Benzema, si Pemain Nomor 9 Terbaik di Dunia Versi Zidane

22 April 2019 17:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemain Madrid, Benzema, merayakan gol. Foto: REUTERS/Javier Barbancho
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Madrid, Benzema, merayakan gol. Foto: REUTERS/Javier Barbancho
ADVERTISEMENT
Yang bakal diingat Zinedine Zidane saat memperbincangkan Athletic Bilbao tak hanya kemenangan 3-0 yang diukir Real Madrid. Di dalamnya, ada kisah Karim Benzema yang membuktikan diri bahwa ia belum habis dimakan zaman.
ADVERTISEMENT
Ketiga gol Madrid untuk mengunci kemenangan pada laga pekan ke-33 La Liga 2018/19 itu ditorehkan oleh Benzema. Pemain berkebangsaan Prancis ini menjadi antagonis paling bengis untuk lawan saat bertanding di Santiago Bernabeu yang masyhur itu.
"Bagi saya, Karim (Benzema) adalah pemain nomor 9 terbaik di dunia meski ada banyak pemain hebat dan orang-orang bisa saja memilih yang lain sebagai yang terbaik," jelas Zidane, dilansir ESPNFC.
Yang spesial di mata Zidane tak sebatas trigol yang dipersembahkan Benzema untuk seantero Bernabeu. Bagi mantan penggawa Timnas Prancis itu, komitmen sebagai pesepak bola selama satu dekadelah yang membuat Benzema begitu istimewa.
Zinedine Zidane memeluk Karim Benzema usai laga vs Celta Vigo. Foto: REUTERS/Susana Vera
Bicara soal Madrid, sebagian besar orang tak melewatkan ini: Kepergian megabintang Cristiano Ronaldo menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang menjadi muara serangan.
ADVERTISEMENT
Gareth Bale sempat digadang-gadangkan sebagai pengganti. Namun, kenyataannya tak sebanding dengan harapan. Pemain berkebangsaan Wales itu cuma mencetak 11 gol dan lima assist untuk Madrid dalam 34 penampilan di semua kompetisi 2018/19.
Begitu pula dengan penyerang muda, Vinicius Junior. Pemuda Brasil berusia 18 tahun ini baru mampu menorehkan empat gol dan dua assist untuk Los Galacticos.
Lantas, majulah Benzema. Kepergian Ronaldo ke Kota Turin ibarat anugerah bagi Benzema. Citranya sebagai pemain pendukung berganti menjadi penyerang andalan. Kepantasannya untuk menyandang peran itu dibuktikan lewat 30 gol dan tujuh assist dalam 47 laga Madrid di semua kompetisi resmi 2018/19.
Karim Benzema (kiri) merayakan golnya ke gawang Espanyol. Foto: REUTERS/Albert Gea
Dalam wawancaranya sebelum bersua Ajax Amsterdam di leg kedua babak 16 besar Liga Champions, Benzema bertutur soal peran baru yang memberinya keleluasaan sebagai penyerang. Tugasnya tak hanya mencetak gol, tapi juga memimpin lini serang.
ADVERTISEMENT
Itu berarti, urusan membuka ruang untuk rekan-rekannya supaya bisa mencetak gol juga menjadi bagiannya. Sepintas memang terdengar berat, tapi bagi Benzema, tanggung jawab itu memberi kesenangan tersendiri. Peran krusial itu adalah kesempatan untuk menunjukkan seperti apa sepak bola ala Benzema yang sebenarnya.
"Gol-golnya sangat impresif dan saya sangat gembira untuknya. Ia sangat percaya diri dan selalu berkeinginan untuk maju. Tapi, tim juga membantunya. Lihat saja umpan silang Marco (Asensio) atau aksi (Jesus) Vallejo merebut bola yang jadi cikal-bakal gol pertama itu," jelas Zidane, dilansir ESPNFC.
Saat Madrid mencukur Bilbao itu pulalah, Benzema menunjukkan bahwa penyerang bukan hanya sosok yang diam di area pertahanan menunggu sodoran bola dari para rekannya. Sejak paruh kedua babak pertama, Benzema cukup sering mundur untuk mencari bola. Terlebih, di menit-menit itu timnya memang belum berhasil mencetak satu gol pun.
ADVERTISEMENT
Tak cuma menyibukkan diri dengan aksi ofensif, Benzema pun terlibat dalam pertahanan. Ini dibuktikan dengan dua tekel sukses dan satu intersep yang ia bukukan.
Benzema, pemain Real Madrid, merayakan gol. Foto: REUTERS/Susana Vera
Benzema menjadi bukti bahwa sepak bola adalah sarangnya anomali. Ia menampik stigma bahwa tak ada pemain yang bisa mengisi tempat yang ditinggalkan Ronaldo.
Usianya yang sudah 31 tahun itu membuat orang-orang sempat berpikir bahwa sudah terlambat bagi Benzema untuk menjadi pemimpin baru di lini serang. Tapi kalaupun anggapan itu tak kunjung mereda dan Benzema mulai meragu, ia bisa mengajak Zidane bicara berdua.
Tak perlu membicarakan yang rumit-rumit, cukup memintanya untuk mengisahkan kembali apa yang ia lakukan di perempat final Piala Dunia 2006--saat ia mengobrak-abrik Brasil.
ADVERTISEMENT