Debut Manis atau Masa Lalu Kelabu, Solskjaer?

22 Desember 2018 10:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Solskjaer kala menangani tim reserve United. (Foto:  Reuters/Jason Cairnduff)
zoom-in-whitePerbesar
Solskjaer kala menangani tim reserve United. (Foto: Reuters/Jason Cairnduff)
ADVERTISEMENT
Laga debut Ole Gunnar Solskjaer selaku pelatih interim Manchester United adalah sebuah ironi. Di depannya, Cardiff City, tim Premier League sekaligus masa lalunya yang kelabu sudah siap mengadangnya dan mungkin akan memberikannya masa sulit.
ADVERTISEMENT
Setelah melalui berbagai spekulasi dan nama yang muncul, akhirnya sosok Solskjaer-lah yang dipilih sebagai pengganti sementara Jose Mourinho yang dipecat. Lucunya, kabar mengenai ditunjuknya Solskjaer ini malah sudah bocor lebih dulu di situs resmi United sebelum pengumuman resminya pada Rabu (19/12/2018) silam.
Di tengah kelucuan tersebut, ujung-ujungnya memang Solskjaer tetap diumumkan secara resmi. Selayaknya ketika pelatih baru hadir di sebuah klub, harapan demi harapan juga menyembul sejalan dengan penunjukan Solskjaer ini. Ditambah dengan statusnya sebagai pemain legendaris United, harapan itu semakin besar bentuknya.
Namun, apa memang Solskjaer sudah siap untuk itu? Akankah memori kelam Cardiff City, kala ia gagal membesut tim yang bermarkas di Stadion Cardiff City itu kembali terulang?
ADVERTISEMENT
***
Dalam sebuah tulisan di laman The Guardian yang digubah oleh Jonas Giaever, sosok Solskjaer digambarkan dengan begitu apik. Bahkan, Giaever mendapuk bahwa Solskjaer memang juru selamat yang akan mengangkat United dari keterpurukan yang dialami pada musim 2018/2019, akibat dari satu dan lain hal yang terjadi di dalam internal klub itu sendiri.
Aksi Ole Gunnar Solskjaer di pinggir lapangan. (Foto: REUTERS/Darren Staples)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi Ole Gunnar Solskjaer di pinggir lapangan. (Foto: REUTERS/Darren Staples)
Giaever memiliki alasan tersendiri mengapa ia sampai berani mengklaim bahwa Solskjaer adalah juru selamat United. Salah satu yang unik adalah bagaimana di Molde sana, tempat ia bekerja sebagai pelatih sebelum di United, ia kerap membanding-bandingkan para pemain Molde dengan para pemain United. Baik itu pemain United masa kini maupun pemain United yang pernah satu tim dengannya.
ADVERTISEMENT
Perbandingan itu, saat biasanya menghasilkan sesuatu yang buruk, dalam kasus Solskjaer justru malah menghasilkan sesuatu yang positif. Ini adalah salah satu bagaimana cara Solskjaer membandingkan pemain yang ia miliki dengan para pemain United. Mari disimak.
"Saya tidak akan mengganti Bjoern Bergmann Sigurdarson (penyerang tim Molde) dengan pemain lain di Norwegia. Kami mungkin tidak memiliki sosok seperti Steve Bruce maupun Eric Cantona. Namun, kami memiliki sosok Bjoern Bergmann Sigurdarson."
Bagaimana, sebuah cara membandingkan yang berbuah motivasi, bukan? Lalu, apa yang terjadi pada Sigurdarson usai ia dibandingkan seperti itu? Responsnya sangat bagus. Sigurdarson yang sempat mengalami masa sulit di Wolverhampton Wanderers mampu mencetak 16 gol dari 27 laga bersama Molde.
Itu hanya segelintir keunggulan dari ciamiknya Solskjaer kala melatih Molde. Ada juga keunggulan-keunggulan lain yang kerap ia tunjukkan, seperti lihai dalam mempromosikan para pemain muda maupun membentuk mentalitas juara di dalam tim yang ia asuh. Khusus untuk yang kedua, berkat asuhan dari Sir Alex Ferguson, ia bisa membentuk mentalitas juara di dalam skuatnya.
ADVERTISEMENT
Solskjaer dan Ferguson dalam sebuah konferensi pers. (Foto:  Reuters / Carl Recine)
zoom-in-whitePerbesar
Solskjaer dan Ferguson dalam sebuah konferensi pers. (Foto: Reuters / Carl Recine)
Meski diberkahi oleh kemampuan melatih yang apik, Solskjaer tidak langsung sukses ketika menjadi pelatih. Hal itu terjadi ketika ia menangani Cardiff City pada musim 2013/14 dan awal musim 2014/15. Hanya meraih 5 kemenangan dari 25 laga, ia pun didepak dari posisi pelatih oleh manajemen Cardiff. Masa-masa itu, kenang Solskjaer, merupakan masa ketika ia 'terlalu berusaha keras menjadi pelatih'.
Namun, dari situlah ia belajar. Ia sadar bahwa dalam sebuah tim, ada staf pelatih yang bisa membantunya. Alih-alih terlalu menenggelamkan diri memberitahu pemain mengenai kekurangan dan kelebihan mereka, Solskjaer bisa meminta bantuan staf pelatihnya untuk melakukan hal tersebut dan berfokus pada keunggulan lain yang ia miliki: keunggulan dalam melakukan analisis terhadap permainan tim sendiri maupun tim lawan.
ADVERTISEMENT
Keunggulan ini memang sudah tampak semasa ia masih jadi pemain. Tak heran, meski banyak bermain dari bangku cadangan alias sebagai pemain pengganti, Solskjaer dapat menorehkan banyak gol. Itu terjadi karena sebelum ia masuk, ia menganalisis terlebih dahulu permainan lawan. Dengan fokus pada keunggulan analisis ini, Solskjaer lebih berkembang sebagai pelatih.
Perkembangan yang, diharapkan dapat menghadirkan sesuatu yang positif bagi United yang tengah ditimpa kekalutan.
***
Cardiff City sekarang, setelah akhirnya mampu kembali menembus Premier League, belum mampu menunjukkan penampilan apik. Dari 17 laga yang sudah ia jalani di Premier League musim 2018/19, Cardiff hanya mampu membukukan 4 kemenangan. Sisanya, Cardiff mencatatkan 2 kali hasil imbang dan 11 kali menderita kekalahan.
ADVERTISEMENT
Selebrasi gol pemain Cardiff. (Foto: REUTERS/Rebecca Naden)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi gol pemain Cardiff. (Foto: REUTERS/Rebecca Naden)
Melihat catatan di atas, seharusnya Cardiff tidak menjadi ancaman berarti dalam debut seorang Solskjaer. Apalagi, ia dianggap sudah menjadi pelatih yang lebih baik usai masa buruk di Cardiff. Di United sekarang, ia juga dibantu sosok Mike Phelan, orang yang pernah menjadi tangan kanan Ferguson.
Namun, sejarah acap memiliki caranya sendiri untuk terulang, jika orang yang jadi pelaku sejarah itu tidak berkaca pada apa yang pernah terjadi sebelumnya. Masa lalu yang buruk bisa saja mewujud kembali kala Solskjaer datang ke Stadion Cardiff City bersama United pada Sabtu (22/12) malam WIB, alih-alih sebuah debut yang manis bersama United.
Sekarang, dengan segala kemampuan yang dimiliki oleh Solskjaer, ia memiliki dua pilihan. Apakah akan ada debut manis yang ia torehkan, atau malah masa lalu buruk yang kembali menghantui?
ADVERTISEMENT