Atas Semua Perubahan yang Terjadi, Atalanta Berutang pada Gasperini

15 Mei 2019 10:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gian Piero Gasperini bersama kaptennya, Alejandro Gomez. Foto: AFP/Vincenzo Pinto
zoom-in-whitePerbesar
Gian Piero Gasperini bersama kaptennya, Alejandro Gomez. Foto: AFP/Vincenzo Pinto
ADVERTISEMENT
Dua puluh dua tahun tanpa final, dua puluh dua tahun gelar juara menjadi nostalgia belaka. Kisah pengangkatan trofi hanya menjadi dongeng pengantar tidur, orang-orang tua mengulang cerita kepada anak-anak mereka, " Hei, 1963 dulu kita jadi juara. Torino kita buat merana." Itulah Atalanta.
ADVERTISEMENT
Tapi, 2018/19 lain cerita. Atalanta akhirnya sampai ke partai puncak Coppa Italia, bersiap-siap baku-hantam dengan Lazio asuhan Simone Inzaghi. Tapi, Coppa Italia tak sekadar menjadi satu-satunya harapan Atalanta.
Mereka menjadi salah satu calon kuat peraih tiket Liga Champions musim depan. Berkaca pada tabel klasemen Serie A, Atalanta kini ada posisi keempat, tertinggal satu poin dari Inter Milan yang ada di posisi ketiga.
Para pemain Atalanta merayakan kemenangan usai bertanding melawan Napoli. Foto: Reuters/Ciro De Luca
Penyerang dan kapten Atalanta, Alejandro Gomez, sadar betul bahwa tanpa tangan dingin pelatih mereka, Gian Piero Gasperini, situasi macam ini tidak akan terjadi. Gasperini tak hanya berperan krusial dalam meracik taktik, tapi juga menggenjot mental pemain.
"Mental kami berubah, terutama sejak kedatangan Gasperini. Sebelumnya kami hanya berpikir gimana, sih, caranya tetap bertahan di sini. Tapi, sekarang kami turun arena dengan mengemban tujuan-tujuan penting," jelas Gomez, dilansir Football Italia.
ADVERTISEMENT
Gasperini memang sudah malang-melintang di jagat sepak bola Italia. Tapi, ciri khas taktiknya tak berubah. Ia tetap menggunakan pakem dasar 3-4-3 yang divariasikan dalam berbagai skema. Mulai dari 3-4-2-1, 3-4-1-2, hingga 3-5-1-1.
Dengan menggunakan pakem itu, Atalanta bertanding dalam satu kekhasan. Mereka tampil begitu agresif, yang diwujudkan dengan pressing dan marking secara kolektif. Tujuannya, agar lawan tak memiliki kesempatan sedikit pun untuk menyerang.
Hasilnya tak mengecewakan. Meski Atalanta kemasukan 44 gol, mereka berhasil menorehkan 74 gol ke gawang lawan di Serie A.
Alejandro 'Papu' Gomez, kapten Atalanta. Foto: Reuters/Alberto Lingria
Agresivitas dan fleksibilitas seperti ini menjadi tipe permainan yang begitu disukai oleh Gomez. Bukan hanya karena memang cocok dengan karakter bermain Gomez, tapi juga karena Gasperini tidak pernah memberikan beban berlebihan kepada para pemainnya, termasuk nama-nama senior.
ADVERTISEMENT
Kalaupun memang ada perubahan, Gasperini akan berdiskusi dengan para pemainnya. Itu dilakukan agar tim tetap bermain dalam satu harmoni. Misalnya, apa yang terjadi pada Gomez.
Pemain berusia 31 tahun ini mengaku perannya di tim sekarang tidak sama dengan peran dasarnya. Gomez menjelaskan bahwa sebenarnya ia adalah pemain nomor 10. Tapi, ia sadar sepak bola selalu berubah.
"Saya sebenarnya pemain nomor 10. Tapi, sepak bola 'kan terus berubah. Kebanyakan tim sekarang bermain dengan formasi-formasi yang menggunakan pemain saya," ucap pemain asal Argentina ini.
"Saat Cristante pergi, kami langsung sadar, kami tidak bisa menemukan pemain yang menggantikan perannya. Lantas, kami bicara dengan Gasperini dan semuanya berjalan dengan baik. Saya sangat menyukai bermain sebagai second striker," jelas Gomez.
ADVERTISEMENT
Pelatih Atalanta, Gian Piero Gasperini. Foto: Reuters/Massimo Pinca
Dalam racikan taktik Gasperini, Gomez berperan sebagai kreator serangan. Ia memang bukan pemain yang paling banyak mencetak gol, tapi bukan berarti ia tak punya peran krusial.
Hingga kini, Gomez menjadi pemain Atalanta yang paling banyak menciptakan assist di Serie A. Total, ada 10 assist yang sudah ditorehkannya. Ia pun menjadi pemain yang paling banyak menorehkan umpan kunci di kompetisi yang sama. Rataan umpan kuncinya mencapai 3,2 per pertandingan.
"(Josip) Ilicic, Duvan (Zapata), dan saya adalah pemain-pemain yang paling berpengalaman di sini. Tapi, kami tidak merasa terbebani. Saya tidak tahu apakah saya bisa disebut sebagai ikon buat tim atau tidak. Toh, saya baru lima tahun ada di sini. Saya bukan pemain seperti (Daniele) De Rossi," ucap Gomez.
ADVERTISEMENT
"Tapi, katakanlah kami, semua orang di tim ini, tumbuh bersama-sama dalam lima tahun terakhir. Itulah yang membuat saya sangat bangga dan gembira. Mempersembahkan kebahagiaan dan sukacita untuk setiap orang di Bergamo adalah hal yang sangat penting," jelas Gomez.
*** Final Coppa Italia 2018/19 antara Atalanta dan Lazio akan digelar pada Kamis (16/5/2019) di Stadion Olimpico. Sepak mula akan berlangsung pada pukul 01:45 WIB.