Penghasilan Atta Halilintar Fantastis, Youtuber Diminta Patuh Pajak

26 Maret 2019 14:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Atta Halilintar. Foto: Munady Widjaja
zoom-in-whitePerbesar
Atta Halilintar. Foto: Munady Widjaja
ADVERTISEMENT
Pemerintah dinilai belum mampu memaksimalkan potensi penerimaan pajak, salah satunya di sektor informal. Padahal sektor informal seperti youtuber Atta Halilintar potensi pajaknya cukup besar.
ADVERTISEMENT
Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan, Youtube dan Instagram memiliki potensi untuk dipajaki. Dia mencontohkan Atta Halilintar yang pendapatannya bisa miliaran per bulan.
"Contohnya Youtuber Atta Halilintar itu pendapatannya bisa Rp 1 miliar per bulan. Jadi jangan yang formal saja (dikenakan pajak), informal pun harus patuh bayar pajak," ujar Aviliani di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, Selasa (26/3).
Adapun saat ini subscriber Youtube Atta Halilintar lebih dari 13 juta. Di channel Youtubenya, Atta Halilintar telah mengunggah sebanyak 431 video.
Mengutip statistik Socialblade.com, pendapatan Atta Halilintar dari Youtube sekitar USD 31.700 sampai USD 507.800 sebulan atau mencapai Rp 7,2 miliar per bulan (dengan kurs Rp 14.200 per dolar AS).
ADVERTISEMENT
Sementara penghasilan Atta Halilintar selama satu tahun sekitar USD 380.000 sampai USD 6,1 juta per tahun atau mencapai Rp 86,6 miliar per tahun.
Aviliani melanjutkan, penerimaan pajak yang belum maksimal tersebut karena pemerintah masih mengandalkan komoditas untuk mendongkrak pajak. Akibatnya, ketika harga komoditas anjlok seperti saat ini, realisasi penerimaan pajak juga melambat.
Aviliani Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) . Foto: Kevin Kurnianto/kumparan
"Jadi ke depan bagaimana ketergantungan kita terhadap komoditas harus dikurangi," jelasnya.
Adapun realisasi penerimaan pajak migas dan nonmigas hingga akhir Februari 2019 mencapai Rp 160,85 triliun, tumbuh 4,66 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Tak hanya itu, harga komoditas global yang anjlok juga berdampak pada penerimaan negara, khususnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pertumbuhan PNBP bahkan melambat dan hanya bertengger di kisaran 1 persen.
ADVERTISEMENT
Realisasi PNBP hingga akhir bulan lalu mencapai Rp 39,9 triliun. Angka ini tumbuh 1,29 persen dibandingkan akhir Februari 2018 yang mencapai Rp 39,2 triliun, namun melambat jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 33,9 persen.
Perlambatan realisasi PNBP tersebut disebabkan oleh penerimaan SDA migas yang hanya Rp 15,9 triliun atau turun 1,59 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 16,1 triliun.