Asian Games 2018, Panggung PES 2018 untuk Kembali Berpendar

4 Agustus 2018 10:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Philippe Coutinho di game PES. (Foto: Konami)
zoom-in-whitePerbesar
Philippe Coutinho di game PES. (Foto: Konami)
ADVERTISEMENT
Saat Konami merilis Pro Evolution Soccer (PES) 2014, idenya jelas: Kesuksesan. Mereka ingin mengulangi keberhasilan besar edisi lawas Konami, PES 6, 7, dan 2013, yang sampai detik ini masih digandrungi.
ADVERTISEMENT
Sialnya, meski saat itu menggunakan mesin grafis baru bernama Fox Engine, yang sebelumnya juga digunakan untuk Metal Gear Solid V --yang sukses besar--, produk ini justru mendapatkan kecaman.
Banyak kritikus game yang merasa bahwa PES 2014 terasa setengah matang. Mulai dari bug, gameplay yang tak realistis, hingga kualitas yang buruk adalah tiga nada sumbang yang sering disuarakan.
Implikasinya, banyak gamer yang kemudian meninggalkan PES. Bahkan, stereotip game sepak bola buruk pun harus melekat pada PES edisi selanjutnya.
Setelah edisi yang penuh kesuraman itu, orang-orang di Konami seakan tak pernah tidur untuk menebus kesalahannya. Tentu, upaya ini dilakukan tanpa mengesampingkan unsur kesenangan di dalam game.
Ikhtiar memang tak pernah mengkhianati hasil, selama dilakukan dengan benar. Dua tahun ke belakang, banyak pecinta gim sepak bola di seluruh dunia yang mulai memberikan hatinya kembali kepada PES.
ADVERTISEMENT
Review-review positif tentang PES pun kembali berdatangan. Salah satunya datang dari Bleacher Report, media sepak bola yang sebenarnya malah lebih senang mengabarkan kompetitor PES. Di sisi lain, berbagai YouTuber atau pesepak bola ternama kembali menggalakkan untuk menjamah gim ini.
Dan tentu saja, PES hadir dalam berbagai turnamen eSport level multinegara.
Di Asian Games 2018, misalnya, PES edisi teranyar, alias PES 2018, akan diperlombakan oleh berbagai gamer dari berbagai wilayah di Asia. Lantas, seberapa menyenangkannya, sih, memainkan PES 2018? Dalam tulisan kali ini, kumparanBOLA akan mendedah secara khusus perihal gameplay-nya.
Di PES 2018, Semua Bisa Saja Terjadi
Berbeda dengan edisi sebelumnya, tempo permainan di PES 2018 terasa lebih lamban. Bahkan, alur permainan di PES 2018 juga terasa lebih santai jika dibandingkan dengan edisi terdahulunya.
ADVERTISEMENT
Namun, kelambatan ini membuat PES edisi ini justru terasa lebih menyenangkan. Karena gamer jadi bisa menikmati berbagai hal yang disuguhkan dalam gameplay-nya. Misalnya, pergerakan bola. Entah itu saat melancarkan tembakan, umpan pendek, terobosan, hingga lambung; semuanya terasa sangat realistis.
Pun begitu juga ketika bola mengenai mistar gawang, tangan kiper, atau tubuh pemain belakang, atau wujud bola muntahan lainnya. Bola hasil pantulannya memang suka sulit untuk ditebak ke mana arahnya. Selayaknya beberapa sepak bola yang melihat ke langit untuk menebak ke mana arah bola jatuh di dunia nyata.
Atau Artificial Intelligent (AI) dalam gim ini. Di PES 2018, bertahan dan menyerang sama-sama menantang. Tentu, masih dalam batas yang menyenangkan. Adapun, ini terjadi karena PES 2018 berusaha memiripkan karakteristik ribuan pesepak bola yang ada dalam gimnya sesuai dengan kenyataan.
ADVERTISEMENT
Misalnya, Philippe Coutinho. Di gim ini, mudah sekali menggocek bola dan menendang menggunakan gelandang Barcelona itu. Ya, selama dia tak harus melakukan kontak fisik dengan lawan. Sebab, hal tersebut akan mempengaruhi penyelesaian akhirnya.
Sementara, pemain macam Roberto Firmino di gim ini akan begitu aktif dalam mencari celah dalam lini bertahan lawan. Lalu, jangan berharap Gary Cahill bisa berbuat banyak ketika satu lawan satu dengan pemain macam Lionel Messi. Sebab, seperti aslinya, Cahill tak cukup lincah dalam mematikan pergerakan lawan yang mengandalkan dribel cepat.
Dan tentu pula perlu disinggung perbaikan AI kiper di edisi ini. Dua edisi sebelumnya, PES dikritik karena semua kipernya suka meng-Karius-kan diri. Di PES 2018, membobol gawang Manuel Neuer jelas takkan semudah membobol gawang yang dijaga Willy Caballero.
ADVERTISEMENT
Refleks kiper, pemosisian dirinya, hingga kemampuan operannya, semua tergantung kepada karakteristik sang kiper di dunia nyata.
Dua kelebihan itu kemudian didukung dengan hal-hal yang sifatnya eye-candy. Animasi pergerakan pesepak bola di gim ini terasa sangat mulus dan sangat jauh dari versi gim-gim sepak bola yang pernah ada.
Juga, render wajah para pemain dengan resolusi sangat tinggi plus raut mukanya bisa menjadi daya tarik lainnya dalam tiap cut-scene dalam game ini. Hingga animasi suporter yang membuat game ini jadi tak membosankan.
Belum lagi soal cameo suporter yang bikin gim ini jadi kian asyik ditengok. Terutama dalam laga besar, tim tuan rumah akan memainkan cameo yang unik dan tak jarang pula terlihat ada suar (flare) dinyalakan. Atau bagaimana suporter berjingkrak ketika ada gol tercipta.
ADVERTISEMENT
Dari situ, tampak jelas, 'kan, PES 2018 begitu meyenangkan dan tak kalah dari gim sebelah? So, sudah siap untuk nonton PES 2018 di Asian Games?