Antara Ferguson dan Mourinho: Dua Rival Bebuyutan Wenger

20 April 2018 18:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wenger bersama rival beratnya, Alex Ferguson. (Foto: AFP/Paul Ellis)
zoom-in-whitePerbesar
Wenger bersama rival beratnya, Alex Ferguson. (Foto: AFP/Paul Ellis)
ADVERTISEMENT
Sir Alex Ferguson dan Jose Mourinho punya beberapa kesamaan: sama-sama arogan, sama-sama suka perang urat saraf dengan lawan, dan sama-sama tercatat sebagai manajer yang pernah dan sedang menangani Manchester United.
ADVERTISEMENT
Hubungan keduanya pun bisa dibilang akur. Dalam suatu wawancara, Mourinho bahkan pernah berucap demikian: "Aku tidak memanggilnya Alex, Fergie, atau apa pun... Aku memanggilnya 'bos'."
Sapaan 'bos' itu tidak hanya menunjukkan keakraban, tetapi juga respek teramat besar yang ditujukan Mourinho kepada Ferguson. Saking akrabnya, keduanya kerap minum anggur manakala kesebelasan yang mereka pimpin selesai bertanding.
Namun, hubungan Ferguson dan Mourinho tidak berawal dengan mulus. Pada 2004, ketika Manchester United bertanding melawan FC Porto --yang waktu itu diarsiteki oleh Mourinho--, Ferguson hampir mengemplang kepala Mourinho. Penyebabnya adalah selebrasi berlebihan Mourinho di pinggir lapangan Old Trafford. Waktu itu, Porto memang sukses menyingkirkan United dari Liga Champions.
Ferguson memang tidak jadi mengemplang kepala Mourinho, tetapi ia menyemprot habis pria kelahiran Setubal tersebut. Pada musim berikutnya, keduanya malah jadi rival di liga. Ferguson masih menangani United, sementara Mourinho ditunjuk untuk membesut Chelsea.
ADVERTISEMENT
Lama-lama, Ferguson sadar sendiri. Ada kesamaan sifat antara dirinya dan Mourinho. Maka, setelah berselisih sekian lama, ia akhirnya juga menaruh respek pada Mourinho.
Jika pada akhirnya Mourinho juga membesut United, itu adalah jalan takdir. Makin panjanglah daftar persamaan antara dua pelatih beda generasi itu.
Kalau mau ditambah lagi, persamaan itu juga berkait dengan satu nama: Arsene Wenger.
****
Selain gemar menebar perang urat saraf dengan lawan, Ferguson juga punya kebiasaan lain: suka asal ngomong.
Tentu ada alasan di balik asal ngomong-nya Ferguson itu. Tujuannya apa lagi kalau bukan untuk mengobok-obok benak lawan dan memancing kekesalan mereka.
Pada 1996, ketika Arsene Wenger ditunjuk untuk menukangi Arsenal, Ferguson sudah bisa mengendus bahwa pria Prancis itu bakal menjadi lawan yang menyusahkannya kelak. Suatu waktu, begitu mengetahui Wenger fasih berbicara dalam lima bahasa, Ferguson pun melontarkan komentar yang agak nyeleneh.
ADVERTISEMENT
"Orang-orang bilang dia cerdas, 'kan? Katanya, dia bisa bicara lima bahasa. Aku juga punya bocah 15 tahun dari Pantai Gading yang bisa lima bahasa!"
Secara tidak langsung, Ferguson ingin bilang bahwa kecerdasan Wenger yang biasa digembar-gemborkan orang itu cuma gimmick. Bisa bicara lima bahasa bukanlah suatu hal yang spesial. Toh, ia juga punya bocah dengan kemampuan sama seperti Wenger.
Namun, sampai saat ini tidak diketahui siapa bocah asal Pantai Gading yang dimaksud Ferguson. Banyak pendukung United bahkan berpendapat, Ferguson cuma asal sebut saja. Tujuannya bukan untuk pamer, melainkan untuk memarjinalkan keistimewaan Wenger.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, memarjinalkan Wenger bukanlah perkara gampang. Ferguson malah bertemu salah satu musuh terbesar dalam kariernya.
Kedatangan Wenger ke Arsenal mengganggu dominasi United di Premier League. Datang setelah membesut klub asal Jepang, Nagoya Grampus Eight, Wenger betul-betul mengubah wajah Arsenal.
Ia tidak hanya menawarkan analisis berbasis statistik pemain, tetapi juga mengatur asupan nutrisi yang dikonsumsi pemain-pemain Arsenal. Selain itu, Wenger jugalah yang menaruh brand sepak bola yang identik dengan Arsenal sampai saat ini: ofensif, mengandalkan possession, dan cair di sepertiga akhir lapangan.
Ferguson dan United pun kelabakan. Pada musim 1997/1998, Wenger menonjok keras-keras arogansi Ferguson.
Sebelum musim itu dimulai, United kehilangan kapten sekaligus pemimpin karismatik mereka, Eric Cantona. Beberapa pemain juga menua dan mulai menurun penampilannya. Namun, alih-alih melakukan pemugaran skuat, Ferguson memilih untuk berhemat.
ADVERTISEMENT
Pembelian terbesar mereka musim itu hanyalah Teddy Sheringham. Sisanya, Ferguson memilih mendatangkan pemain semisal Henning Berg dan Erik Nevland. Beberapa pemain yang dirumorkan bakal digaet juga cuma berakhir jadi rumor saja.
"Kami masih punya stok yang sama bagusnya," kata Ferguson waktu itu.
Arogansi itu berbuah petaka. Skuat United menjadi amat tipis. Menjelang musim berakhir, ketika sejumlah pemain utama mengalami cedera, mereka justru kehabisan stok. Alhasil, gelar juara terbang ke tangan Arsenal.
Wenger saat diperkenalkan sebagai manajer Arsenal. (Foto: Reuters/Ian Waldie)
zoom-in-whitePerbesar
Wenger saat diperkenalkan sebagai manajer Arsenal. (Foto: Reuters/Ian Waldie)
Sebaliknya, Wenger mempersiapkan timnya dengan amat terperinci. Dia menggaet sejumlah pemain yang dianggapnya bisa mematenkan brand sepak bola yang ia inginkan, beberapa di antaranya adalah Emmanuel Petit, Marc Overmars, dan Nicolas Anelka. Di tangan Wenger, Anelka mencuat sebagai bintang muda yang menjanjikan ketika itu.
ADVERTISEMENT
Dengan mengombinasikan kecepatan dan kedisiplinan, plus api lama yang masih berkobar pada beberapa penggawa semisal Ian Wright, Dennis Bergkamp, Tony Adams, Lee Dixon, Nigel Winterburn, dan Steve Bould, jadilah Arsenal berjaya musim itu.
Ferguson tersadarkan. Kelak, dalam beberapa fase di kariernya, ia akan mengubah gaya bermain timnya untuk beradaptasi dengan zaman. Kedatangan Wenger ini adalah salah satu titik adaptasinya.
Sejak saat itu, pertemuan United dan Arsenal menjadi lebih panas. Bentrokan antarpemain tidak hanya terjadi di dalam lapangan, tetapi juga di lorong stadion. Roy Keane dan Patrick Vieira --kapten United dan Arsenal zaman itu-- pernah bersitegang di lorong Highbury cuma karena Vieira meledek bek United, Gary Neville.
Perang komentar di media pun sering terjadi. Wajar, bagi Ferguson (baca: United) dan Wenger (baca: Arsenal) ketika itu, tidak ada hadiah selain menjuarai liga dan melihat rival merana.
ADVERTISEMENT
Rivalitas ini terus berlangsung sampai akhirnya prestasi Arsenal menurun dan tidak lagi menjadi pesaing United. Dalam beberapa kesempatan, termasuk di acara malam penghargaan asosiasi manajer, Ferguson dan Wenger terlihat sangat akrab. Bahkan pada 2017 silam, Ferguson sempat membela Wenger yang posisinya sebagai manajer Arsenal goyah.
Namun, kalau ingin mencari titik mula melunaknya rivalitas Wenger dan Ferguson, kita bisa kembali ke tahun 2004. Ketika itu, Premier League kedatangan manajer yang tidak kalah arogannya. Namanya Jose Mario dos Santos Mourinho Felix.
***
Mourinho datang dengan kesombongan yang tidak ditahan-tahan. Pada konferensi pers pertamanya, ia berucap demikian:
"Tolong jangan sebut saya arogan, tapi saya adalah juara Eropa dan saya pikir, saya adalah sosok yang spesial (the special one)."
ADVERTISEMENT
Waktu itu, Mourinho memang baru saja mengantarkan Porto menjuarai Liga Champions. Kepiawaiannya dalam melatih menarik minat bos besar Chelsea, Roman Abramovich, yang sedang nafsu-nafsunya membangun era baru The Blues. Kelak, ucapan 'The Special One' itu akan melekat pada diri Mourinho sebagai sebuah julukan.
Kedatangan Mourinho mengganggu rivalitas United dan Arsenal. Ketika banyak tim di Premier League menggunakan format dua gelandang tengah (biasanya dalam formasi 4-4-2 atau 4-4-1-1), Mourinho datang dengan format tiga gelandang.
Di Chelsea ketika itu, ia punya dua gelandang tengah yang tangguh: Claude Makelele dan Frank Lampard. Analisis Mourinho ketika itu sederhana saja: jika banyak tim Premier League bermain dengan dua gelandang tengah, ia bakal memenangi lini tengah dengan memenangi jumlah, yakni dengan menempatkan tiga gelandang.
ADVERTISEMENT
Mourinho memang penihil. Kemampuan terbaiknya sebagai pelatih adalah membuat lawan menjadi tidak berkutik.
Wenger dan Ferguson pun ketiban apes. Mereka dapat musuh baru dan dua-dunya pernah merasakan dibabat oleh timnya Mourinho. Selama dua musim pertama Mourinho di Premier League, Chelsea tidak pernah alpa menjadi juara.
Sementara rivalitas Ferguson dan Mourinho cenderung "anteng" di liga, tidak demikian halnya dengan Wenger. Bagi Wenger, Mourinho seolah jadi setan tengik yang harus dienyahkan.
Ketika Wenger mengkritik, Mourinho membalas. Bahkan, Mourinho tidak segan-segan menyebut Wenger 'Tukang Ngintip' cuma karena --menurutnya-- tidak bosan-bosan mengomentari dirinya dan Chelsea.
Wenger kemudian membalasnya dengan mengatakan, "Dia (Mourinho) memang ngawur, tidak menjejak realitas, dan sikapnya tidak bisa diterima. Terkadang, kesuksesan membuat orang bodoh jadi tambah bodoh, bukannya tambah pintar."
ADVERTISEMENT
Keras.
Perseteruan itu berlanjut bahkan ketika Mourinho sudah menangani United. Pada 2015, Mourinho kembali menyindir Wenger yang waktu itu sudah lama sekali tidak menjuarai Premier League.
"Saya takut gagal? Justru dia itu yang ahli soal kegagalan. Saya tidak. Jadi, kalau ada yang menyangka ucapannya benar dan menganggap saya takut gagal, itu mungkin karena saya jarang sekali gagal. Jadi, mungkin dia benar. Saya tidak terbiasa gagal. Namun, kenyataannya dialah ahli soal kegagalan. Delapan tahun tanpa trofi? Itu jelas kegagalan," kata Mourinho.
ADVERTISEMENT
***
Jumat, 20 April 2018, Wenger memberikan pernyataan besar: musim ini menjadi musim terakhirnya bersama Arsenal. Begitu musim 2017/2018 selesai, Wenger akan meninggalkan Arsenal. Ia tidak memedulikan sisa kontraknya yang masih berlaku hingga tahun 2019.
Selepas 2004, seperti kata Mourinho, Wenger memang akrab dengan kegagalan. Namun, pada era sebelum itu, pria kelahiran Strasbourg tersebut punya sederet catatan yang bisa bikin aplaus. Keberhasilannya membawa Arsenal jadi juara tanpa terkalahkan di musim 2003/2004 belum ada yang bisa menyamai sampai sekarang. Bahkan, Manchester City-nya Pep Guardiola yang disebut-sebut sebagai salah satu tim terbaik sepanjang sejarah Premier League itu pun tidak (atau belum) bisa melakukannya.
Kini Wenger menatap jalan keluar yang sudah kelihatan. Barangkali, sesekali, ia bisa menoleh ke belakang dan melihat sederet caci dan benci yang pernah ia tumpahkan pada dua rivalnya itu.
ADVERTISEMENT