Beramai-ramai Menaruh Harap pada Patrick Cutrone

26 Februari 2018 19:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cutrone di laga melawan AS Roma. (Foto: REUTERS/Alessandro Bianchi)
zoom-in-whitePerbesar
Cutrone di laga melawan AS Roma. (Foto: REUTERS/Alessandro Bianchi)
ADVERTISEMENT
Kursi kepelatihan Sinisa Mihajlovic yang tak berumur panjang mewariskan Patrick Cutrone bagi AC Milan.
ADVERTISEMENT
Awalnya, Cutrone diberikan kepercayaan oleh Mihajlovic saat Milan melakoni uji tanding melawan Alcione pada 10 Juli 2015. Bertanding di San Siro, Cutrone diduetkan dengan M’Baye Niang pada babak kedua dalam formasi 4-3-1-2.
Musim 2015/2016 itu San Siro tak hanya mengenal Cutrone, tapi Gianluigi Donnarumma. Bedanya, bila Donnarumma dipromosikan ke tim senior di musim tersebut, Cutrone baru mendapat tempat di tim senior di bawah asuhan Vincenzo Montella, suksesor dari Mihajlovic.
Masuknya Cutrone saat itu disebabkan oleh hengkangnya Luiz Adriano. Debutnya dilakoni dalam pertandingan melawan Bologna pada 21 Mei 2017. Saat itu, Cutrone dimasukkan Montella menggantikan Gerard Deulofeu pada menit ke-85.
Pra-musim 2017/2018 menjadi titik mula dari kegemilangan Cutrone. Dalam uji tanding melawan FC Lugano, ia berhasil mencetak gol waktu pertandingan baru berlangsung dua menit.
ADVERTISEMENT
Namanya kian diperhitungkan saat ia berhasil mencetak dua gol di laga melawan Bayern Muenchen di International Champions Cup 2017. Dalam pertandingan yang berlangsung di Stadion Shenzhen Universiade tersebut, Milan berhasil menang besar dengan skor 4-0.
Memasuki musim 2017/2018, Milan menggebrak. Bila di musim-musim sebelumnya mereka cenderung pelit merogoh kocek demi mendatangkan pemian, di bursa transfer tersebut Milan mendatangkan Andre Silva. Walaupun bukan tergolong nama besar, Silva bukan pemain kacangan. Pria kelahiran 6 November 1995 ini mampu mengemas 16 gol dari 32 laga bersama FC Porto. Saat membela Timnas Portugal, Silva mencetak tujuh gol dalam delapan penampilan.
Prestasi yang baik untuk ukuran pemain muda seperti Silva. Tadinya, Silva yang dinilai bakal bersinar. Namun, siapa yang menyangka pula jika Cutrone, pemain jebolan akademi Milan tersebut yang mencuri perhatian?
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, Cutrone sudah mencetak 6 gol di gelaran Serie A. Keran golnya juga tak bisa dianggap sepele di Liga Europa. Di ajang ini, ia sudah berhasil mengemas 4 gol bersama Milan.
Walau menempuh pendidikan sepak bola di akademi Milan, Cutrone lahir di Kota Como. Di kota itu pulalah ia pertama kali mengecap pendidikan sepak bola di Paradiense. Ia hengkang ke Milan saat berusia delapan tahun pada 2006 silam.
Sebelum diturunkan Mihajlovic pada pramusim 2015/2016, Cutrone sudah mencetak 29 gol untuk Milan junior. Lucunya, Cutrone mengaku bahwa ia menggemari permainan Alvaro Morata yang kini bermain untuk Chelsea. Namun, semengagumkan apa pun Morata di mata Cutrone, permainan sepak bola pemain berusia 20 tahun ini justru mengingatkan banyak orang akan keberadaan legenda Milan, Filippo Inzaghi.
ADVERTISEMENT
Sebagai pemain muda, Cutrone kerap tampil percaya diri. Ia cenderung berani untuk menciptakan peluang walaupun sedang ada dalam posisi sulit. Menurut Gennaro Gattuso, Cutrone cenderung bermain dengan penyelesaian intuitif.
Gol pertamanya di ajang Serie A terjadi saat Milan berhadapan dengan Crotone pada Agustus 2017. Saat itu, ia berlari mendekat ke arah tiang gawang. Kesan awalnya, ia terlihat memaksakan diri. Namun, pergerakannya itu justru mampu mengecoh bek lawan. Lantas, umpan silang Suso yang dikejarnya itu benar-benar berbuah gol bagi Milan.
Gawang selalu menjadi fokus dalam permainan Cutrone. Walau berada dalam sudut yang sempit, Cutrone tetap membidik ke arah gawang. Misalnya, saat Milan harus berhadapan dengan Craoiva di kualifikasi Liga Europa 2017/2018.
ADVERTISEMENT
Di pertandingan tersebut sebenarnya Cutrone punya pilihan lain. Melesakkan tendangan ke arah sudut terjauh atau mengoper bola kepada kawannya. Namun, Cutrone lebih suka melepaskan tendangan melewati tiang gawang terdekat. Walau upayanya itu belum berbuah gol, Cutrone menunjukkan bahwa sebagai penyerang, ia punya kepercayaan diri yang tinggi.
Milan sebenarnya punya beberapa pilihan soal penyerang. Mereka memiliki Nikola Kalinic yang andal dalam duel udara. Di Serie A dan Liga Europa, rataan kemenangan duel udara Kalinici mencapai 35,45%. Milan juga memiliki Silva yang cenderung rajin turun ke tengah untuk mencari bola dan membangun serangan.
Namun, Cutrone adalah nilai tambah bagi Milan. Ia bukan cuma buas di depan gawang, tapi juga sadar akan keberadaan rekan-rekannya. Di pertandingan melawan Ludogorets Razgrad di babak perempat final Coppa Italia, Milan unggul berkat gol semata wayang Fabio Borini. Hal lain yang perlu digarisbawahi, ada peranan Cutrone di balik gol tersebut. Gol di menit 21 itu lahir berkat umpan datar yang dikirimkan oleh Cutrone.
ADVERTISEMENT
Patrick Cutrone yang semakin bersinar. (Foto: REUTERS/Stefano Rellandini)
zoom-in-whitePerbesar
Patrick Cutrone yang semakin bersinar. (Foto: REUTERS/Stefano Rellandini)
Keunggulan Cutrone juga lahir terlihat dari kecepatan, kemampuan untuk menemukan ruang dan mengecoh pertahanan lawan. Akibatnya, ia bisa menempatkan diri pada posisi yang tepat. Akurasi operannya pun 76,5%.
Dalam sejumlah proses golnya, Cutrone cenderung berani untuk berhadapan dengan bek lawan. Intuisi Cutrone tidak hanya soal menciptakan peluang, tapi melepaskan diri dari kepungan lawan.
Milan menyingkirkan Inter Milan dari ajang Coppa Italia musim ini dengan satu gol Cutrone di babak tambahan. Menit 105, Cutrone tak hanya berhasil melepaskan diri dari kepungan pemain lawan, tapi juga jebakan offside. Umpan dari Suso diterimanya dan dengan satu sontekan, ia melepaskan tembakan yang tak mampu dijangkau oleh kiper Inter, Handanovic.
Kemampuan Cutrone untuk meloloskan diri dari kepungan lawan kembali terlihat dalam golnya melawan AS Roma, Senin (26/2/2018) dini hari WIB. Cutrone mengincar umpan Suso dari sisi kanan. Ia masuk masuk ke area penalti untuk mendapatkan umpan pemain Spanyol tersebut.
ADVERTISEMENT
Lesakannya bukan tanpa risiko. Selain berhadapan dengan kiper, di kotak penalti tersebut sudah ada dua pemain Roma yang mengawalnya. Namun, ketimbang memberikan bola ke Hakan Calhanoglu yang ada di kirinya (posisinya sedikit di belakang Cutrone), ia malah melepaskan tembakan ke arah gawang. Dan benar saja, tembakan itu berujung pada gol pertama yang seketika membangkitkan rasa percaya diri Milan.
Bila menengok pertandingan dua minggu sebelumnya melawan SPAL, kegigihan Cutrone mencetak gol juga bisa dilihat dengan jelas. Saat pertandingan baru berjalan dua menit, Milan sudah dihadiahi sepak pojok yang dieksekusi oleh Suso.
Ada dua pemain Milan yang langsung berjaga di kotak penalti: Bonaventura dan Cutrone. Sepakan bola mati tadi langsung disambar dengan sundulan Bonaventura yang sayangnya masih bisa dimentahkan oleh kiper SPAL, Alex Meret.
ADVERTISEMENT
Namun, Cutrone menyadari bahwa Milan masih punya peluang. Bola muntahan tadi malah disambarnya dengan tendangan voli. Hasilnya, gol pertama bagi Milan tercipta di menit kedua.
Di pertandingan tersebut, Cutrone kembali mencetak gol di menit 65. Proses golnya dimulai ketika Suso melakoni dribel guna melepaskan diri dari kepungan lawan. Terkena pelanggaran, Milan dihadiahi tendangan bebas. Suso tampil sebagai eksekutornya.
Tembakan Suso berhasil dipatahkan oleh Meret. Namun, bola muntahan itu berhasil disambar Cutrone. Sepakannya membentur tiang gawang. Lantas, ia kembali melakukan percobaan kedua yang kali ini berbuah gol.
Untuk seorang penyerang, sikap Cutrone ini penting bagi tim. Bagi seorang penyerang, menjadi bengis di lapangan bukan perkara egois, tapi menandakan bahwa ia menyadari tugas yang diembannya di sepanjang pertandingan.
ADVERTISEMENT
Naluri yang seharusnya dimiliki oleh seorang penyerang adalah, mau seperti apa pun caranya dan bagaimana pun situasinya, yang paling utama adalah bola bersarang di gawang lawan.
“Di atas lapangan, saya digerakkan oleh tekad dan rasa lapar untuk mencetak gol. Saya keluar dari bangku cadangan dan benar-benar ingin mencetak gol," seperti itulah Cutrone menjelaskan penampilannya usai melawan Inter di perempat final Coppa Italia, dilansir Football Italia.
Sebagai pelatih, Gattuso paham bahwa saat ini Cutrone mulai menjadi harapan seantero San Siro. Apa boleh buat, raihan golnya di Milan menjadi yang terbanyak saat ini. Dan agaknya, harapan itu pula yang membuat julukan 'Inzaghi Muda' disematkan padanya.
“Saya tidak banyak bicara dengan para pemain saya, tetapi cukup rajin pergi ke ruang ganti. Saya akan bicara kepada mereka ketika saya lihat mereka mengalami suatu masalah.”
ADVERTISEMENT
“Soal Cutrone, sekarang ini ia harus banyak bekerja dan beristirahat. Saya berharap agar dia dapat menemukan pacar yang cantik sehingga bisa beristirahat dan juga punya waktu untuk bercinta dengan pacarnya.”
Ucapan Gattuso tadi terkesan nyeleneh. Namun, sebagai eks pemain yang pernah menjadi rekan dari Inzaghi yang begitu diharap-harapkan mencetak gol di setiap laga yang diikutinya, Gattuso paham beban seperti apa yang ada di pundak Cutrone.
Lantas, yang dilakukan Gattuso adalah membiarkan Cutrone berkembang apa adanya. Ia tahu, tak ada pemain yang sanggup menghindar dari beban bernama kemenangan.
Namun, sebagai pelatih, Gattuso pun tahu, tak ada gunanya memberikan beban tambahan kepada Cutrone. Karena, toh, sejarah gemar membuktikan bahwa ekspektasi berlebih sering berujung pada realitas menyebalkan.
ADVERTISEMENT