Qurrota A'yuni)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua harian YLKI, Tulus Abadi. (Foto: Dok. Nesia Qurrota A'yuni)
ADVERTISEMENT
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritisi langkah pemerintah yang dinilai tidak mampu mengendalikan industri rokok. Salah satu hal yang paling disorot yaitu batalnya kenaikan cukai rokok selama selama dua periode yaitu pada tahun 2018 dan 2019.
ADVERTISEMENT
"Pada 2017, kenaikan cukai rokok hanya 10,14 persen. Bahkan pada 2018-2019 cukai rokok tidak dinaikkan sama sekali. Baru terjadi dalam sejarah di negeri ini. Cukai rokok tidak dinaikkan. Padahal mandat undang-undang tentang cukai, cukai rokok bisa dinaikkan hingga 57 persen. Sementara besaran cukai eksisting saat ini baru mencapai 38 persen," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, saat melakukan konferensi pers YLKI di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (11/1).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), standar cukai rokok di negara-negara lainnya sebesar 75 persen. Di sisi lain, Tulus menilai kenaikan cukai rokok dapat menaikkan pendapatan pemerintah lebih tinggi.
Konferensi Pers YLKI Soal Cukai Rokok. (Foto: Abdul Latief/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi Pers YLKI Soal Cukai Rokok. (Foto: Abdul Latief/kumparan)
Oleh karenanya, YLKI berharap pemerintah mampu menaikkan cukai rokok. Sebab rokok menjadi salah satu barang yang menyumbang pendapatan tinggi untuk negara.
ADVERTISEMENT
"Saya kira pemerintah dapat menaikkan cukai rokok. Rata-rata proporsi penerimaan cukai tembakau terhadap cukai negara mencapai 94 persen hingga 95 persen," katanya.
Berdasarkan data realisasi per Desember 2018, penerimaan cukai hasil tembakau atau rokok mencapai Rp 152,9 triliun sepanjang 2018. Angka ini mencapai 103,1 persen dari target Rp 148,3 triliun atau meningkat 3,53 persen dibandingkan tahun sebelumnya.