Bertemu Guntur Cahyo, Menelisik tentang Mental Baja Timnas U-19

25 Oktober 2018 18:44 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Timnas U-19 merayakan keberhasilan lolos ke perempat final. (Foto: Dok. AFC)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas U-19 merayakan keberhasilan lolos ke perempat final. (Foto: Dok. AFC)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Semangat menolak menyerah. Sebuah jargon yang diusung oleh Timnas U-19 Indonesia manakala berjuang di atas lapangan hijau. Dan, mereka sudah membuktikannya ketika berjibaku melawan Qatar dan Uni Emirat Arab dalam ajang Piala Asia U-19.
ADVERTISEMENT
Sebagai hasilnya, Timnas U-19 berhak lolos ke perempat final usai menjadi runner-up di klasemen Grup A. Kini, tinggal 90 menit lagi bagi Egy Maulana Vikri dan kolega untuk mewujudkan mimpi seluruh rakyat Indonesia yakni dengan lolos ke Piala Dunia U-20 2019 di Polandia.
Meski demikian, langkah menuju pentas dunia tersebut diyakini tak akan mudah. Pasalnya, Jepang U-19 sudah menanti pada laga yang akan berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada Minggu (28/10/2018) mendatang.
Pertanyaannya, mampukah Timnas U-19 melibas Jepang?
Pertanyaan serupa dialamatkan kumparanBOLA kepada asisten pelatih Timnas U-19, Guntur Cahyo Utomo. Akan tetapi, dalam perbincangan di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (25/10) ini, sudut pandang yang digunakan ialah bukan dari segi teknis, melainkan bagaimana pendekatan kepada pemain secara mental.
ADVERTISEMENT
Kebetulan, Guntur merupakan jebolan Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sehingga paham benar terhadap permasalahan tersebut. Namanya pertama kali mulai terdengar di kancah sepak bola Tanah Air ialah ketika bergabung bersama Timnas U-19 yang sukses menjuarai Piala AFF 2013. Untuk itu, simak perbincangan kami berikut ini.
Banyak yang meragukan kemampuan Timnas U-19 untuk bisa lolos dari grup, tetapi mereka berhasil membuktikannya. Apa kuncinya?
Yang ada dipikiran pemain, yang paling penting dalam bermain sepakbola adalah menemukan solusi. Pada saat bermain 11 vs 11 dalam 2x45 menit, setiap saat pemain akan ketemu dengan masalah. Lalu, kenapa tim main enggak bagus? Karena tidak cukup solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Itulah mengapa pentingnya uji tanding. Sebelum turnamen, kami sudah lakukan rangkaian uji tanding, dari situ kami tahu masih punya masalah dalam sisi ini, belum punya solusi seperti ini. Lantas, kami coba lagi melalui latihan, ada yang jalan, ada yang belum. Dicoba lagi dalam latihan berikutnya dan diterapkan di uji tanding.
ADVERTISEMENT
Tapi, begini, saya melihat tren permainan kami dari satu laga ke laga berikutnya itu meningkat. Karena kami dari tim pelatih mencoba berikan solusi dari setiap masalah yang ada di satu pertandingan. Jadi, itu yang ada di logika pemain.
Bisa dibilang Timnas U-19 lolos dari lubang jarum, apakah ini bukti dari kuatnya mental mereka?
Saya enggak sepakat dengan ungkapan 'ini adalah kemenangan mental'. Karena, itu terlalu menyederhanakan, ya. Biar bagaimana pun kemenangan dalam sepak bola adalah cetak gol lebih banyak, dan untuk itu butuh proses. Mulai konsep build-up serangan, cari posisi, lihat pergerakan lawan, meng-handle bola sampai akhirnya bisa ke depan gawang lawan.
Buat saya, sepak bola adalah sau kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Soal mental dan fisik itu jadi kesatuan yang utuh. Kalau bicara soal menyerang atau dribble misalnya, semua elemen harus masuk. Fisik harus mampu, kemampuan taktikal harus jalan, dan mental harus bagus.
ADVERTISEMENT
Jadi, kita persiapkan hal yang utama adalah bermain bola dengan baik dulu. Secara teknis, mereka harus diajarkan bagaimana meng-handle permainan dengan baik. Karena itu pondasinya. Mental bagus tapi main bolanya enggak benar, ya sama saja.
Misalkan lawan Qatar balikkan situasi dari skor 1-6 bisa jadi 5-6, itu karena sepak bola. Todd (Rivaldo), Saddil (Ramdani), dan Luthfi (Kamal) bisa cetak gol karena kemampuan sepak bolanya. Baru setelah itu ditunjang dengan elemen lain, seperti mau bekerja keras, keinginan mengejar gol dan lain-lain.
Kalau kita mau melatih mental, otomatis harus latihan teknik dan fisik. Enggak bisa latihan mental terpisah. Karena kalau latihan taktik, di situ pemain butuh fisik untuk menunjang konsentrasi. Jadi, memang titik mulanya adalah sepak bola.
ADVERTISEMENT
Foto bersama Timnas Indonesia U-19. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Foto bersama Timnas Indonesia U-19. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Tinggal 90 menit lagi Timnas U-19 ke Piala Dunia, secara mental bagaimana pendekatan terhadap pemain?
Prinsip saya sih sederhana, ini hanya sepak bola biasa. Mau final, semifinal, perempat final atau babak penyisihan, konteksnya sama yaitu bagaimana kita berusaha mencetak gol dan lawan cetak gol ke gawang kita. Sesederhana itu, itulah cara pemain sepak bola seharusnya berpikir.
Bukan berarti saya menganggap enggak penting, tapi yang menentukan hasil akhir bukan laga final atau tidak. Namun, bagaimana main 2x45 menit sekuat apa bertahan dan konsentrasi. Kalau sekali saja pikiran pemain berpikir 'di luar sana sudah sorak-sorai karena ini final', pemain lawan lakukan dribble, dia salah posisi karena sedang tidak berpikir aksi yang dilakukannya.
ADVERTISEMENT
Kita akan hadapi lawan lebih lemah, berarti pekerjaan lebih ringan dan hadapi lawan lebih berat, berarti pekerjaan lebih berat. Jadi, perkara berat bukan final atau semifinal, tapi bagaimana lawan bereaksi terhadap permainan kita.
Dengan kata lain, santai saja menghadapi Jepang?
Memang harus ada yang ngomong 'ini adalah laga final, kita 90 menit lagi menuju Piala Dunia, berjuang habis-habisan'. Misalkan pelatih yang bicara seperti itu. Tapi saya, berusaha menjadi penyeimbang. Karena dalam ilmu psikologi ada istilah namanya over arousal. Kalau mental mereka (pemain) terlalu tinggi, jadi kontrol mereka terhadap tubuh jadi tidak bagus.
Kalau berapi-api, otot semua bisa kaku. Efeknya respon eksekusi harusnya benar, jadi tidak benar. Passing sekian meter dengan kekuatan tertentu jadi tidak terukur. Tugas saya adalah mengembalikan pemain ke level rasional.
ADVERTISEMENT
Timnas U-19 di laga melawan Qatar. (Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/ama.)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas U-19 di laga melawan Qatar. (Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/ama.)
Banyak yang menganalogikan sepak bola dengan perang, tapi perang juga butuh rencana 'kan? Tempur sampai habis juga benar, tapi dengan cara.
Enggak bisa asal nyerang musuh. Harus berhitung senjata apa yang kita punya, kemampuan prajuritnya seperti apa, titik-titik lemah lawan ada di mana, dan kapan menyerangnya. Kita harus berhitung. Berani mati iya, tapi akhirnya berani konyol.
Begitulah sepak bola, semua harus dengan rencana, harus diperhitungkan. Kami sudah lihat rekaman pertandingan Jepang, tapi hari ini kami lihat langsung pertandingan Jepang secara langsung. Dari situ nanti kami akan analisis segala hal berkenaan dengan pertandingan melawan Jepang.