Aktor Pengaturan Skor Terancam Penjara 5 Tahun

29 November 2018 18:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sepak bola. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Sepak bola. (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Internal Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) terguncang setelah manajer Madura FC, Januar Herwanto, melontarkan pernyataan tegas bahwa salah satu anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Hidayat, mencoba memperjualbelikan laga.
ADVERTISEMENT
Apa yang dilontarkan Januar meretas dugaan pengaturan skor di kompetisi level kedua sepak bola Indonesia. Apalagi, kasus praktik jual beli laga sudah tercium pada partai pamungkas Grup A babak 8 besar.
Laga yang mempertemukan PS Mojokerto Putra (PSMP) dengan Aceh United pada 9 November lalu menghadirkan Krisna Adi sebagai terdakwa. Pemain milik PSMP itu mengarahkan bola jauh dari gawang saat mengeksekusi penalti. Padahal, jika ia berhasil menyarangkan bola dan skor 3-3 bertahan sampai laga usai, PSMP melangkah ke babak semifinal Liga 1.
Insiden itu merepetisi kasus praktik jual beli laga yang terjadi pada 2014 manakala PSS Sleman melawan PSIS Semarang. Bagaimana tidak, semua gol yang tercipta dalam laga tersebut merupakan gol bunuh diri.
ADVERTISEMENT
Laga PS Mojokerto Putra vs Semen Padang di babak 8 besar Liga 2 (Foto: Dok. PT LIB)
zoom-in-whitePerbesar
Laga PS Mojokerto Putra vs Semen Padang di babak 8 besar Liga 2 (Foto: Dok. PT LIB)
Perulangan tersebut menggambarkan bahwa kasus match fixing adalah borok sepak bola nasional yang belum sembuh. Dari kacamata pemerhati sepak bola Indonesia, Akmal Marhali, keadaan itu terjadi karena penyelesaian tak pernah menyeluruh.
Maka itu, satu saran logis dilontarkan Akmal yakni dengan membawa kasus pengaturan skor ke pihak kepolisian karena ada payung hukum yang mengatur.
"Hukuman ada dua, Family Football. Family Football yang kerja ada dua, kalau Exco itu diusut Komite Etik. Kemudian, pemain yang terlibat pengaturan skor itu urusannya sama Komisi Disiplin karena terjadi di lapangan," kata Akmal kepada kumparanBOLA, Kamis (29/11).
"Kalau yang melibatkan Januar dan Hidayat itu kan terjadi di luar lapangan. Jadi, sudah masuk ke ranah hukum pidana. Dibutuhkan keseriusan dan pemerintah harus serius juga. Polisi, kejaksaan, dan pengadilan. Kasus ini darurat di sepak bola Indonesia," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Hukum pidana yang dimaksud Akmal adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. Dalam UU yang berisi enam pasal tersebut tertera bahwa pihak yang terbukti melakukan suap pidana penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp15 juta.
Sesmenpora, Gatot S. Dewa Broto. (Foto: Tomy Wahyu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sesmenpora, Gatot S. Dewa Broto. (Foto: Tomy Wahyu/kumparan)
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) ikut buka suara. Melalui Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, Gatot S. Dewa Broto, Kemenpora bisa saja meminta bantuan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau kepolisian untuk mengusut kasus ini.
"Kalau ditanya, perangkat hukumnya ada. Ada di UU No. 11 Tahun 1980, itu masih berlaku, tentang tindak pidana suap. Pasal 2, 3, 4, dan 5 masih berlaku. Aparat hukum juga kami minta kali ini lebih luas, artinya jangan semata-mata alat buktinya tidak cukup kemudian dibebaskan," katanya.
ADVERTISEMENT