Benarkah Liga 1 Darurat VAR?

6 Mei 2019 15:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
VAR, masih menuai kontroversi. Foto: REUTERS/Carlos Barria
zoom-in-whitePerbesar
VAR, masih menuai kontroversi. Foto: REUTERS/Carlos Barria
ADVERTISEMENT
Entah sampai kapan, kontroversi akan terus melekat pada sepak bola Tanah Air. Ketika di luar lapangan mafia asyik kongkalikong dengan klub, di dalam lapangan hijau, wasit jadi pesakitan.
ADVERTISEMENT
Musim terus berganti, masalah klasik mengenai kepemimpinan wasit seakan abadi. Terkini, korps berbaju hitam itu kembali menjadi sorotan kala memimpin babak 8 besar Piala Indonesia 2018.
Dimulai dari wasit Nusur Fadillah yang tak mengesahkan gol Bhayangkara FC ketika menghadapi PSM Makassar pada Jumat (3/5/2019), kemudian dilanjutkan keputusan Fariq Hitaba yang keliru memberikan penalti untuk Persib menyusul handball pemain Borneo FC pada Sabtu (4/5). Sedangkan, keputusan Handri Kristanto memberikan penalti kepada Persija Jakarta kala menghadapi Bali United pada Minggu (5/5), menimbulkan perdebatan.
Ya, dalam tiga hari beruntun, tiga peristiwa kontroversial terjadi di sepak bola Indonesia. Akibatnya, desakan untuk menggunakan Video Assistant Referee (VAR) di Liga 1 pun semakin kencang. VAR dinilai bisa menjadi solusi akan sering alpanya wasit dalam mengambil keputusan.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator kompetisi memastikan pihaknya tak akan menggunakan VAR pada musim 2019. Belum diketahui pula kemungkinan digunakannya alat penunjang wasit lainnya seperti spray dan alat komunikasi.
Pandangan berbeda dimiliki sejumlah klub Liga 1 menyoal penggunaan VAR. Presiden Madura United FC, Achsanul Qosasi, bahkan sudah menyebut bahwa VAR adalah kebutuhan bagi tim-tim di Liga 1. Ia bahkan menyebut pihaknya siap patungan untuk merealisasikan teknologi termutakhir itu.
“VAR, spray, dan alat komunikasi wasit, semua adalah kebutuhan, Jika PSSI belum butuh, kompetisi membutuhkannya. Kami yakin klub siap patungan (untuk merealisasikan teknologi di sepakbola),” ujar Achsanul.
Suara lain terkait dengan urgensi VAR terdengar dari kubu 'Singo Edan'. General Manager Arema FC, Ruddy Widodo, mengakui VAR memang dibutuhkan. Apalagi, masalah minimnya fasilitas yang kerap menjadi penghalang menggunakan VAR sudah bisa diatasi, seiring banyaknya klub-klub yang bermarkas di Pulau Jawa.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut Ruddy, selain VAR, ada hal lain yang juga mesti diperhatikan, yakni alat komunikasi wasit. Hal itu bisa diterapkan untuk mengakali mahalnya biaya penggunaan VAR yang ditaksir bisa mencapai Rp 35 juta sampai Rp 3 miliar untuk satu stadion.
"Sebenarnya yang lebih urgent (mendesak) itu alat bantu pendengaran (alat komunikasi wasit). Soalnya begini. jangankan saat ada insiden, saat laga besar saja, misalnya laga Arema lawan Persib, atau Arema lawan Persija, teriakan wasit cadangan memanggil wasit di lapangan untuk pergantian saja kadang tidak terdengar," ujar Ruddy saat dihubungi kumparanBOLA, Senin (6/5).
Ruddy mengungkapkan bahwa kelak, alat komunikasi ini bisa dikombinasikan dengan teknologi pengawas wasit. Ia menjabarkan, kelak akan ada pengawas wasit dari tribune atas stadion, yang menonton pertandingan dari TV.
ADVERTISEMENT
Wasit yang bertugas di tribune itu lalu berkomunikasi dengan wasit dan asisten wasit soal hal-hal yang luput dari pandangan mereka. Nah, komunikasi antar mereka bisa ditunjang dengan alat komunikasi wasit.
Arema FC merayakan gelar juara Piala Presiden Foto: ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
"Kebanyakan 'kan teman-teman wasit itu saling menunggu, apakah itu menunggu asisten wasit, padahal asistennya juga jauh dari bola. Itulah gunanya alat bantu pendengaran (alat komunikasi wasit)," ujar Ruddy.
"Pengawas wasit yang di atas, yang kontrol, bisa melihat semuanya dan memberitahu ke wasit yang bertugas di lapangan dengan menggunakan alat bantu pendengaran. Ini tidak mahal kok. Ya, harusnya sih bisa itu," lanjutnya.
Meski begitu, Ruddy juga tidak menampik bahwa Arema FC siap ikut patungan menggunakan VAR selama itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas sepak bola Indonesia.
ADVERTISEMENT
Memang, lanjut Ruddy, semua elemen pendukung pertandingan macam alat komunikasi wasit dan VAR tidak bisa dipenuhi dalam satu waktu. Akan tetapi, bukan berarti pembenahan itu harus berhenti dilakukan.
Ruddy menyebut Arema FC siap membantu, tetapi ia mengungkapkan bahwa fokus utama pihaknya adalah pengunaan alat komunikasi wasit dahulu, baru kemudian VAR.
Wasit Indonesia berlisensi FIFA, Thoriq Alkatiri. Foto: Instagram/@pssi__fai
"Ya, kalau untuk kebaikan semua pasti kita mendukung (adanya VAR), yang penting 'kan tujuannya untuk kebaikan semua. Tapi ya sebenarnya tadi, ada satu hal yang acap dilupakan, alat bantu dengar (alat komunikasi) itu. VAR memang lebih bagus, cuma memang jika ingin murah ya tetap pakai alat bantu pendengaran itu," ujarnya.
"Berarti memang ada beberapa elemen yang bisa mendorong jalannya pertandingan yaitu VAR, alat bantu dengar, spray, serta papan pergantian elektronik. Jadi sebenarnya kalau semua itu sudah ada, bagus itu. Tapi kalau enggak, minimal dua atau tiga elemen itu sudah ada lah," ucap Ruddy.
ADVERTISEMENT
Penggunaan VAR sejatinya membutuhkan banyak persiapan. Selain menyangkut teknologi, VAR juga mesti ditunjang dengan infrastruktur stadion yang memadai. Di Liga 1, jangankan pengadaan ruangan khusus VAR, hal mendasar seperti standarisasi penerangan stadion saja masih kerap menjadi polemik.
Namun, bukan berarti kompetisi di Tanah Air mustahil menggunakan VAR. Tengok saja apa yang telah dilakukan dua kompetisi tetangga yakni Liga Thailand dan Vietnam. Mereka mulai menggunakan VAR pada musim ini.
VAR di Piala Dunia 2018. Foto: REUTERS / Sergei Karpukhin
Anggota Komite Wasit PSSI, Purwanto, menilai adanya VAR di Liga 1 akan meringankan tugas wasit. Pihaknya pun mendukung bila teknologi tersebut benar-benar terealisasi di Liga 1.
Kendati demikian, bila VAR masih terlalu jauh untuk Liga 1, Purwanto menyarankan alternatif yakni pengunaan wasit tambahan seperti yang dilakukan oleh Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA).
ADVERTISEMENT