YLKI Terima 200 Lebih Aduan Konsumen Soal Fintech

16 November 2018 17:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulus Abadi, ketua pengurus harian YLKI. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tulus Abadi, ketua pengurus harian YLKI. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
ADVERTISEMENT
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menerima lebih dari 200 aduan konsumen terkait Financial Techniology (Fintech). Aduan tersebut didominasi terkait tingginya suku bunga hingga cara penagihan utang yang dilakukan penyedia jasa layanan Fintech.
ADVERTISEMENT
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengatakan aduan tersebut berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Para peminjam juga melaporkan mengenai hak atas data pribadi yang merasa dilanggar penyedia layanan Fintech.
“Ada 200-an terakhir ini. Ya bulan lalu kan seratusan, ini dua ratusan lebih. Kalau di LBH (Lembaga Bantuan Hukum) mereka mengatakan ada 700-an,” kata Tulus ketika ditemui di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, Jumat (16/11).
Tulus mengatakan banyak konsumen yang diteror karena terlilit bunga dan denda yang cukup tinggi dari Fintech. Adapun besaran bunga yang diterapkan menurut dia beragam, ada yang mencapai 10-30 persen per tahun, bahkan ada yang 1 persen per hari.
YLKI, kata Tulus, mendesak agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tegas dalam menetapkan batas bunga yang wajar bagi Fintech. Jika Fintech masih melanggar, maka OJK perlu menindak.
ADVERTISEMENT
“OJK juga harus mencabut izin operasinya atau memberikan warning yang keras kepada Fintech itu,” ujarnya.
Sementara itu, Tulus juga mengungkapkan berbagai pelanggaran perlindungan konsumen yang menyebabkan tekanan secara psikologis, terkait cara penyedia FIntech dalam melakukan penagian.
“Mereka (Fintech) bisa menyadap data termasuk foto. Ada pengaduan konsumen dia punya foto pribadi, cewek berbaju minim, itu disebar ke mitranya sebagai bentuk tekanan psikologis ini agar dia mengembalikan,” ucapnya.
Tulus mengingatkan konsumen atau calon konsumen yang hendak berinteraksi dengan Fintech untuk lebih cermat dan hati-hati. Bukan saja memastikan kredibilitas Fintech yang terdaftar resmi OJK, namun juga meningkatkan literasi digital dengan membaca aturan dan ketentuan yang berlaku serta risikonya.
“Rata-rata hanya tahu, klik, next, next, dan terjebak pada aturan itu. Padahal dia seharusnya membaca tata aturan berapa persen mengembalikan, berapa persen dendanya. Mestinya dia tahu,” tandasnya.
ADVERTISEMENT