Bagaimana Saul, Isco, dan Asensio Menjadi Senjata Utama Timnas Spanyol

12 September 2018 17:50 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Saul jadi pemain andalan Spanyol era Luis Enrique. (Foto: Reuters/Heino Kalis)
zoom-in-whitePerbesar
Saul jadi pemain andalan Spanyol era Luis Enrique. (Foto: Reuters/Heino Kalis)
ADVERTISEMENT
Dua kemenangan, delapan gol. Itulah catatan brilian Tim Nasional Spanyol dalam dua pertandingan kompetitif pertamanya di bawah arahan entrenador anyar Luis Enrique Martinez. Lenyapnya pemain-pemain seperti Andres Iniesta dan David Silva nyatanya sampai saat ini belum berpengaruh negatif bagi mereka. Bahkan, boleh dikatakan pensiunnya dua legenda itu adalah berkah tersendiri.
ADVERTISEMENT
Pada pertandingan menghadapi Inggris dan Kroasia, Spanyol tak lagi bermain seperti pada Piala Dunia 2018. Jika di Rusia mereka bermain dengan tiki-taka yang tak jelas juntrungannya, kali ini Spanyol tampil lebih agresif, lebih menggigit, dan hasilnya, jadi lebih produktif. Spanyol bahkan tak terlihat seperti tim yang sedang berada dalam masa transisi pada dua laga tersebut.
Untuk pencapaian itu, Spanyol kudu berterima kasih pada tiga pemain yang perannya demikian menonjol. Mereka adalah Isco Alarcon, Saul Niguez, dan Marco Asensio. Tiga pemain ini tak cuma jadi pahlawan kemenangan, melainkan juga jadi simbol perubahan gaya bermain yang diusung oleh Enrique.
Dalam konferensi pers pascalaga, pelatih Kroasia, Zlatko Dalic, menyampaikan pujiannya terhadap gaya bermain ala Enrique ini. Menurut nomine Pelatih Terbaik versi FIFA tersebut, meski Spanyol tetap dominan dalam penguasaan bola, mereka saat ini juga 'lebih vertikal dan lebih agresif'. Dengan kata lain, Spanyol milik Enrique benar-benar komplet.
ADVERTISEMENT
Dalam pengertian khusus, sepak bola vertikal berarti sepak bola yang lugas. Untuk mengeksekusi ini, sebuah tim harus lebih sering melakukan umpan langsung ke depan alih-alih berputar-putar lewat samping seperti yang dipertontonkan Spanyol di Piala Dunia 2018 lalu.
Bersama Enrique, Spanyol tak lagi memainkan tiki-taka yang tak jelas juntrungannya seperti pada masa kepelatihan Fernando Hierro. Mereka kini lebih berorientasi pada bagaimana caranya mencetak gol secepat mungkin, walaupun identitas bola-bola pendek itu tak mereka hilangkan.
Di atas kertas, Spanyol milik Enrique masih memainkan pakem dasar 4-3-3 yang sudah jadi pegangan sejak zaman Luis Aragones. Namun, pemilihan pemain yang berbeda membuat pendekatan bermain mereka juga berubah. Di Piala Dunia 2018, Saul sama sekali tak pernah diturunkan oleh Hierro. Kini, di bawah Enrique, pemain Atletico Madrid itu menjadi salah satu senjata utama.
ADVERTISEMENT
Heatmap Saul vs Inggris. (Foto: WhoScored)
zoom-in-whitePerbesar
Heatmap Saul vs Inggris. (Foto: WhoScored)
Jika merujuk pada pakem dasar 4-3-3 tadi, Saul bermain di sisi kanan depan Sergio Busquets yang tetap dipertahankan sebagai jangkar. Namun, pada praktiknya, Saul tak pernah mendekam di sana karena dia adalah gelandang sapu jagat milik Enrique yang bisa melakukan apa pun. Merebut bola, menciptakan peluang, melewati lawan, bahkan mencetak gol, semua bisa dia lakukan.
Apa yang diperbuat Saul itu bisa dilacak lewat heatmap dan statistik. Pada heatmap yang tersedia, terlihat bagaimana Saul nyaris tak pernah mendekam di satu area saja. Aktifnya pergerakan pemain 23 tahun ini disokong dengan 2 aksi defensif, 1,5 dribel berhasil, 63 umpan, dan 2 tembakan per laga. Hasil konkretnya, tentu saja, adalah dua gol dalam dua pertandingan beruntun.
ADVERTISEMENT
Heatmap Saul vs Kroasia. (Foto: WhoScored)
zoom-in-whitePerbesar
Heatmap Saul vs Kroasia. (Foto: WhoScored)
Sementara itu, Isco dan Asensio punya peran yang sedikit berbeda meski kedua pemain ini, di atas kertas, sama-sama berposisi sebagai winger. Dalam skema permainan Enrique, Isco adalah katalis serangan. Dari 'posisi aslinya' di kiri, Isco akan bergerak ke sana kemari untuk melakukan link-up play dengan pemain-pemain lain.
Pada pertandingan menghadapi Kroasia, terlihat jelas betapa liarnya pergerakan Isco ini. Dalam beberapa kesempatan, dia bahkan bisa sampai ke sisi kanan yang jadi area tempat Asensio beroperasi. Dengan kata lain, Isco sebenarnya adalah trequartista yang disarukan sebagai seorang pemain sayap. Dia bermain di 3/4 lapangan dan menjadi penghubung antara lini tengah dan depan.
Heatmap Isco vs Inggris (Foto: WhoScored)
zoom-in-whitePerbesar
Heatmap Isco vs Inggris (Foto: WhoScored)
Sebenarnya, apa yang dilakukan Isco di sini tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukannya di Real Madrid maupun di Timnas Spanyol era Julen Lopetegui. Akan tetapi, di Real dan di era Lopetegui, Isco masih kerap bergonta-ganti 'posisi asli', sehingga terkadang mobilitasnya pun terhambat karena jarak yang lebih besar.
ADVERTISEMENT
Di sistem Enrique, Isco menemukan keleluasaan karena di area yang dia tinggalkan pemain-pemain seperti Dani Ceballos, Thiago Alcantara, serta Marcos Alonso dan Jose Luis Gaya punya disiplin posisi yang bagus. Ketika Isco sedang berkeliaran, para pemain itu akan memastikan agar lubang yang ditinggalkan tidak dieksploitasi lawan.
Heatmap Isco vs Kroasia. (Foto: WhoScored)
zoom-in-whitePerbesar
Heatmap Isco vs Kroasia. (Foto: WhoScored)
Asensio, sementara itu, merupakan campuran antara second striker dan penyerang sayap. Jebolan akademi Real Mallorca itu banyak beroperasi di half-space lawan tanpa perlu khawatir menyisir lebar lapangan karena soal itu Dani Carvajal-lah yang jadi aktornya.
Keunggulan utama Asensio, sampai sejauh ini, adalah tendangannya yang luar biasa akurat. Keunggulan itulah yang dioptimalkan betul oleh Enrique. Di Real Madrid, Asensio masih sering dimainkan terlalu melebar dan jauh dari gawang. Sementara, di Timnas Spanyol dia lebih diuntungkan.
ADVERTISEMENT
Dengan bermain di areanya yang sekarang, kans Asensio untuk punya ruang tembak hampir selalu terbuka. Dua gol ke gawang Kroasia -- satu lagi terhitung sebagai gol bunuh diri Lovre Kalinic -- adalah hasil pergerakan Asensio di zona nyamannya ini.
Heatmap Marco Asensio vs Kroasia. (Foto: WhoScored)
zoom-in-whitePerbesar
Heatmap Marco Asensio vs Kroasia. (Foto: WhoScored)
Para pemain ini, didukung dengan pergerakan Rodrigo Moreno yang dinamis, jadi senjata yang sangat menakutkan bagi Spanyol. Mereka mewakili semua ide yang ada di kepala Enrique. Sepak bola yang mereka pertontonkan masih masuk dalam kategori sepak bola indah lewat umpan satu-dua serta liukan-liukan seksi.
Akan tetapi, keindahan itu sesungguhnya begitu mematikan. Para pemain itu selama ini memang lebih lugas dibandingkan para pendahulunya. Apalagi, identitas yang mereka bawa adalah identitas sepak bola (Real dan Atletico) Madrid yang memang tidak sebertele-tele Barcelona. Dengan keberadaan mereka, resmi berakhir pulalah rezim Barcelona yang dulu begit digdaya itu.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Spanyol sudah menjalani awal yang sangat bagus. Namun, jalan trio ini masih sangat panjang. Mereka masih harus meloloskan negaranya ke Piala Eropa 2020. Jikalau sudah lolos nanti, mereka pasti juga akan dibebani target menjadi juara. Untuk mencapai level Xavi Hernandez, Andres Iniesta, dan David Silva, gelar juara itulah yang mau tak mau harus diraih.