Bursa Ketum PSSI: Waspada Wajah Lama Bersemi Kembali

20 Februari 2019 16:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Iwan Budianto. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Iwan Budianto. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Telah ditetapkan bahwa Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) bakal menggelar Kongres Luar Biasa (KLB). Lewat forum yang melibatkan seluruh pemilik suara (voters) ini, federasi mengagendakan pemilihan kepengurusan baru.
ADVERTISEMENT
Ketetapan tersebut lantas melahirkan harapan untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap PSSI. Caranya, dengan menyingkirkan orang-orang lama, kemudian memberikan tempat kepada nama-nama anyar yang memiliki kapabilitas dalam mengelola sepak bola.
Karena wajah-wajah lama memang terbukti gagal mengangkat prestasi sepak bola Tanah Air. Sebagai indikator, bisa dilihat bagaimana kegagalan Timnas Indonesia di Piala AFF 2018. Bahkan, wajah federasi semakin tercoreng dengan isu pengaturan skor yang menyeret Plt Ketua Umum Joko Driyono sebagai tersangka.
"Awalnya mereka bilang untuk kasih kesempatan. Namun, apa hasilnya? Harus ada darah baru, orang bersih, dan tidak ada masa lalu kelam di sepak bola," tutur Presiden Persijap Jepara, Esti Puji Lestari.
Esti memang merupakan voters yang tergolong vokal menyuarakan KLB sejak Kongres Tahunan di Nusa Dua, Bali, Januari 2018 lalu. Dalam proses menyalurkan aspirasinya, dia berkonsolidasi dengan Komite Penyelamat Sepak Bola Nasional (KPSN) yang memiliki pandangan serupa.
ADVERTISEMENT
"Pengurus baru harus benar-benar fresh sehingga tidak terkontaminasi masalah-masalah, tidak memiliki beban masa lalu di PSSI. Kalau orang-orang lama masih bercokol, jangan berharap PSSI bisa berubah menjadi lebih baik,” tutur Ketua KPSN, Suhendra Hadikuntono.
Seruan macam Esti tak lantas menutup pintu orang-orang lama untuk naik menjadi Ketua Umum (Ketum) PSSI pada KLB nanti. Pasalnya, mereka memiliki posisi tawar kuat melalui Statuta PSSI. Tertulis di pasal 34 ayat 4 bahwa Ketua Umum PSSI harus aktif dalam sepak bola minimal lima tahun. Pasal serupa sekaligus mengecilkan jalan untuk wajah-wajah baru.
Lantas, siapakah orang-orang lama yang bisa memanfaatkan pasal tersebut untuk menjadi orang nomor satu di federasi?
Iwan Budianto
Posisi tawar Iwan Budianto cukup besar jika merujuk kepada Statuta PSSI. Sudah sejak awal 2000-an, sosok 45 tahun ini terlibat dalam dunia sepak bola dengan menjadi manajer Arema sebelum menyeberang ke Persik Kediri.
ADVERTISEMENT
Kepindahan Iwan ke Persik menuai kontroversi. Pasalnya, dia turut memboyong para pemain kunci yang membawa 'Singo Edan' menembus babak delapan besar Liga Indonesia 2002. Aremania sempat membencinya, tetapi entah kenapa kembali menerimanya dengan tangan terbuka saat Iwan pulang 10 tahun berselang.
Dalam periode kedua bersama Arema, Iwan juga mengambil posisi penting di federasi. Dia terpilih sebagai anggota Komite Eksekutif (Exc0) periode 2007-2011 yang dipimpin oleh Nurdin Halid.
Terakhir, sosok yang mengemban jabatan CEO non-aktif di Arema ini didaulat menjadi Wakil Ketua Umum pada kepengurusan PSSI periode 2016-2019. Di bawah rezim Edy, Iwan sempat digeser ke posisi ketua staf ketua umum dan kembali ke kursi wakil ketua saat Edy lengser.
Peran Iwan semakin besar seiring penetapan Joko Driyono sebagai tersangka. Karena Joko sering menjalani pemeriksaan, tugas-tugas Ketua Umum PSSI praktis diemban oleh Iwan.
ADVERTISEMENT
Joko Driyono naik menjadi Plt Ketua Umum PSSI melalui Kongres Tahunan di Nusa Dua, Bali. Foto: Nyoman Budhiana/Antara
Kendati begitu, Iwan berpotensi terganjal untuk masuk bursa calon Ketua Umum PSSI di KLB berikutnya. Pasalnya, dia tengah menjalani pemeriksaan terkait kasus pemerasan dan penipuan hasil laporan Manajer Perseba Bangkalan, Imron Abdul Fatah. Dari situ, pihak Satuan Tugas Antimafia Bola telah membuka kemungkinan penetapan tersangka untuk Iwan.
Nah, tertulis pula di Statuta PSSI pasal 34 ayat 4 bahwa Ketua Umum PSSI harus tidak pernah dinyatakan bersalah atas suatu tindak pidana. Tertutup pintu Iwan tentunya jika kelak statusnya terus naik hingga menjadi terpidana.
Gusti Randa
Saat PSSI dipimpin oleh La Nyalla Mattalitti, Gusti Randa merupakan salah satu sosok yang menonjol. Posisinya memang cuma anggota Exco, tetapi suaranya kerap terdengar saat menentang ancaman pembekuan dari Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, terhadap federasi.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Gusti dengan mudah mengalihkan dukungan saat La Nyalla lengser. Dia sering hadir mendampingi Edy Rahmayadi dalam kampanye menuju kursi Ketum PSSI. Maka, tak heran jika Gusti masuk jajaran anggota Exco saat Edy terpilih.
Gusti kembali menunjukkan inkonsistensi sikap dalam kepengurusan Edy. Sering sekali kritik dilayangkan mantan suami Nia Paramitha ini ketika Edy melakukan blunder dalam berkomentar.
Gusti Randa Foto: Alexander Vito/kumparan
Nah, menyoal kemungkinan naik menjadi Ketua Umum PSSI cukup terbuka buat Gusti. Pasalnya, dia merupakan salah satu orang yang dipercaya Joko Driyono untuk berbicara di ruang publik, selain Sekretaris Jenderal Ratu Tisha Destria. Itulah sebab dia kerap muncul menjadi representasi federasi dalam acara Mata Najwa.
Rahim Soekasah
Rahim Soekasah merupakan salah satu orang lama yang telah menyuarakan kesiapan untuk memimpin PSSI, apabila voters menghendaki KLB dengan agenda memilik kepengurusan anyar.
ADVERTISEMENT
Beban masa lalu tentu kembali menghinggapi federasi apabila Rahim menjadi orang nomor satu. Sebab, dia turut terlibat dalam dosa-dosa PSSI karena masuk kepengurusan di periode lampau.
Di periode terdahulu, Rahim sendiri kerap mengemban posisi penting. Salah satunya ketika menjadi Wakil Ketua Umum PSSI versi KPSI yang dipimpin oleh La Nyalla. Sebelum itu atau tepatnya pada era Nurdin Halid, dia juga dipercaya sebagai Ketua Badan Timnas Indonesia.
Di luar sejumlah jabatan yang dipegang di federasi, Rahim disebut-sebut memiliki kedekatan dengan penguasaha Nirwan Bakrie. Oleh karenanya, dia didaulat menjadi Chairman Brisbane Roar --klub Australia yang dikuasai Bakrie Group.
Hinca Panjaitan
Hinca Panjaitan dikenal sebagai sosok penghukum di PSSI. Sebagai Ketua Komisi Disiplin (Komdis) pada era Nurdin Halid dan Djohar Arifin, dia kerap memberikan hukuman berat, termasuk mendiskualifikasi PSS Sleman dan PSIS Semarang karena terlibat sepak bola gajah.
ADVERTISEMENT
Kemudian pada era La Nyalla, Hinca dipercaya menjadi Wakil Ketua Umum PSSI. Promosi ke kursi Plt Ketua Umum lalu didapatkan oleh politisi Partai Demokrat ini saat La Nyalla lengser lewat KLB di Ancol, Jakarta Utara, 4 Agustus 2016.
Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan usai bertemu dengan para sekjen parpol koalisi Prabowo. Foto: Ricad Saka/kumparan
Dengan kata lain, Hinca mengisi kekosongan sampai PSSI mencapai era baru. Dia turut menyiapkan Komite Pemilihan dan Komite Banding untuk KLB yang akhirnya menetapkan Edy sebagai Ketua Umum pada 10 November 2016.
Meski demikian, Hinca tak mendapatkan jatah posisi di kepengurusan Edy. Dia fokus dengan posisi Sekretaris Jenderal Partai Demokrat selepas meninggalkan sepak bola.
Muncul suara untuk mengantarkan Hinja menjadi Ketua Umum PSSI dalam beberapa waktu ke belakang. Dukungan itu berasal dari pelatih Gaswa Wajo, Muhammad Gusri Damar Ulang. Akan tetapi, pemilik nama terakhir tak memiliki hak pilih di KLB nanti karena cuma berstatus sebagai pelatih klub.
ADVERTISEMENT
Daftar Ketua Umum PSSI dari 1930-2019 Foto: Sabryna Muviola/kumparan