news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Apa yang Salah dengan De Ligt Musim Ini?

8 Oktober 2019 14:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Matthijs de Ligt memperkuat Juventus di laga melawan Napoli. Foto: AFP/Isabella Bonotto
zoom-in-whitePerbesar
Matthijs de Ligt memperkuat Juventus di laga melawan Napoli. Foto: AFP/Isabella Bonotto
ADVERTISEMENT
Ada sebab jelas mengapa Juventus menebus Matthijs de Ligt dengan mahar 75 juta euro pada bursa transfer musim panas 2019. Bek Belanda ini tak hanya cerdik dan memiliki kemampuan teknikal mumpuni, tetapi, juga berani.
ADVERTISEMENT
Dengan usia yang baru 20 tahun, De Ligt diharapkan bisa menjadi sosok vital di lini pertahanan I Bianconeri dalam jangka waktu yang lama. Namun, hingga saat ini, bek didikan Ajax Amsterdam itu masih gagal menerjemahkan harapan tadi di atas lapangan.
Ini sejumlah petaka yang terjadi dalam karier De Ligt di Juventus: Mencetak gol bunuh diri saat menghadapi Inter Milan di ajang pramusim. Tampil buruk sehingga timnya kebobolan 3 gol saat melawan Napoli pada awal September.
Kehilangan konsentrasi sehingga Juventus terpaksa kebobolan 2 gol di akhir laga Liga Champions perdana musim ini melawan Atletico Madrid. Terkini, melakukan eror berujung penalti saat Juventus menang 2-1 atas Inter, Senin (7/10/2019) dini hari WIB.
ADVERTISEMENT
Lantas, apa yang salah dari De Ligt semenjak bergabung dengan sang jawara bertahan Serie A selama sewindu terakhir itu? Cara paling mudah untuk mengetahui ini, ya, menengok apa yang dilakukan De Ligt sepanjang musim lalu.
Matthijs de Ligt menjadi komoditas panas di bursa transfer kali ini setelah tampil impresif bersama Ajax Amsterdam. Foto: Adrian DENNIS / AFP
Kala itu, De Ligt beroperasi sebagai bek tengah yang ruang aksinya lebih condong ke sisi kanan. Nah, demi mencegah timnya kebobolan, De Ligt biasanya melakukan man-marking secara ketat untuk setiap pemain yang masuk ke dalam zonanya.
Kenapa De Ligt menerapkan man-marking di area tertentu saja? Mudah saja jawabannya: Supaya tak lepas dari posisinya. Masalahnya, dengan gaya pertahanan seperti ini, De Ligt membutuhkan rekan yang memiliki kepekaan yang tinggi juga.
Di Juventus sendiri, De Ligt sering ditandemkan dengan Leonardo Bonucci yang tak begitu baik dalam pemosisian. Di sisi lain, dengan hadirnya Bonucci, De Ligt terpaksa harus beroperasi di sisi kiri -- yang mana belum pernah terjadi sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Imbas dari kondisi ini ialah munculnya kaos di lini belakang Juventus. Saat melawan Inter tadi, Bonucci dan De Ligt kerap sama-sama di posisi kiri. Dengan begitu, Sami Khedira acap harus cepat mundur demi menutup sisi tengah-kanan Juventus.
Tentu, ada hal lain yang menyandung karier De Ligt selama di Juventus. Misalnya, kemampuan menghadapi bola udara.
Matthijs de Ligt di laga Inter Milan vs Juventus. Foto: REUTERS/Daniele Mascolo
Ketika di Ajax, De Ligt memiliki dua cara untuk menghadapi situasi seperti ini. Pertama, mengambil risiko dengan meninggalkan area penjagaannya demi menyundul bola.
Kedua, bermain aman dengan mundur sejenak dari pemain-pemain lain agar berada di posisi yang tepat saat harus melakukan sapuan.
Selama di Juventus, cara yang pertama ini sudah jarang dilakukan De Ligt. Pertandingan melawan Napoli tadi bisa menjadi rujukan, yang Juventus kebobolan 2 gol lewat umpan silang dalam skema tendangan bebas dan De Ligt tak bisa berbuat apa-apa.
ADVERTISEMENT
Napoli menunjukkan kepada De Ligt bahwa ada banyak skenario dalam bola mati. Jika biasanya dihadapkan dengan situasi ramai orang di kotak penalti, kini ia dihadapkan dengan sejumlah orang yang berlari dari luar kotak penalti.
Dihadapkan dalam situasi tersebut, De Ligt dituntut harus berani mengambil risiko dengan melayangkan sundulan. Namun, sampai saat ini, dia tak memiliki nyali untuk melakukannya.
Matthijs de Ligt ketika hendak menjalani pertandingan di Villar Perosa. Foto: AFP/Isabella Bonotto
Cara kedua tak berjalan seefektif yang sudah-sudah. Tengok kembali saat menghadapi Inter. Gol Inter yang muncul di menit ke-18 bermula dari kesadaran De Ligt bahwa dia telah membuat kesalahan karena berdiri di belakang Lautaro Martinez.
Bek bernomor punggung 4 ini mencoba menebus kesalahannya dengan mendorong tubuhnya ke depan Martinez. Namun, keputusan itu malah membuat bola mengenai tangannya. Penalti diberikan untuk Inter. Tak lama, gol pun tercipta.
ADVERTISEMENT
Permasalahan terakhir menyoal pengambilan keputusan De Ligt saat melakukan tekel. Dalam situasi satu lawan satu saat masih di Ajax, De Ligt biasanya berlari mengiringi lawannya. Ia baru melancarkan tekel ketika lawannya berbelok.
Cara ini masih dilakukan De Ligt, tetapi imbasnya tak seefektif sebelumnya. Tak jarang malah De Ligt terlalu lama memberi lawan waktu untuk berpikir. Akibatnya, ketika De Ligt melancarkan tekel, lawannya sudah tahu menemukan cara jitu untuk mengantisipasi.
*** Jadi, begitulah. Perjalanan De Ligt di Juventus sejauh ini masih jauh dari harapan. Akan tetapi, apakah itu berarti Peraih Golden Boy 2018 ini merupakan flop lainnya di dunia sepak bola?
Ya, belum tentu, dong.
Pertama, musim ini masih panjang. Kedua, kalaupun pada akhirnya musim ini berakhir bencana untuk De Ligt, setidaknya dia sudah paham suasana Serie A. Dengan begitu, De Ligt bisa memberikan performa jauh lebih baik di musim depan.
ADVERTISEMENT