Analisis: Kejelian McMenemy dan Problem Teco di Sisi Kiri

24 Maret 2018 8:34 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bhayangkara FC vs Persija Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bhayangkara FC vs Persija Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Wajar saja apabila sepanjang pertandingan laga Liga 1 melawan Bhayangkara FC, Jumat (23/3/2018), pelatih Persija Jakarta, Stefano Cugurra alias Teco, terus berteriak kepada para pemainnya. Dia terlihat geram karena Ismed Sofyan dan kolega gagal menerapkan instruksinya di lapangan.
ADVERTISEMENT
Berhasil menguasai jalannya laga sepanjang 90 menit, Persija gagal mencetak gol. 'Macan Kemayoran' harus puas dengan poin satu setelah bermain imbang 0-0.
Jika menilik statistik yang disitat dari Labbola, Persija unggul dalam beberapa aspek. Mulai dari penguasaan bola (56%), upaya tembakan (13 berbanding 11), sampai tembakan mengarah ke gawang (5 berbanding 3).
Di kubu lawan, keputusan pelatih Simon McMenemy menumpuk banyak pemain di lini belakang sukses memberikan kesulitan kepada skuat asuhan Teco. Terhitung enam sampai delapan pemain Bhayangkara FC selalu berada di sepertiga pertahanan saat mengadang serangan Persija.
Tak hanya itu, kejelian McMenemy menutup ruang Riko Simanjuntak patut diapresiasi. Dua pemain Bhayangkara, Sani Rizki dan Alsan Sandi, ditugaskan untuk menempel ketat Riko. Alhasil, mantan pemain Semen Padang itu tak dapat bergerak bebas menyisir pertahanan Bhayangkara dari sayap kanan.
ADVERTISEMENT
Selain Sani dan Alsan, ada satu nama yang patut disoroti ialah Lee Yu-joon. Pemain asal Korea Selatan ini sukses menjalankan perannya sebagai pemutus serangan dari lini kedua Bhayangkara. Selama 90 menit, Yu-joon jarang sekali masuk ke area pertahan Persija. Ia memilih untuk selalu berdiri di depan empat pemain bertahan.
Pendekatan McMenemy untuk bermain bertahan sangat berdampak pada serangan skuatnya. Di lini depan, Bhayangkara hanya mengandalkan tiga pemain saja: Nikola Komazec, Vendry Mofu, dan Paulo Sergio. Akibat jarak antara lini yang terlalu jauh, banyak serangan Bhayangkara yang berakhir di area tengah lapangan.
Selain itu, ada beberapa lain yang membuat laga berakhir tanpa gol. Berikut temuan kumparan (kumparan.com):
Sayap Kiri Persija
ADVERTISEMENT
Tak dimungkiri hilangnya nama Rezaldi Hehanusa dalam daftar susunan pemain Persija membuat sayap kiri Persija kehilangan tajinya. Tak ada umpan silang ciamik ke depan gawang sepanjang laga. Dany Saputra, yang menggantikan Rezaldi, tak dapat menjalani perannya sebagai pengirim umpan dan pembuka ruang di sayap kiri.
Bhayangkara FC vs Persija Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bhayangkara FC vs Persija Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Dany selalu kehilangan momentum saat Persija membangun serangan. Ia seperti kebingungan untuk mengambil keputusan: maju hingga area pertahanan lawan, menyodorkan umpan daerah, atau memberi operan lambung ke depan gawang. Sehingga, Addison Alves atau Rohit Chand yang kerap beroperasi di sayap kiri kesulitan membongkar pertahanan lawan.
Yang paling menonjol dari kegagalan Dany ialah lenyapnya kombinasi umpan satu-dua yang bisa diperagakan di sisi kiri. Padahal, kombinasi tersebut menjadi awal dari berjalannya skema serangan. Biasanya, Rezaldi melakukan overlap dan memberikan umpan lambung ke dalam kotak penalti.
ADVERTISEMENT
Kondisi semakin sulit karena Addison bergerak terlalu ke dalam. Sejatinya, menempatkan Addison di sisi sayap memang tak ideal. Pasalnya, mantan pemain Persipura Jayapura ini berposisi asli sebagai target man, mirip dengan Simic. Tapi, ya, mau bagaimana lagi, Persija tak punya pilihan lain. Toh, Novri Setiawan masih menepi.
Untuk mengubah keadaan, Teco menarik Dany dan memasukan Valentino Telaubun serta menggantikan Ramdani Lestaluhu dengan Rudi Widodo pada pertengahan babak kedua. Masuknya dua pemain anyar mengubah pula formasi Persija menjadi 4-4-2. Addison bermain sejajar dengan Simic. Perubahan ini memang membuat serangan Persija di sektor kiri lebih hidup dan bervariasi. Tetap saja tak ada gol yang mampu disarangkan.
Bhayangkara FC vs Persija Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bhayangkara FC vs Persija Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Ketajaman Simic yang Belum Kembali
ADVERTISEMENT
Performa Simic pada laga pembuka Liga 1 2018 memang tak jelek-jelek amat. Striker asal Kroasia ini berhasil membuat repot barisan bertahan Bhayangkara dengan daya jelajahnya tinggi dan penempatan posisi baik. Beberapa kali Simic dapat mengancam gawang Awan Setho lewat sepakan keras di dalam maupun luar kotak penalti.
Tapi, sebagai ujung tombak, mengkreasikan peluang saja tak cukup. Sebab, tugas utama Simic di lini depan Persija ialah mencetak gol seperti yang ia lakukan di Piala Presiden 2018.
Kegagalan Simic mencetak gol tentu saja bakal menghadirkan keraguan. Boleh saja beralasan jika Awan bermain sangat apik. Ya, Awan bermain ciamik sepanjang laga dan kumparan (kumparan.com) memilih kiper berusia 20 tahun itu sebagai pemain terbaik
ADVERTISEMENT
Namun, ingatlah apa yang sempat dilontarkan eks penyerang Manchester United, "Tidak ada penyelamatan yang bagus. Hanya ada tembakan yang buruk."
Jadi, Awan yang hebat atau Simic yang buruk?