Asian Games: Stadion Gelora Bung Karno, Artefak Sejarah Indonesia

2 Agustus 2018 16:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Stadion Gelora Bung Karno (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Stadion Gelora Bung Karno (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada 1956, ketika berpidato di Stadion Luzhniki, Moskow (kerap juga disebut Stadion Pusat/Utama Lenin), Soekarno begitu terkesima. Dalam benaknya, dia ingin agar bangsa Indonesia memiliki stadion semegah itu. Dari situlah imaji tentang Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) menyeruak.
ADVERTISEMENT
Kala itu, Soekarno sedang melakukan kunjungan kenegaraan ke Uni Soviet. Selain untuk memperkuat hubungan dua negara yang tengah romantis, kunjungan ini juga mencatatkan dua peristiwa sejarah penting: Pidato Soekarno di Luzhniki dan keinginan Soekarno untuk meminjam uang sekaligus meminjam tenaga arsitek Soviet.
Dua peristiwa sejarah tersebut saling menyambung. Usai terpana akan kemegahan Luzhniki, Soekarno langsung mengajukan pinjaman dana untuk pembangunan stadion di Indonesia. Soviet menyetujui pinjaman tersebut. Nikita Khrushchev, Perdana Menteri Soviet kala itu, sempat kaget dengan maksud di balik peminjaman uang Soekarno ini, walau pada akhirnya dia setuju.
"Secara umum, dia (Soekarno) lebih suka mengumpulkan kerumunan orang. Sepertinya dia selalu membutuhkan penonton, dan karena itu dia butuh panggung besar, dan itu adalah stadion yang pada akhirnya kami bangun," ujar Khrushchev dalam memoarnya berjudul 'Memoirs of Nikita Khrushchev: Volume 3'.
ADVERTISEMENT
Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 1959, pinjaman lunak itu diberikan. Total dana sebesar 12,5 juta dolar AS diberikan oleh Soviet. Diiringi dengan rencana pembangunan yang dilaksanakan pada 1958, Keppres no. 113/1959 tentang pembentukan Dewan Asian Games Indonesia, serta penancapan tiang pertama pada Februari 1960, pembangunan Stadion Utama Gelora Bung Karno dimulai.
Proses Pembebasan Tanah, Hingga Menjadi Bagian dari Kompleks Olahraga Senayan
Pada 1959-1960, kawasan Senayan masih berupa perkampungan. Sebanyak 60 ribu warga tinggal di situ, dalam lahan seluas 300 hektare. Demi memenuhi ambisi membangun sebuah kawasan elite olahraga, pemerintah Indonesia memberikan pengertian dan kompensasi kepada warga, memindahkan warga Senayan saat itu ke wilayah Tebet, Slipi, serta Ciledug. Frederik Silaban-lah yang mengusulkan wilayah Senayan ini
ADVERTISEMENT
Salah satu dari bangunan yang termasuk kompleks olahraga Senayan tersebut adalah Stadion Utama Gelora Bung Karno. Dibantu beberapa arsitek Soviet, serta 40 sarjana teknik yang memimpin 12.000 pekerja sipil dan militer dari Indonesia, Soekarno mulai mewujudkan mimpi yang dia tanam sejak 1956 silam: Indonesia memiliki stadion sendiri. Sebuah stadion dengan atap gelang sebagai pelindungnya.
"Saya memerintahkan kepada arsitek Uni Soviet, bikinkan atap temu gelang daripada main stadium yang tidak ada di lain tempat di seluruh dunia. Bikin seperti itu. Meski mereka tetap berkata, yah, tidak mungkin Pak. Tidak biasa, tidak lazim, tidak galib, kok ada stadion atapnya temu gelang, di mana-mana atapnya ya hanya sebagian saja. Tidak, saya katakan sekali lagi, tidak. Atap stadion kita harus temu gelang," ujar Soekarno.
ADVERTISEMENT
Keinginan Soekarno soal motif temu gelang sebagai atap dari Stadion Utama Gelora Bung Karno bukanlah tanpa alasan. Selain terinspirasi dari desain Stadion Luzhniki, desain atap bundar yang mengelilingi air mancur di Museo Antropologia de Mexico menjadi inspirasinya untuk menerapkan motif temu gelang di atap stadion.
Dalam desain atap bundar tersebut, penyangga atap tidak berada di tengah.Maka, berdasarkan desain tersebut, maka penyangga atap Stadion Utama Gelora Bung Karno seluruhnya berada di tepi mengelilingi bangunan stadion. Atap oval yang mengelilingi stadion tersebut akan bertepi serta menyatu pada sebuah gelang raksasa yang secara kokoh bakal dicengkeram dari bagian atas.
Stadion Gelora Bung Karno (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)
zoom-in-whitePerbesar
Stadion Gelora Bung Karno (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)
Dalam masa pengerjaannya selaam dua setengah tahun, pernah ada musibah yang menimpa Gelora Bung Karno. Pada 23 Oktober 1961, sekitar pukul 18.45 WIB, percikan api membakar beberapa bagian bangunan yang sudah setengah jadi. Bagian yang paling banyak terbakar adalah rangkaian kayu penyangga kerangka besi. Atap stadion hancur, meski nilai kerugian tidak lebih dari satu persen nilai proyek.
ADVERTISEMENT
Hal ini sempat mengundang pesimisme tersendiri. Di tengah gelaran Asian Games yang kian mendekat, kebakaran ini menimbulkan keraguan. Akankah Indonesia bisa membangun kembali Stadion Utama Gelora Bung Karno setelah terbakar? Akankah waktunya cukup? Pesimisme dan keraguan ini diungkapkan oleh media-media Asia yang lain.
Namun, kekhawatiran itu tidak terjadi. Stadion tetap jadi sesuai dengan tenggat waktu. Pada 21 Juli 1962, stadion dengan panjang lapangan 105 meter, lebar lapangan 68 meter, jarak ring dalam seluas 920 meter, jarak ring luar seluas 1.100 meter, trek dalam berbentuk elips dengan luas 1,75 hektar (sumbu panjang 176,1 meter, sumbu pendek 124.32 meter), serta berbalut rumput Zoysia Matrella itu diresmikan. Soekarno berhasil mewujudkan mimpi yang dia canangkan sejak 1956 silam: punya stadion sendiri.
ADVERTISEMENT
“Ini semua bukanlah untuk kejayaanku, semua ini dibangun demi kejayaan bangsa. Supaya bangsaku dihargai oleh seluruh dunia,” kata Soekarno dalam otobiografi 'Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia' karya Cindy Adams perihal Stadion Utama Gelora Bung Karno ini, sekaligus merespon kritik yang melayang pada dirinya soal menghamburkan uang di kala masyarakat masih kelaparan.
Penggunaan Stadion Utama Gelora Bung Karno, Tak Sekadar Olahraga Semata
Selain digunakan untuk ajang Asian Games 1962, setahun berselang (1963), setelah Indonesia tidak lagi menjadi bagian dari Komite Olimpiade Internasional (IOC), SUGBK digunakan dalam ajang pesta olahraga negara-negara berkembang (GANEFO). Seperti halnya ketika Asian Games 1962, ketika pelaksanaan GANEFO pun SUGBK masih menjadi sebuah bangunan olahraga megah kebanggaan masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada pelaksanaannya, SUGBK tidak hanya menjadi tempat penyelenggaraan ajang olahraga saja. Memang, beberapa ajang olahraga monumental, macam kesukesan Irak meraih gelar Piala Asia perdananya pada 2007 maupun kejadian patahnya kaki Boaz kala Indonesia menjalani laga uji tanding jelang Piala Asia 2007 menghadapi Hong Kong, terjadi di SUGBK ini.
Aksi heroik juga pernah tercipta di stadion ini, kala seorang suporter bernama Hendry Mulyadi turun ke lapangan. Saat itu, Indonesia sedang menghadapi Oman dalam laga kualifikasi Pra-Piala Asia 2011, Rabu (6/1/2010). Ketika itu, Hendry masuk lapangan, menggiring bola ke arah gawang Ali Al-Habsi, karena merasa kecewa atas permainan Indonesia.
Gelora Bung Karno, Senayan (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gelora Bung Karno, Senayan (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Meski begitu, Stadion Utama Gelora Bung Karno juga pernah digunakan untuk ajang-ajang non-olahraga. Soekarno pernah beberapa kali berpidato di sini. Beberapa ajang kampanye politik serta kumpul akbar partai politik maupun organisasi swadaya masyarakat yang diadakan oleh Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdlatul 'Ulama (NU), serta Partai Komunis Indonesia (PKI) juga diadakan di SUGBK.
ADVERTISEMENT
Pada 2014 silam, beberapa partai politik seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Golongan Karya (Golkar), serta Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengadakan kampanye akbar di sini. Konser Salam Dua Jari, konser Bon Jovi, konser Slank, konser Metallica, serta konser One Directon pernah diadakan di sini. Ketika One Direction mengadakan konser pada 2015 silam, mepet dengan laga kualifikasi Pra-Piala Asia U-23 2016.
SUGBK juga tidak lepas dari konstelasi politik. Saat Soekarno lengser dan digantikan oleh Soeharto, nama SUGBK pernah diubah menjadi Stadion Utama Senayan melalui Keppres no. 4/1984, efek dari de-Soekarnoisasi yang dilakukan pemerintah. Namanya kembali berganti jadi Stadion Utama Gelora Bung Karno pada masa reformasi, melalui Keppres no. 7/2001 yang dikeluarkan Presiden (alm.) Abdurrahman Wahid.
ADVERTISEMENT
Sekarang, SUGBK sedang menatap berbagai event-event baru. Terdekat adalah event Asian Games 2018 yang akan diselenggarakan pada 18 Agustus sampai 2 September 2018 mendatang.
***
Sebagai sebuah bangunan, SUGBK menjadi saksi bisu berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia. Dia juga menjadi saksi bahwa di masa lalu, hubungan Indonesia dan Uni Soviet--yang sekarang sudah pecah dan berganti nama menjadi Rusia--, pernah begitu erat. Dia juga menjadi saksi dari tangis, tawa, dan haru suporter sepak bola Indonesia.
Maka, sudah sewajarnya kita, selaku bangsa Indonesia, merawat Stadion Utama Gelora Bung Karno dengan sebaik-baik, sehormat-hormat, serta sebenar-benarnya. Karena, dia tidak lagi hanya menjadi seonggok bangunan di tengah pusat kota Jakarta, melainkan sudah menjadi artefak sejarah bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT